Thursday, August 22, 2013

Tidak Berbakat Melanggar Aturan

Sedari saya kecil, entah mengapa, saya sepertinya tidak berbakat untuk melanggar aturan.

Mengapa?

Karena begitu saya melakukan sesuatu yang rada menyimpang, biasanya sih, perbuatan saya akan cepat sekali terbongkar (atau mungkin karena saya kurang pandai menyembunyikannya ya? hahaha)
Kadang malah ada "bonus", saya mendapatkan kesialan tidak lama setelah saya melakukan hal yang menyimpang tersebut.

Sebagai contoh:

  • Sebagai anak kecil, saya pernah iseng-iseng mencoret wallpaper rumah dengan pensil. Hanya coretan kecil bergambar bunga. Berselang beberapa hari, entah mengapa, inspeksi dari pemilik rumah datang. Hal ini terjadi ketika saya masih belum tinggal di Indonesia, dan tentu saja kita belum tentu bisa mengharapkan toleransi khas Indonesia "tidak apa-apa". Singkat kata, dicarilah siapa pelakunya, dan tentunya saya mengaku. Saya lupa apa hukumannya, tapi yang pasti "kejahatan" saya hanya berumur beberapa hari.
  • Ketika saya baru datang di Indonesia, salah satu hal yang tidak bisa saya lakukan adalah berbahasa Indonesia. Baik secara lisan maupun tulisan, sama-sama nol besar. Jadi bisa dibayangkan apa yang terjadi ketika saya mengikuti ulangan dikte untuk pertama kali. Angka 0 tertulis besar di kertas ulangan. Sebelum saya pindah ke Indonesia, saya dikategorikan siswa dengan nilai cukup baik (tidak menyombong). Tentunya saya terpukul dengan nilai 0 ini. Semakin bingung karena kertas ulangan harus ditandatangani oleh orang tua. Maka saya melakukan hal paling sederhana yang terpikir oleh saya. Memalsukan tanda tangan (jangan ditiru!). Dasar amatir, tentu saja tanda tangan palsu itu teridentifikasi oleh guru saya, dilingkari besar-besar dengan bolpen merah, dikasih tulisan, dan saya harus benar-benar meminta tandatangan orang tua saya yang asli. Untunglah reaksi orang tua saya adalah memaklumi, dan guru pun akhirnya sadar kalau memang saya tidak mengerti bahasa Indonesia, sehingga akhirnya selama 2 caturwulan saya mendapatkan les tambahan Bahasa Indonesia sepulang sekolah
Masih ada beberapa lagi perilaku menyimpang yang pernah saya lakukan sih. Tapi ya itu, kebanyakan berakhir dengan ketahuan dalam tempo sesingkat-singkatnya, atau malah sekalian mendapatkan "bonus" hukuman. Lucunya adalah kadang saya melakukan sesuatu tidak dengan sengaja pun, tahu-tahu saya bisa mendapatkan "bonus" tersebut. 

Coba tolong jelaskan pada saya, bagaimana caranya ketika saya lupa membayar makan siang saya, kemudian dalam waktu kurang dari 24 jam saya mengalami gatal-gatal yang baru hilang setelah saya akhirnya membayar makan siang tersebut? *memutar bola mata*

Kadang saya dan suami saya bercanda bahwa saya ini "dikutuk" karma instan. Jadinya begitu saya mau melakukan sesuatu yang buruk, siap-siaplah ntar kejatuhan "bonus" sesuatu.

Merugikan? Tidak juga, karena itu berfungsi sebagai pengingat buat diri saya untuk berusaha tetap berada di jalan yang lurus.


Saturday, August 17, 2013

'Terkhianati' pada 17 Agustus-an

Kedua orang tua saya WNI.
Hanya saja, kebetulan dulu saya numpang lahir di negeri orang lain.
Sebagai anak kecil, saya hanya tahu kalau saya bukan penduduk asli, mungkin karena secara fisik saja memang kelihatan berbeda.
Saya tahu bahwa ada suatu tempat bernama Indonesia, karena kadang orang tua saya berbicara dengan bahasa Indonesia (sehari-hari kami mempergunakan bahasa setempat).
Pokoknya bagi saya, Indonesia itu suayi tempat yang jauh di awang-awang.

Hingga ketika Juni 1989, akhirnya kami sekeluarga pindah ke Indonesia.

Cultural shock tentunya terjadi, terutama mengenai kendala berbahasa.
Bahasa Indonesia saya bisa dibilang nol besar.

Di saat saya masih meraba-raba, apa ini, apa itu, tahu-tahu sudah bulan Agustus.

Tentunya ada momen 17 Agustus-an dong. Orang tua saya mencoba memperkenalkan saya dengan budaya itu, jadi mereka mendaftarkan saya untuk mengikuti lomba di RT atau RW tempat tinggal kami.

Terdaftarlah saya sebagai peserta 'Balap Kipas Balon'.
Dengan pemahaman saya yang terbatas akan bahasa Indonesia, say berpikir bahwa kipas tentunya berarti mengipasi balon dari garis start hingga ke garis finish.
Tolong dikoreksi jika pemahaman saya salah.
Mengipasi saya artikan sebagai memberikan efek hembusan angin yang diakibatkan oleh gerakan melambaikan kipas.
Tentunya ketika kita mengipasi sesuatu, tidak ada kontak fisik antara kipas dengan benda yang dikipasi bukan?

Nah, bayangkan betapa saya terpana, ketika saya sedang mengipasi balon berdasarkan pemahaman yang saya punya, dan melihat para peserta lain memukulkan kipas mereka ke balon supaya balon itu bergerak!
Lebih terpana lagi karena orang-orang menyoraki para 'pemukul' balon itu, sementara saya masih berjuang mengipasi balon saya, dan seperti sudah ditebak, tentunya balon saya masoh jauh dari garis finish ketika dinyatakan sudah ada pemenang.

Terpatah-patah dengan bahasa Indonesia yang tidak jelas digabung bahasa isyarat ala Tarzan, saya mencoba bertanya, 'Bukannya ini mestinya mengipasi balon?itu tadi pukul balon?'

Reaksi orang-orang adalah melihat saya dengan heran kemudian tertawa.
Dan saya tidak pernah mendapatkan jawabannya di hari itu.

Perasaan saya?
Terkhianati.

Di peringatan kemerdekaan Indonesia yang pertama saya ikuti, saya merasa usaha saya untuk mengerti bahasa Indonesia telah dipatahkan.
Saya tidak mengerti, apakah orang-orang memang mengganggap hal itu sepele karena itu hanyalah sekedar lomba kecil untuk perayaan.
Atau memang itu suatu pertanda bagi saya untuk waspada terhadap kata-kata ala orang Indonesia? Di mana orang tanpa sadar seringkali meremehkan pentingnya perkataan sekecil apa pun?

Hampir seperempat abad telah berlalu, namun saya masih selalu memikirkan kejadian itu setiap tanggal 17 Agustus tiba.
Kita merdeka secara negara.
Namun manusia Indonesia belum merdeka selama masih ada seorang anak bertanya 'Kenapa yang menang dalam lomba kipas balon adalah orang yang memukul balon?'

Dirgahayu Indonesia.

Semoga hanya saya saja yang 'terkhianati'.

Monday, August 12, 2013

Balada (Susah) Makan

Makan apa ya?
Itu pertanyaan yang kayaknya sering banget ada di pikiran gw saat ini.

Pertanyaan simpel sih, tapi rasanya ribet bener menjawabnya.
Udah pada dasarnya gw punya bakat hipersensitivitas ke sekian makanan (juga beberapa obat-obatan), ditambah juga ada pantangan tertentu berkaitan tingkat hormon gw, sekarang ditambah pula lagi hamil.

Gw ga perlu menyebutkan list makanan yang ga boleh gw makan, daripada membuat prihatin yang membacanya saking panjang listnya.
Gw cukup mensyukuri kenyataan bahwa gw masih boleh mengkonsumsi susu, telur dan kacang (tentunya bersama aneka turunannya).
Kalau ketiga bahan itu juga ga bisa gw makan, bah, ribet bener... Mana gw doyan banget lagi ama susu, yoghurt, dan keju-kejuan.

Kalau ditanya, susah ga sih ga boleh makan ini itu?
Jawabannya mah, susah-susah gampang kali ya.
Selama gw sendiri yang nyari makanan sih ga ada masalah.
Ibaratnya tinggal tutup mata dan terutama hidung.
Godaan mata lebih bisa dihalau ketimbang godaan wangi masakan yang menggiurkan.
Yang jadi masalah itu kalau misal ada undangan makan-makan.
Pilihan masakan terbatas, kadang malah ga ada yang bisa gw makan (hiks).
Masalah berikutnya itu kalau gw sedang travelling.
Gw termasuk orang yang suka nyicipin masakan aneh-aneh (lidah universal, alias gw kagak picky picky soal makanan, dan ini ternyata sudah sedari balita), dengan syarat tentunya makanan tersebut ada dalam kategori safe ingredient buat gw.
Amannya sih, biasanya pas travelling gw selalu nyiapin cadangan antihistamin, buat jaga-jaga kalau ternyata bibir dower atau mata panda atau entah bakalan ada bengkak muncul di mana.

Makanya, ketika ada salah satu temen gw bercerita, ada temannya yang sedang menerapkan diet dengan semangat 45, rasanya gimana ya..
Kalau gw boleh berandai-andai, gw kadang berharap badan gw ga "semanja" ini, yang cuman bisa dikasih supply makanan terbatas. Walaupun emang sih, jadinya opsi makanan yang terbatas ini bisa dibilang cukup sehat.
Tetep aja, makan itu selain merupakan salah satu kebutuhan hidup, juga merupakan salah satu kenikmatan hidup.

Selama kondisi kesehatan memang memungkinkan, rileks lah... nikmati setiap suapan makanan sebelum makan itu dilarang :D

---- penulis tidak bertanggung jawab atas resiko yang diakibatkan makanan yang Anda makan ----