Monday, September 23, 2013

Mobil Murah? *Tepok Jidat*

Beberapa hari ini, digulirkan wacana soal mobil murah di Indonesia.

Menurut saya ini adalah ide yang amat sangat teramat super duper bodoh (biarin lebay).

Dulu kebijakan pajak mobil progresif itu dibuat untuk tujuan apa sih?
Salah satu tujuan tersiratnya kan untuk mengurangi kemacetan bukan...?

Lah sekarang, dengan wacana mobil murah, itu bukannya akan membuat orang-orang yang tadinya belum mampu membeli mobil, (mungkin) jadi mampu membeli mobil?

Lihat itu di jalan, jumlah motor yang berkeliaran sudah sedemikian banyak. Padahal sekitar 10-20 tahun yang lalu, jumlahnya tidak sebanyak itu.

Sudah rahasia umum juga kan kalau dari sekian banyak pengguna kendaraan bermotor itu, berapa banyak sih yang memang benar-benar lulus ujian SIM?
Berapa banyak juga yang sebenarnya cukup berkepala dingin untuk membawa kendaraan?
Tidak cukupkah jumlah angry drivers yang berkeliaran di jalan saat ini?

Saya bukan orang yang gampang naik darah (percayalah, menurut kenalan saya, saya orang yang sangat berdarah dingin), tapi ketika berada di jalanan Jakarta, seringkali saya sudah di ambang batas untuk mengacungkan jari tengah saya *maaf*. Yang menahan saya untuk tidak mengacungkan jari tengah hanyalah karena saya tidak mau ikutan berlaku kurang ajar juga.

Balik ke persoalan mobil murah.

Rasanya sangat sempit ketika mengukur tingkat kemakmuran penduduk Indonesia hanya dari mampu/tidaknya seseorang membeli kendaraan.
Memangnya tingkat daya beli masyarakat diukur dari mobil?
Bukannya kebutuhan pokok manusia itu Sandang, Pangan, Papan? (atau pelajaran di SD sekarang udah berubah ya? Jangan-jangan udah jadi Sandang, Pangan, Papan, handphone, mobil, dan lain sebagainya)

Saya pribadi lebih bangga jika saya bisa memiliki rumah sendiri, tidak mengontrak, ketimbang bisa membeli mobil.

Masalah lain dari mobil murah adalah soal bensin subsidi.
Sekarang aja pemerintah dah empot-empotan membiayai bensin subsidi.
Emangnya konsumsi bensin mobil murah itu sudah diperhitungkan?
Ntar ujung-ujungnya, mari kita naikkan harga bensin karena pemerintah sudah tekor APBN nya, yang secara ga langsung berarti kenaikan aneka harga barang dan jasa lain (tidaaaaaaakkkkk!)
Baca itu sebagai kenaikan harga makanan (Pangan lho), harga material rumah (Papan lho).
Yang murah terus apa dong?
Mobil?
Kagak bisa dimakan cuy...
Bisa sih dipake buat tempat tidur. Tapi mo diparkir di mana itu si mobil murah kalau ga punya rumah? Di pinggir jalan? Menuh-menuhin jalan dong ntar. Ujung-ujungnya bikin jalan ga berfungsi maksimal, macet.
Kalau jalan dah macet berat terus ngapain punya mobil? Kagak bisa dipake ke mana-mana juga toh. Daripada frustasi di jalan, ya sudah diam di rumah (kalau punya).

Saya mengerti sih memang tidak semua orang beruntung bisa mendapatkan lokasi tempat tinggal yang dekat dengan tempat aktivitas sehari-harinya.
Tapi mobil murah bukanlah solusi jangka panjang.
Sediakanlah transportasi massal yang nyaman dengan harga terjangkau.
Niscaya itu akan jauh lebih bermanfaat.


Thursday, September 19, 2013

Gelap dan Terang

Terang tidak selalu berarti aman.
Gelap tidak selalu berarti tidak aman.

Jikalau tidak ada gelap, bagaimana kamu mengetahui adanya terang?
Jikalau tidak ada terang, bagaimana kamu mengetahui adanya gelap?

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dua kalimat yang terakhir itu sesuatu yang saya peroleh ketika membaca sebuah manga Jepang, Garasu no Kamen.
Menurut saya pribadi, kedua kalimat tersebut memiliki makna yang dalam.
Kadang kita melihat sesuatu hanya dari 1 sisi saja, yaitu dari sisi yang kita anggap paling benar.
Janganlah lupa kalau sisi yang kita anggap benar itu seringkali hanyalah sesuatu berdasarkan subjektivitas pribadi kita.
Cobalah melihat dari sisi yang berbeda.







Otak Kiri? Otak Kanan?

Selama ini, gw berpikir kalau gw ini orang yang cenderung dominan otak kiri.

Why?

Soalnya dari jaman sekolah dulu sampe sekarang, gw ga ada nemu masalah dengan yang namanya angka.
Kalau kata orang-orang pun, untuk cewek, gw termasuk yang logis.
Kerjaan pun sekarang kan seorang telco engineer.

Intinya, gw berpendapat gw orang yang yang dominan otak kiri.

Sabtu kemarin, acara family gathering dari kantor membawa gw dan suami ke Trans Studio Bandung. Di dalamnya, terdapat Science Center. Salah satu fitur di Science Center adalah tes dominan otak kiri atau kanan.
Output dari tes tersebut adalah: dominan kiri, dominan kanan, seimbang cenderung kiri atau seimbang cenderung kanan.

*kalau mau iseng nyobain, cobain test ini deh..

Ternyata, jreng-jreng, gw dominan kanan (33% otak kiri, 67% otak kanan)

Reaksi pertama gw tentunya adalah menolak hal itu karena kok rasanya kagak matching ama gw ya.
Tapi setelah dipikir-pikir, hmm, mungkin perlu dilihat lebih detail...

Coba kita intip kutipan artikel di bawah ini soal left brain vs right brain.
The Right Brain
According to the left-brain, right-brain dominance theory, the right side of the brain is best at expressive and creative tasks. Some of the abilities that are popularly associated with the right side of the brain include:
  • Recognizing faces
  • Expressing emotions
  • Music
  • Reading emotions
  • Color
  • Images
  • Intuition
  • Creativity

The Left Brain
The left-side of the brain is considered to be adept at tasks that involve logic, language and analytical thinking. The left-brain is often described as being better at:
  • Language
  • Logic
  • Critical thinking
  • Numbers
  • Reasoning

Hmm, setelah berpikir, sebenarnya sih mungkin ada benarnya juga.
Walaupun saat ini gw punya title pekerjaan yang sepertinya menuntut logika, tapi mungkin memang apa yang benar-benar pingin gw lakukan bukanlah apa yang ingin gw lakukan sekarang.

Gw jauh lebih menyukai hal-hal yang berkaitan dengan kesenian.
Dari kerajinan tangan sampai seni musik, itu semua suka saya lakukan dan bisa saya nikmati. (Gw kagak mau pamer bisa ngapain aja, ntar dibilang som-se)

Bahkan saya sempat bercita-cita, kalau sudah pensiun dari jadi telco engineer, mau jadi guru musik saja ah, hehehehe...Atau mo buka toko kerajinan tangan begitu, walaupun sampai sekarang gw belum tahu pasti kerajinan tangan apa yang bisa gw kerjain secara kontinu. Atau mau jadi penulis?

Tapi bagaimana pun juga, gw tau kalau gw ga bisa banting setir semudah itu sih.
Biar hasilnya otak kanan dominan, gw yakin 1/3 otak kiri gw juga cukup kuat untuk bilang "ayo berpikirlah dengan logika".

Jadi, biarlah air mengalir saja, ntar lama-lama juga bakal keliatan bakal ke mana.