Wednesday, July 31, 2013

Apa sih Bedanya Sotong dan Cumi?

Ini post yang tidak penting sebenarnya.
Cuman sekedar iseng-iseng memenuhi rasa penasaran.

Kemarin saya mendapatkan undangan berbuka bareng bersama rekan-rekan 1 departemen.
Tempatnya di Seroeni, Street Gallery Pondok Indah Mall.
(tenang, saya bukan mau mereview makanan, karena namanya juga ini iseng-iseng, hihihi).

Salah satu menu yang keluar adalah Singapore Crispy Sotong.
Tentunya karena semua menu sudah dipesankan sebelumnya, ketika itu sampai di meja, pertanyaan saya adalah "Apakah itu?"
Teman-teman saya mengatakan "Cumi".
Okay, saya tidak alergi cumi, jadi bolehlah saya mengicip itu sedikit, supaya menu makan malam saya tidak hanya brokoli tumis bawang putih dan tumis buncis.

Satu gigit, kemudian saya bertanya lagi , "Ini sotong bukannya?"
Teman saya,"Emang apa bedanya sotong dan cumi?"
Saya, "Kayaknya sih beda, biasanya sotong lebih asin." -> saya mulai bergaya sotoy sembari ga yakin..

Ketika ada buku menu, saya mencoba mengintip sebenarnya apa yang saya icip itu. Ternyata di buku menu tertulis Singapore Crispy Sotong. Di list menu juga ada beberapa menu cumi. Saya berkesimpulan Sotong dan Cumi tampaknya dua makhluk yang berbeda. Paling tidak secara jenis olahan pangan, namanya berbeda.

Jadi karena penasaran, pagi ini saya mengoogling dong apa bedanya Sotong dan Cumi.
Secara saya ga tau pasti istilah bahasa inggrisnya sotong, ya sudah saya masukkan "sotong cumi" sebagai keyword.
Muncullah wikipedia bahasa Indonesia.

Sotong:
Sotong atau "ikan" nus adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai maupun laut atau danau. Hewan ini dapat ditemukan di hampir semua perairan yang berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Sotong juga merupakan makanan sejenis seafood.
Sotong sering kali disalahtafsirkan sebagai cumi-cumi. Keduanya berbeda karena sotong bertubuh pipih, sementara cumi-cumi lebih berbentuk silinder. Selain itu, cangkang dalam sotong tersusun dari kapur yang keras, sedangkan pada cumi-cumi lunak.
Cumi-cumi:
Cumi-cumi adalah kelompok hewan cephalopoda besar atau jenis moluska yang hidup di laut.[1] Nama itu Cephalopoda dalam bahasa Yunani berarti "kaki kepala", hal ini karena kakinya yang terpisah menjadi sejumlah tangan yang melingkari kepala.[2] Seperti semua cephalopoda, cumi-cumi dipisahkan dengan memiliki kepala yang berbeda. Akson besar cumi-cumi ini memiliki diameter 1 mm. Cumi-cumi banyak digunakan sebagai makanan.[rujukan?]
source: http://id.wikipedia.org/wiki/Sotong dan http://id.wikipedia.org/wiki/Cumi-cumi

Jangan tanya saya apa maksud detailnya ya, soalnya saya bukan ahli biologi :p
Tapi ternyata sotong dan cumi memang berbeda dan jangan pula ikuti kesotoyan saya yang mengatakan bedanya ada di rasa asin :))

Oh ya, sotong = cuttlefish, cumi-cumi = squid.

Kalau masih belum puas dengan postingan ini, ketika blogwalking saya menemukan ada blogger lain yang telah mengupas perbedaan sotong, cumi-cumi dan gurita secara lebih detail. Monggo dicek terlebih dahulu di link ini kalau masih penasaran.

Tuesday, July 30, 2013

"Terbiasa" dan "Bangga" menjadi Kancil

Siapa sih orang Indonesia yang tidak tahu mengenai dongeng-dongeng si Kancil?

Kancil terkenal sebagai hewan yang biarpun kecil secara fisik, namun memiliki kecerdikan, sehingga bisa bertahan di dunia belantara (melebihkan). Entah dalam menghadapi buaya atau pun petani.

Saya tidak suka dengan karakter si Kancil ini.
Menurut pendapat saya pribadi, apa yang dilakukan Kancil ini tidaklah cerdik, melainkan curang.

Apa yang curang?

Misal dalam cerita Kancil dan Buaya.
Kancil ingin menyeberangi sungai, dan dia mengakali sang Buaya demi mendapatkan keinginannya.

Hal itu pula yang terjadi di sekian dongeng Kancil yang lain.
Dia "mengakali" untuk mendapatkan keinginan.

Yang patut disayangkan, dongeng-dongeng Kancil ini cukup lekat dengan pendidikan anak di Indonesia. Dongeng Kancil seringkali dipergunakan untuk bacaan singkat dalam pelajaran bahasa.
Kalaupun ada pembahasan mengenai karakter si Kancil, yang ditekankan adalah kecerdikan.
Sangat jarang ada pembahasan mengenai hal yang dilakukan si Kancil adalah "mengakali".

Apa jadinya jikalau tokoh Kancil menjadi sosok teladan?
Yang akan melekat adalah "tidak apa-apa kita mengakali sesuatu demi mendapatkan keinginan".
Sesuatu itu bisa berarti peraturan, orang yang dianggap jahat, atau siapa pun itu.

Itulah yang sepertinya cukup banyak terjadi saat ini.
Orang sebegitu terbiasa mengakali peraturan, dan yang paling aneh, ada orang-orang yang "bangga" kalau berhasil mengakali peraturan.

Bagi saya, mengetahui kalau ada orang-orang yang terbiasa mengakali peraturan saja sudah merupakan suatu hal yang membuat dahi saya berkerut. Bangga? Tampaknya memang ada sesuatu yang salah.

Contoh mengenai "terbiasa":
  • saking seringnya orang di Indonesia terbiasa mempergunakan jasa calo dalam mengurus entah SIM, STNK, dan lain sebagainya, maka akan sulit mencari informasi bagaimana sebenarnya prosedur yang memang resmi.
  • pembajakan: di Indonesia, pemahaman mengenai hak kekayaan intelektual belum benar-benar dipahami. Alasan biaya yang lebih ekonomis dijadikan justifikasi yang "membenarkan" penggunaan barang bajakan. Saya tidak munafik, pernah ada masa ketika saya menikmati mengunduh sekian GB Mp3 atau pun MKV. Namun sejak saya kehilangan semua "koleksi" sekian GB tersebut, saya merasa bahwa saya harus merubah, karena toh bukannya saya tidak mampu untuk membeli. Sejak itu saya hanya mendengarkan lagu dari radio, atau saya akan membeli CD lagu tersebut, atau membeli lagu tersebut di iTunes. 

Contoh mengenai "kebanggaan"
  • kecepatan di jalan tol: berapa banyak orang yang menyadari bahwa batas kecepatan di jalan tol itu rata-rata 60-80 km/jam? Saya hanya menemukan 1 ruas tol yang memperbolehkan batas kecepatan maksimum 100 km/jam, yaitu di ruas Cikampek. Logikanya, dengan batas kecepatan segitu, waktu tempuh Jakarta Bandung akan mencapai minimal 2 jam. Nah, seringkali saya mendengar cerita "bangga" kalau bisa menempuh Jakarta- Bandung hanya dalam sekian jam (bahkan ketika belum ada tol Purbaleunyi lho). Atau misal di posting saya yang lain, pernah ada kejadian suami saya menyetir dengan kecepatan 80 km/jam dan malah diklakson, disiram air, dikepet? What's wrong? Batas kecepatan di suatu jalan tentunya telah dibuat dengan mempertimbangkan aspek keselamatan. Untuk apa Anda perlu merasa bangga jika bisa melewati batas itu? Jikalau Anda ternyata mengalami kecelakaan, maaf ya, saya tidak akan bersimpati pada Anda.
  • ini yang paling baru saya baca ya... Indonesia tidak menganut dual citizenship kecuali bagi anak-anak di bawah 17 tahun yang berasal dari perkawinan campur. Ternyata ada beberapa orang yang menceritakan dengan "bangga" nya kalau mereka memiliki dua paspor. Saya kurang paham juga sebenarnya mengapa pemerintah membatasi jumlah kewarganegaraan, tapi aturan dibuat pasti ada tujuannya. Dan selama Anda memegang paspor RI, berarti Anda tunduk terhadap undang-undang RI, yang berarti Anda tidak boleh memegang 2 kewarganegaraan. Patuhilah, atau buanglah paspor RI tersebut.
Masih ada sekian banyak cerita mengenai "terbiasa" dan "bangga" menjadi Kancil. (Ya, BANYAK).

Saat ini saya sedang mengandung seorang anak. Saya hanya berharap, moga-moga nanti dia tidak menjadi seorang Kancil.

 

Thursday, July 11, 2013

Pagi yang Tidak Menyenangkan

Pagi ini, saya dan suami mengalami kejadian yang sangat tidak menyenangkan dalam perjalanan menuju kantor.
Beberapa minggu ini, untuk sementara kami menetap di Serpong, dikarenakan rumah kami yang di Radio Dalam sedang direnovasi.
Akibatnya, setiap hari kami harus melalui perjalanan komuter.
Untuk berangkat, kami melewati tol BSD, kemudian keluar di pintu tol Tanah Kusir.

Pagi ini cerah. Saya pun mengira ini akan menjadi perjalanan santai seperti biasa.
Tetapi ternyata tidak demikian.
Di sekitar km 00-02, mobil kami diklakson tanpa henti oleh seorang pengemudi dari mobil yang tepat di belakang kami.
Siapa pun yang sering melewati jalan tol BSD, pasti mengetahui bahwa di sekitar km itu, biasa terjadi antrian yang cukup panjang karena tikungan yang cukup tajam. Kalau pun tidak sampai merayap, pada umumnya para pengemudi akan menurunkan kecepatan mobil.
Itu juga yang dilakukan oleh suami saya, supaya jarak dengan kendaraan di depan tetap terjaga.

Namun, tampaknya ada pengemudi mobil lain yang berpikiran lain. Entah mungkin dia berpikir kami terlalu pelan, or dia merasa untuk apa orang mesti menjaga jarak.
Maka yang dia lakukan adalah mengklakson non stop, kemudian menyelip dari kiri, membuka jendelanya, dan meneriaki kami "Kalau mau jalan pelan, di tengah sana!".
Ingat, kondisi sedang padat merayap, jadi semua mobil berjalan pelan.

Kemudian, selepas tikungan, suami saya berpindah ke kiri dong, secara kami kan mau keluar juga di pintu tol tanah kusir. Pengemudi mobil tadi mengambil posisi ke kanan mobil kami, membuka jendelanya, kemudian menyiram kaca mobil kami dengan air.
Di saat itu saya akhirnya tidak kuat menahan emosi, saya geram dan bergetar kemudian menangis.

Belum puas juga, pengemudi itu kemudian kembali mengepet kami dari kiri, kemudian tetap dengan jendela nya terbuka, kembali memaki maki kami.
"Makanya kalau nyetir lihat-lihat, lihat tuh lu bawa cewek!"
Kemudian dia mengebut ke depan.
Saya? Menangis semakin keras...
Suami saya? Mencoba menenangkan saya.

Coba sekarang Anda bayangkan, pengemudi tadi, posisinya sempat di belakang kami, ke kiri kami, ke kanan kami, ke kiri lagi kemudian di depan kami.
Plus, dia sempat-sempatnya menyiram kaca mobil kami dengan air, dan memaki maki kami.

Ingat juga, ketika kejadian dia pertama kali mengklakson dan meneriaki kami, hampir semua kendaraan berjalan pelan karena sedang berbelok, dan jarak yang dijaga oleh suami saya itu sama juga dengan yang dilakukan kendaraan depan kami.

Apakah kami hanya sekedar apes karena kebetulan kami yang persis di depan mobilnya pengemudi itu?

Apakah mungkin karena kami membawa mobil plat D jadinya dianggap tidak layak menyetir di Jakarta ya?

Apakah dia emosi melihat kami berjalan  kurang cepat (menurut dia) karena dia sedang buru-buru karena mungkin ada keadaan darurat?

Entahlah....

Yang pasti, ini merupakan pagi yang tidak menyenangkan...