tag:blogger.com,1999:blog-64432304529779428382024-02-19T08:10:11.062-08:00B1ttersweet Choco's WorldSometimes people has to taste the bitter side of the story before they could taste the sweetnessSevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.comBlogger79125tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-20505228862925341432015-08-13T01:01:00.002-07:002015-08-13T01:01:26.609-07:00My Kitchen Story part 1: Pisau<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Sejak punya anak yang mesti makan, terpaksa yang namanya gw atau bapaknya neng O mesti rajin-rajin turun ke dapur untuk masak.<br />
Semakin sering masak, entah mengapa itu membuat gw jadi sadar kenapa dulu Mama itu demen banget beli aneka peralatan masak.<br />
Soalnya sedikit banyak, peralatan masak yang bagus itu membuat memasak itu jadi lebih ringan.<br />
<br />
Benda pertama yang waktu itu gw incar pas udah mulai sering masak adalah....<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: center;">
PISAU</blockquote>
<br />
Ah?Pisau? Emangnya ga punya pisau? Punya sih, tapi gimana juga, si pisau ini ternyata emang ada harga ada rupa. Percayalah, ketika misalnya dalam kondisi bangun kesiangan dan terpaksa harus mengolah daging beku yang baru dikeluarkan dari freezer, kalau pakai pisau yang ga tajam, yang ada frustasi motongnya. (Jangan ditiru ye, gw tau perubahan suhu makanan yang terlalu drastis itu ga bagus, tapi kadang gw lupa nurunin daging dari freezer ke chiller).<br />
Gw punya beberapa pisau, tapi pisau yang gw dah punya bertahun-tahun dan masih tajam banget itu paring knife nya Victorinox.<br />
Jadi pas gw lagi mikir mo beli Chef's knife atau Santoku knife, tentunya akhirnya yang gw lirik si Victorinox ini.<br />
Secara yang lagi promo warna yang genjreng-genjreng neon, jadi Chef's Knife dan Santoku Knife punyaku warnanya kuning dan orange neon, hihihi... Tadinya sih setengah hati mo beli pisau dengan gagang warna-warni begini, secara keliatan banget kagak 1 set. Tapi setelah membaca aneka review, daripada gw beli 1 set terus ada yang ga kepake, lebih baik membeli pisau yang emang jelas-jelas kepake saja. Jadi sekarang pisau Victorinox gw ada 4 dan semua warnanya beda, hahahaha...<br />
*mestinya ada 6, tapi gw kehilangan 2 pisau Victorinox pas lagi renovasi rumah, hiks hiks...<br />
<br />
Setelah membeli pisau, tentunya benda incaran berikutnya adalah knife block.<br />
Kenapa perlu knife block? Soalnya gw ga pede kalau make gantungan pisau model magnet. Kesannya gore banget kalau majang pisau gede-gede di tembok dapur.<br />
Sementara katanya sih, salah satu cara menjaga keawetan pisau itu adalah memiliki tempat penyimpanan pisau yang baik, tidak saling berbenturan baik antar pisau ataupun dengan peralatan masak/makan yang lain.<br />
Masalahnya adalah.... mencari knife block universal itu tidak segampang judulnya yang "universal".<br />
Hasil dari muter-muter beberapa toko offline maupun sekian toko online, gw hanya nemu knife block universal produknya IKEA.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://www.ikea.com/id/en/images/products/retratt-knife-block__38203_PE130107_S4.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="http://www.ikea.com/id/en/images/products/retratt-knife-block__38203_PE130107_S4.JPG" height="320" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="background-color: white; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 24px; font-weight: bold; letter-spacing: -1px; line-height: 30px; text-align: left;">RETRÄTT</span></td></tr>
</tbody></table>
Tampaknya kalau memang gw ga bisa nemu produk lain, maka gw akan membeli knife block ini.<br />
<br />
Kayaknya sih untuk soal pisau, cukup ini dulu. Gw masih berdilemma, apakah gw perlu membeli pengasah pisau atau tidak. Soalnya pengasah pisau jika dipergunakan secara kurang tepat malah bisa bikin pisau kurang tajam. Saran lain mengatakan, lebih baik pisau dibawa ke pengasah pisau profesional (di mana pula di Jakarta ada profesi pengasah pisau untuk koki rumahan? Hahahaha)...</div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-70439755283766230802015-07-01T20:36:00.000-07:002015-07-01T20:36:16.710-07:00Ribut-ribut soal BPJS Ketenagakerjaan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Pertama-tama.....<br />
aku tidak mau membela siapa-siapa ya....<br />
cuman mau memberikan sudut pandangku sendiri.<br />
<br />
Ketika kemarin banyak orang mulai ribut-ribut soal aturan baru BPJS yang mengatakan bahwa klaim JHT hanya bisa dilakukan setelah minimal 10 tahun kepesertaan dan kalau mau diambil utuh mesti ketika 56 tahun/ meninggal dunia/ cacat, tentunya reaksi orang-orang adalah "AH?".<br />
Selain itu, hanya bisa diambil 10% atau 30% kalau untuk perumahan.<br />
<br />
Reaksi aku sendiri sebenarnya juga "AH?".<br />
Apalagi ketika mulai beredar ajakan untuk tandatangan petisi.<br />
Tapi ya namanya aturan, tentunya ada dasarnya kan. Jadi tentunya aku mencoba mencari tahu apa sih sebenarnya aturannya.<br />
<br />
Setelah membaca sekian artikel berita, akhirnya aku menemukan kalau dasar Undang Undang yang jadi referensi adalah <b>UU no 40 tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional</b>.<br />
<br />
Pasal-pasal mengenai JHT ada di pasal 35-38.<br />
Yang menjadi bagian ribut-ributnya adalah pasal 37.<br />
<br />
Pasal 37<br />
<br />
<ol style="text-align: left;">
<li>Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat
peserta <b>memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total
tetap</b>. </li>
<li>Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh akumulasi
iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembangannya. </li>
<li>Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan <b>sebagian sampai batas
tertentu</b> setelah kepesertaan mencapai <b>minimal 10 (sepuluh) tahun</b>. </li>
<li>Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima
manfaat jaminan hari tua. </li>
<li>Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah. </li>
</ol>
<div>
Supaya lebih lengkap, di bagian bawah Undang-Undang, ada juga penjelasannya di bawah dokumen Undang-Undang nya:</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pasal 37 </div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li>Ayat (1)
Cukup jelas </li>
<li>Ayat (2)
Pemerintah menjamin terselenggaranya pengembangan dana jaminan hari tua sesuai
dengan prinsip kehati-hatian <i>minimal setara tingkat suku bunga deposito bank
Pemerintah jangka waktu satu tahun</i> sehingga peserta memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. </li>
<li>Ayat (3)
<b>Sebagian jaminan hari tua dapat dibayarkan</b> untuk membantu peserta mempersiapkan diri
memasuki masa pensiun. </li>
<li>Ayat (4)
Cukup jelas </li>
<li>Ayat (5)
Cukup jelas</li>
</ul>
<div>
Poin-poin yang aku tebalin itu yang ternyata jadi dasar untuk munculnya perubahan aturan BPJS itu.</div>
</div>
<div>
Poin yang aku garis miringkan itu untuk dibahas ntar selanjutnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pertanyaan selanjutnya, wow, itu undang-undang ternyata sudah ada dari tahun 2004 ya? Kenapa baru ribut-ributnya sekarang di tahun 2015 ya?</div>
<div>
Nah pas tahun 2004 itu belum ada yang namanya BPJS. Adanya Jamsostek dan beberapa badan lain.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Di penjelasan undang-undang disebutkan:</div>
<blockquote class="tr_bq">
Dalam Undang-Undang ini diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua,
dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk melalui iuran wajib pekerja. Programprogram
jaminan sosial tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Undang-Undang ini adalah
<i><b>transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan
dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru</b></i> sesuai dengan dinamika
perkembagan jaminan sosial.</blockquote>
Pasal 52 ayat 2 berbunyi<br />
<blockquote class="tr_bq">
Semua ketentuan yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Undang-Undang ini
<b>paling lambat 5 (lima) tahun</b> sejak Undang-Undang ini diundangkan. </blockquote>
Kenyataannya adalah undang undang mengenai BPJS sendiri baru muncul di tahun 2011 yaitu di <b>UU no 24 tahun 2011 mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. </b>Alias 7 tahun sejak tahun 2004.<br />
<b><br /></b>
Yang berkaitan dengan pembentukan BPJS Ketenagakerjaan ada di pasal 5 dan 6.<br />
Pasal 5<br />
<br />
<ol style="text-align: left;">
<li>Berdasarkan Undang-Undang ini <b>dibentuk BPJS</b>. </li>
<li>BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: </li>
</ol>
<ul style="text-align: left;">
<li>BPJS Kesehatan</li>
<li><b>BPJS Ketenagakerjaan</b> </li>
</ul>
<div>
Pasal 6</div>
<div>
<ol style="text-align: left;">
<li>BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) huruf a menyelenggarakan
program jaminan kesehatan.</li>
<li>BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b menyelenggarakan
program:</li>
</ol>
<ul style="text-align: left;">
<li><b>jaminan kecelakaan kerja;</b></li>
<li><b>jaminan hari tua; </b></li>
<li><b>jaminan pensiun;</b></li>
<li><b>jaminan kematian. </b></li>
</ul>
<div>
Disebutkan juga soal salah satu kewajiban BPJS di </div>
<div>
Pasal 13 huruf e.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>memberikan informasi kepada Peserta mengenai
hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang
berlaku; </i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
Balik lagi ke pertanyaan sebelumnya. Lho kalau sudah ada segitu lama, kenapa baru muncul ribut-ributnya sekarang?</div>
<div>
Simpel, karena BPJS Ketenagakerjaan sendiri baru resmi beroperasi 1 Juli 2015 kemarin, makanya aturan yang sudah disebutkan di Undang-undang dari jaman baheula itu baru diterapkan mulai 1 Juli 2015 ini.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kesalahan mendasar yang pertama terjadi adalah pembuat undang-undang tidak mensosialisasikan hal tersebut sampai dengan akhirnya aturannya benar-benar berlaku. Soalnya jujur saja, berapa banyak sih warga negara yang tahu dengan isi undang-undang negara ini sampai itu benar-benar berlaku?Aku pun baru mengulik-ulik isi UU nya sejak ada ribut-ribut ini.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Celah yang sebenarnya masih bisa diotak-atik adalah pasal 37 ayat 3.</div>
<div>
Di situ tidak disebutkan secara pasti angka 10% dan 30% nya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kalau untuk minimal kepesertaan 10 tahun, itu sudah jelas disebutkan. Sayangnya, para pembuat Undang-undang lupa memberikan penjelasan lebih lanjut mengapa angka 10 tahun itu yang ditetapkan.</div>
<div>
Ketika mereka mencantumkan angka 15 tahun untuk masalah Jaminan Pensiun, di Undang-undang dijelaskan mengapa mereka perlu 15 tahun.</div>
<div>
(<i>Ketentuan 15 (lima belas) tahun diperlukan agar ada kecukupan dari akumulasi dana
untuk memberi jaminan pensiun sampai jangka waktu yang ditetapkan dalam bentuk
Undang-Undang ini.</i>)</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ngomong-ngomong, ada yang bertanya tidak sih siapa yang bikin aturannya?</div>
<div>
Namanya Undang-Undang itu yang membuat Pemerintah dan .... DPR. (masih ingat pelajaran sekolah kan?)</div>
<div>
Jadi ga cuman pemerintah sendiri lho, ada DPR juga..</div>
<div>
Jadi buat yang bikin petisi, itu kayaknya alamat penerimanya mesti ditambahin juga lho... Jangan lupa DPR. -> ada kecenderungan orang-orang sukanya menyalahkan lembaga tinggi negara yang judulnya Presiden alias eksekutif, padahal lembaga tinggi negara itu ga cuman Presiden lho, masih ada yang lain seperti legislatif, yudikatif....</div>
<div>
Coba dicek dulu adakah peranan lembaga tinggi yang lain yang juga ada peranannya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Menurut pendapatku pribadi sih, ini hal-hal yang perlu dikritisi:</div>
<div>
<ol style="text-align: left;">
<li>Sejak dari tahun 2004 ke 2011 ke 2015, mana sosialisasinya?</li>
<li>Untuk poin 10 tahun, minimal berikan penjelasan mengapa angkanya diubah dari 5 tahun menjadi 10 tahun.</li>
<li>Untuk angka 10% dan 30%, dari mana keluar angkanya segitu, secara di undang-undang tidak disebutkan secara spesifik.</li>
<li>Aturan Jaminan Hari Tua yang disebutkan di undang-undang ini lebih cocok ditujukan bagi orang-orang yang kerja secara berkesinambungan hingga memasuki usia pensiun. Tapi tidak memberikan kejelasan yang cukup bagi orang-orang yang tidak bekerja hingga memasuki masa pensiun. Ketika seseorang sudah tidak bekerja karena entah pensiun dini atau diberhentikan, semestinya ada pilihan untuk mencairkan dana jaminan hari tua nya, baik sebagian atau pun seluruhnya. Toh disebutkan di bagian penjelasan bahwa dana dapat dicairkan sebagian untuk persiapan memasuki masa pensiun, semestinya peserta berhak juga untuk bisa menentukan juga seberapa besaran dana yang ingin dia ambil untuk diolah sendiri. Ini hal yang penting karena saat ini rakyat belum cukup percaya pada pemerintah bahwa besarnya pengembangan yang diberikan BPJS akan dapat mengimbangi nilai inflasi. Walaupun ada jaminan bahwa minimal pengembangan yang akan diperoleh akan minimal sama dengan bunga deposito bank pemerintah, tapi itu tetap belum menjamin nilai uangnya.</li>
</ol>
<div>
<br /></div>
</div>
<div>
Hmm... untuk saat ini sih baru ini saja yang kepikiran olehku..</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<br />
<br />
<br />
<div>
<br /></div>
<br />
<br />
<div>
<br /></div>
</div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-49166024935734762292015-03-24T06:38:00.001-07:002015-03-24T06:38:37.582-07:00Firasat?<div xmlns='http://www.w3.org/1999/xhtml'>Pertama-tama ya, gw ini bukan orang yang 'berkemampuan'.<br/>
Titik.<br/>
Nol besar.<br/>
Gw hanya manusia biasa, normal, tanpa indra keenam atau pun aneka embel-embel lain.<br/>
<br/>
Tapi, itu semua bukan berarti gw ga bisa dapat firasat ya...<br/>
<br/>
Awalnya kita mulai dari yang bikin senyam senyum dulu..<br/>
Entah mengapa, dari siang hari gw pingin banget jajan sesuatu... Tepatnya, kue cubit green tea setengah matang..<br/>
Si kue cubit ini, ga gampang lho nemunya (buat gw)..Tapi dari jam 5 sore tadi, gw bilang ke suami gw 'Kamu tau ga klo kadang ada tukang kue cubit green tea lewat depan rumah di jam pulang kantor kita?'<br/>
Percaya atau tidak, tadi pas benar-benar baru sampai di rumah, benaran tukang kue cubit lewat!<br/>
<br/>
Sungguh, Tuhan Maha Mengetahui kalau ada hamba-Nya yang lapar :)<br/>
Suami gw sampai bilang 'Mestakung tukang kue cubit' ^^!<br/>
<br/>
Beranjak ke cerita berikutnya yang lebih suram...<br/>
Sekitar 10 tahun yang lalu, gw pernah bermimpi jelek.<br/>
Tepatnya, gw memimpikan menaiki suatu pesawat dan ternyata pesawat itu jatuh.<br/>
Yang membuat gw stress sendiri ketika gw terbangun adalah gw masih bisa mengingat apa rutenya..<br/>
Semakin shock adalah ketika beberapa hari kemudian, ternyata hal itu memang kejadian, dengan rute yang sama persis.<br/>
Sulit dipercaya?<br/>
<br/>
Bagaimana jika gw bilang hal itu terjadi lagi?<br/>
Beberapa hari kemarin, gw memimpikan 2 hal yang aneh.<br/>
Yang pertama berkaitan dengan nama seseorang yang bisa dikatakan cukup terkenal.<br/>
Yang kedua berkaitan dengan pesawat jatuh (lagi).<br/>
<br/>
Yang pertama, tidak gw ceritakan ke suami gw, karena gw menganggap, itu mimpi yang aneh secara biarpun itu orang yang tersohor, tapi apa hubungannya coba.<br/>
<br/>
Yang kedua, karena berkaitan dengan pesawat jatuh, pas kebangun tengah malam, gw langsung ngomong ke suami gw 'Aku mimpi ada pesawat jatuh'. <br/>
Ceritanya sih, gw berharap dengan gw mengatakan itu keras-keras, gw membuat hal itu terdengar konyol dan 'mematahkan' firasat.<br/>
<br/>
Tapi, gw mulai merasa ada yang aneh pas kemarin gw baca berita dan ternyata malah mimpi pertama menunjukkan wujudnya.<br/>
Gw cuman berharap mimpi yang kedua tidak ikut-ikutan menjadi kenyataan.<br/>
Dan ternyata, sirnalah harapan itu...<br/>
Malam ini gw membaca berita, dan ternyata mimpi itu kembali menjadi kenyataan. :(<br/>
<br/>
*sekali lagi, gw bukan cenayang...<br/>
<br/>
Malam ini, gw akan sulit untuk tidur... <br/>
<strike>------------------------------------------------------------------</strike><br/>
<br/>
24 Maret 2015<br/><p style='font-size: xx-small' align='right'>posted from <a href='https://market.android.com/details?id=pl.przemelek.android.blogger'>Bloggeroid</a></p></div>Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-6615814584948149832015-01-08T00:23:00.002-08:002015-02-06T18:29:19.124-08:00Hotel La Hasienda, Kupang<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
When I received the invitation of <a href="http://b1ttersweetchoco.blogspot.com/2014/08/attending-timor-wedding.html">my friend's wedding</a> in Kupang, the second thing that popped out in my head is "Where will I stay?" (Of course the first thing is the plane ticket).<br />
<br />
I found La Hasienda in TripAdvisor.<br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh926pLiLgcUCgKX_Car8XR86n78ejs7RORfMOfaqBk9ho7GxXJyO-gBkuOfkagxTA2fbngX6untnkkv8dFs9pllWHk4eZeLyh9T-ACx4ss1hCEfZmq05V9ZnYEz_pWVb9jxFAuAvG7JtM/s1600/IMG_3994.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh926pLiLgcUCgKX_Car8XR86n78ejs7RORfMOfaqBk9ho7GxXJyO-gBkuOfkagxTA2fbngX6untnkkv8dFs9pllWHk4eZeLyh9T-ACx4ss1hCEfZmq05V9ZnYEz_pWVb9jxFAuAvG7JtM/s1600/IMG_3994.JPG" height="320" width="238" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">me in the front of La Hasienda</td></tr>
</tbody></table>
My husband is a little picky about hotel cleanliness, so the reviews mentioned in TripAdvisor had been already a good point. For myself, I'm always try to look for a different atmosphere, so i usually try to avoid business hotel. La Hasienda could meet our expectation.<br />
<br />
Michael, the owner himself picked up us from the airport. We even had a couple times for chit chat with him during our stay there.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4Ve95ayFD80c90Nm_0gD-crhUBFyP0XADrgxAo2zMz-Rr2NDOHxEH2netYW-1d3GUP_kBGWTqzKbs0U0mfsiHdB8NxxP1X9AmLGAc7D4_3qGlnlcnJUy_3sWYTayUvTDITRSKpTFx0cg/s1600/1357169__1UABnjbTiHOCrLRFNwfTGIdPgIFKWryND9CS96n3lM.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4Ve95ayFD80c90Nm_0gD-crhUBFyP0XADrgxAo2zMz-Rr2NDOHxEH2netYW-1d3GUP_kBGWTqzKbs0U0mfsiHdB8NxxP1X9AmLGAc7D4_3qGlnlcnJUy_3sWYTayUvTDITRSKpTFx0cg/s1600/1357169__1UABnjbTiHOCrLRFNwfTGIdPgIFKWryND9CS96n3lM.jpg" height="240" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">this is the view from the balcony in the front of my room</td></tr>
</tbody></table>
We also like the decoration. It's not common to see mexican style here (hey, it's Kupang!) especially during this minimalist era (something that I always think as lack of personality). The bright orange color and the mozaic will surely attract you.<br />
The bedroom and bathroom are very clean. Fluffy towels are available.<br />
What do I also like is the strict non smoking policy in the room and at the public area like breakfast area. Since I was pregnant during my stay there, I felt very comfortable with this policy.<br />
<br />
La Hasienda also has a rooftop area at the 4th floor. According to Michael, it would be a rooftop restaurant (not yet ready during our stay). You could see panoramic view of the hill and to the sea. The view is nice.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFU5-fikz4ykEcnBox31v5d9eydKlWCsUPBm8wm5uLTgZc4HIAGWQdolwYSon9zIbJDZI5458lhKDRl7LuIbATQ2OX04xMibenMz9rKT0lygLyoAZzhYZOrbaHc0Th2tFVbJyyScgDmxw/s1600/DSC03048.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFU5-fikz4ykEcnBox31v5d9eydKlWCsUPBm8wm5uLTgZc4HIAGWQdolwYSon9zIbJDZI5458lhKDRl7LuIbATQ2OX04xMibenMz9rKT0lygLyoAZzhYZOrbaHc0Th2tFVbJyyScgDmxw/s1600/DSC03048.JPG" height="480" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Rooftop area of La Hasienda, you could see the sea in the horizon</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<br />
Power outage is still a problem at Kupang, and unfortunately they haven't had a generator yet, but it has been already on their list to be included in their service.<br />
For the food, we tried macaroni goulash (40k IDR) and ikan goreng/ fried fish (20k). Delicious food and the price is quite reasonable.<br />
Overall, if I have another opportunity to visit Kupang again in the future, I'll definitely stay here again.<br />
<br />
<br />
<i>disclaimer</i>: I visited La Hasienda at October 2013, pardon me if something has been updated.</div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-23173936780410781132015-01-07T20:15:00.002-08:002015-01-14T01:57:22.235-08:00Blitar - Kota Putra Sang Fajar<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: left;" xmlns="http://www.w3.org/1999/xhtml">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
Since elementary school, what I know about Blitar is only limited as the city where Soekarno, the first president of Indonesia, was born. <br />
My father-in-law is from Blitar. So, like other Indonesian, I know that I have some obligation to visit Blitar for ziarah and visiting relatives.<br />
<br />
As usual, before the trip I did some research for potential place to be visited. <br />
This is very important since we were travelling with baby O (she's nearly 11 months old) and my parents-in-law.<br />
My very short list consists of:<br />
- Tugu Sri Lestari Hotel<br />
- Kampung Coklat<br />
<br />
That's all. I was very interested with Rambut Monte temple and Pantai Tambakrejo, but realizing that we have to travel in a very limited time, I thought that I had to keep everything as simple as possible to evade dissapointment. If we could visit other places, it would be as a nice bonus.<br />
<br />
We departed from Singosari at Monday morning. My father-in-law suggested us to take the alternative road since it was still in the morning and the weather seemed nice.<br />
If the weather is nice and you are not in a rush, the view is very beautiful to be enjoyed.<br />
But if the weather isn't nice, I don't suggest you to take this road, since landslide could happen there.<br />
The alternative road is via Batu-Pujon-Coban Rondo-Bendungan Selorejo-Krissik-Tulungredjo.<br />
<div>
<br /></div>
<div>
While in the journey, we passed Rambut Monte (!), but we couldn't stop there since it was raining.</div>
<div>
It is approximately 40 km to Blitar.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Our first stop in Blitar is Warung Ayam Bakar Bu Mamik. </div>
<div>
It was under renovation, but they were still open.</div>
<div>
You could order ayam bakar (grilled chicken), gurami bakar (grilled fish), etc.</div>
<div>
The price is in the middle range for Jakarta's people. (we spent 175k IDR for 4 adults)</div>
<div>
<br /></div>
<div>
The second stop is of course Hotel Tugu Sri Lestari. For Hotel Tugu, I'll write in another post separately.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-iu5nKN4t0X3Q7_66KhcFWN_vJJy_Y2LSsNFPDx7-VVyOA8W27wFoBH_1yw78m-uDeBkdllhud8AQk2ZLe_NiPi0HvKqfU2Oh5oQOlGjdMWzGtEAS9O-vRILFBZpaAnCS3rnoVdZdKTs/s1600/IMG-20150108-WA0001.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-iu5nKN4t0X3Q7_66KhcFWN_vJJy_Y2LSsNFPDx7-VVyOA8W27wFoBH_1yw78m-uDeBkdllhud8AQk2ZLe_NiPi0HvKqfU2Oh5oQOlGjdMWzGtEAS9O-vRILFBZpaAnCS3rnoVdZdKTs/s1600/IMG-20150108-WA0001.jpg" height="320" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">In the front fo Hotel Tugu Sri Lestari</td></tr>
</tbody></table>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Once in Blitar, you could see two common attributes used for decoration.</div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li>Merah-Putih (Red-White)</li>
<ul>
<li>Blitar is known as the city where PETA (Pembela Tanah Air) under Soepriyadi's command did their first rebellion against Japanese on 14 February 1945. This rebellion inspired the other PETA's rebellion in other region. During this action, the Merah-Putih flag was raised for the first time in Indonesia. More detailed information could be found in <a href="http://wisatadanbudaya.blogspot.com/2009/11/sejarah-kota-blitar.html">this link</a> (source: wisatadanbudaya.blogspot.com , in Bahasa)</li>
</ul>
</ul>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_QGCi-7tn39GYKdLqg8LqsRn1oiD1rhkairxSrolLjbM8pRV4Kaj022z2wpK1CjgsA3IOvhDnUn-7_T4c_iqksHdL-HiwHYbWPJVYvSxG1rHv9EdI41b9ck4Bdt-SRnXFRulTecmjc58/w383-h510-no/IMG_20141223_063739.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_QGCi-7tn39GYKdLqg8LqsRn1oiD1rhkairxSrolLjbM8pRV4Kaj022z2wpK1CjgsA3IOvhDnUn-7_T4c_iqksHdL-HiwHYbWPJVYvSxG1rHv9EdI41b9ck4Bdt-SRnXFRulTecmjc58/w383-h510-no/IMG_20141223_063739.jpg" height="320" width="238" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Soepriyadi's statue in the frontyard of Pendapa Rangga Hadinegara (north side of Alun-alun)</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<br /></div>
<ul style="text-align: left;">
<li>Ikan Koi</li>
<ul>
<li>Koi fish breeding is common to be found in Blitar, that's why Blitar is also known as The City of Koi. Koi fish is also the symbol of the ability to attain the highest goal.</li>
</ul>
</ul>
</div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-left: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEdKbdv667wxE1ju7kGfvLsxYqRnOIDaA9wYtfah9OKBI_VgvTrUJeGTPjRXuhJ8EJFCurB9uV4GhdWOu35nZmtfkdTaXosHarrWCi9kjZqzfcnnoz0RB30vPygoAjAmmDga4aup-jpS8/s197-p-no/" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEdKbdv667wxE1ju7kGfvLsxYqRnOIDaA9wYtfah9OKBI_VgvTrUJeGTPjRXuhJ8EJFCurB9uV4GhdWOu35nZmtfkdTaXosHarrWCi9kjZqzfcnnoz0RB30vPygoAjAmmDga4aup-jpS8/s197-p-no/" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Koi in Alun-Alun as Beringin tree pedestal</td></tr>
</tbody></table>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-left: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYx_oNzM3kKyk0HwA6pYYq7r7cqof6YplMwYyRneZXGq8-dt7QyHgTYIncNHCiZ8LcUc_IQQBXY8j-1kuB7J9u5m50MtoxTksiHD5o0veknMKy5ZrP3Oy39xtCI0nuXBh6FaYbjR2by2o/s197-p-no/" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYx_oNzM3kKyk0HwA6pYYq7r7cqof6YplMwYyRneZXGq8-dt7QyHgTYIncNHCiZ8LcUc_IQQBXY8j-1kuB7J9u5m50MtoxTksiHD5o0veknMKy5ZrP3Oy39xtCI0nuXBh6FaYbjR2by2o/s197-p-no/" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Koi as a decoration element at Blitar's pedestrian</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Inside the city, Blitar's alun-alun is well maintained.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Around the grass area, the government provide fitness and gym facilities.</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1TWu4RPSIk-ZGs2wpMtokOdNl7tpcxtYeGcGk1ftymyss-6bHqmlqTu67IKYRsbvGhcwiqmt4wuJz5IAKmfcgre1z8shmgUQzBZ0vTnxauD6rxye9b9Zf8gMeJrWRDNRl1uWThTGSAZs/w680-h510-no/IMG_20141223_064439.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1TWu4RPSIk-ZGs2wpMtokOdNl7tpcxtYeGcGk1ftymyss-6bHqmlqTu67IKYRsbvGhcwiqmt4wuJz5IAKmfcgre1z8shmgUQzBZ0vTnxauD6rxye9b9Zf8gMeJrWRDNRl1uWThTGSAZs/w680-h510-no/IMG_20141223_064439.jpg" height="240" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Fitness and gym facilities around the alun-alun</td></tr>
</tbody></table>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVfm-1gBkG2cVmPrai9V65PfcluZtrYIk88h7Mf8mm4T4XqFwb-aO2eSByJ3IaIK0bsLDM1dFyX_Wug1Fhe59ZbciaHgUuKmdkO5Q9AtYmnKDw7I35PnoUmQwJR1LP4lk8EzkY-FScFb0/w680-h510-no/1419567298668.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVfm-1gBkG2cVmPrai9V65PfcluZtrYIk88h7Mf8mm4T4XqFwb-aO2eSByJ3IaIK0bsLDM1dFyX_Wug1Fhe59ZbciaHgUuKmdkO5Q9AtYmnKDw7I35PnoUmQwJR1LP4lk8EzkY-FScFb0/w680-h510-no/1419567298668.jpeg" height="240" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Playing football in the alun-alun</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
The area and the surrounding is very clean.</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5oomlNZ8TrFuOvFpljU1a3UoPCKmMhOaW7yqwDDN7VnbbmJAyyWKc1vDoA2P1fD9O1ALq2WHnerU4QjiXqDY2OaZzV_VdcM34XF_ejxP2-_i4g_XJTjVM-2S5QUWUs6FM19hOsJQiNUA/w383-h510-no/IMG_20141223_061615.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5oomlNZ8TrFuOvFpljU1a3UoPCKmMhOaW7yqwDDN7VnbbmJAyyWKc1vDoA2P1fD9O1ALq2WHnerU4QjiXqDY2OaZzV_VdcM34XF_ejxP2-_i4g_XJTjVM-2S5QUWUs6FM19hOsJQiNUA/w383-h510-no/IMG_20141223_061615.jpg" height="320" width="238" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption">Jalan Merdeka area in the morning</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
If you like old styles bread, you could buy bread at Perusahan Roti Orion (Jl. Merdeka no 113). It is famous for its Roti Semir.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg42klrU2fZWH0ZZFM6cupRoExokqlUhOzAEDl4O_U1wZ6Ol9rNg5Z9Lt-pyWD-MHryH35ag8ml0hwjDt5fV7bjAcuDNGi2iH7pIv6e6Ubt_ffqtrNxeF_FyoqxzdK98owOzl2st_wIk9M/s197-p-no/" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg42klrU2fZWH0ZZFM6cupRoExokqlUhOzAEDl4O_U1wZ6Ol9rNg5Z9Lt-pyWD-MHryH35ag8ml0hwjDt5fV7bjAcuDNGi2iH7pIv6e6Ubt_ffqtrNxeF_FyoqxzdK98owOzl2st_wIk9M/s197-p-no/" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Orion</td></tr>
</tbody></table>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-eKY9-tjklRc3nTPQYmVc-FSsUR-xZZCwQIEkFvZu-M_aNfGsXg6rGquRWkXUwcL0rQrvegFqhXZUNPZn3fE6m8LbuzY4TH7tf1BqHAxetR-Jds0a9kR2PYak_17cc-kMDjMqhIH_MOg/s197-p-no/" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-eKY9-tjklRc3nTPQYmVc-FSsUR-xZZCwQIEkFvZu-M_aNfGsXg6rGquRWkXUwcL0rQrvegFqhXZUNPZn3fE6m8LbuzY4TH7tf1BqHAxetR-Jds0a9kR2PYak_17cc-kMDjMqhIH_MOg/s197-p-no/" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Roti Semir</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<br />
After the morning breakfast, me and my family went to:<br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li><a href="http://perpusbungkarno.pnri.go.id/">Museum dan Perpustakaan Bung Karno (Museum and Library of Bung Karno)</a>: this is actually a complex area consisting of a museum, library and the Bung Karno and his parents's tomb. The area itself is well maintained, but sadly some "pedagang asongan" is sitting around. </li>
</ul>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVR0qw7yf0yIz6FtyZESqC0YdCdR_ZFrL45Ap5JeNnWab9nNwYpiCVGrZZHxiMgtEriYdECPeDJjupjjbSRSHTR68z1QDwFDYjX2NC3FEOcGz52yuNIO2IiAaivIM-0lRrWLv39FmOgUI/w415-h553-no/IMG_20141223_092007.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVR0qw7yf0yIz6FtyZESqC0YdCdR_ZFrL45Ap5JeNnWab9nNwYpiCVGrZZHxiMgtEriYdECPeDJjupjjbSRSHTR68z1QDwFDYjX2NC3FEOcGz52yuNIO2IiAaivIM-0lRrWLv39FmOgUI/w415-h553-no/IMG_20141223_092007.jpg" height="320" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bung Karno's Statue in the middle of alley</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-left: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBAIhn-pBDsCcJpFbERzKWuasInceqggvTHHcAi6gTH6lIyCfz8GPiLAiSEUdMJysnhtZAKmud5oitHNnW4SAYrXcmCSgMJ0QXkoJ2oCQd6KCztN7ebzcwDmfyjoETb4h4X9wADRHZn8E/s197-p-no/" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBAIhn-pBDsCcJpFbERzKWuasInceqggvTHHcAi6gTH6lIyCfz8GPiLAiSEUdMJysnhtZAKmud5oitHNnW4SAYrXcmCSgMJ0QXkoJ2oCQd6KCztN7ebzcwDmfyjoETb4h4X9wADRHZn8E/s197-p-no/" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">The way along to the tomb</td></tr>
</tbody></table>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgn2kquMhlodOoPufuMF3jCZykke2zQXzw2MMWk84f54EknSA_O-XqaDcGbPCARAe7Hc1cqcfUEWg4FqlWXwzODJT0ja3pktgIWV8FCcMdG6pJ-SIgG6bJmG0BtRQbSxJo3rpinBtCQP_Q/s197-p-no/" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgn2kquMhlodOoPufuMF3jCZykke2zQXzw2MMWk84f54EknSA_O-XqaDcGbPCARAe7Hc1cqcfUEWg4FqlWXwzODJT0ja3pktgIWV8FCcMdG6pJ-SIgG6bJmG0BtRQbSxJo3rpinBtCQP_Q/s197-p-no/" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Tombs area</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<br /></div>
<ul style="text-align: left;"><ul>
<li>Tips: </li>
<ul>
<li>there is no entrance fee, but if you signed the attendance list, the guarding will tell you to donate some money (the amount is up to you, it will be used for maintenance).</li>
<li>If you don't want to "nyekar" (honoring Bung Karno and his parents), you don't need to buy flower. Flower's seller could be a little bit pushy in the surrounding area.</li>
<li>parking fee (not official): 10000 IDR/car</li>
</ul>
</ul>
</ul>
<div>
<br /></div>
<ul style="text-align: left;">
<li><a href="https://foursquare.com/v/candi-penataran/4bfdd9782b83b713e8cba998">Candi Penataran</a></li>
</ul>
<ul style="text-align: left;"><ul>
<li>located in countryside of Penataran, District Ngelegok, Sub Province Blitar, complex of Candi Penataran is first reported in History Java by Raffles. It is mentioned that in the year 1815 Dr Horsfield find a Hindu temple ruins in Penataran. From the remaining structure and artefact found in the temple area, it is found that the building development happen in several steps during a long period. The estimation is that the it was built during the 12th century until 15th century (since the Kediri's era, followed by the Singasari's era and finished in Majapahit's era). According to Prasasti Palah, this temple is used as ritual sites. Raja Srengga (one of Kediri's king) often did his ritual here. Candi Penataran (Palah) is also mentioned in Negarakertagama as Dharma Ipas (a site for Rsi Satwa-Sugata, built as holy ritual site). <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgW3W5VogabqZcbUGjQdgv-lC0vnENFKMKEmvx4FTWPE0aQWhfmq8NZb1wxsvzPpvZMzeJELsVz5zMGief01DzuhtccbprljSkBpmlK74iEJxD0vVAm0lbPLo7l_hBZ4VLkdK-Pgbp9PfU/w415-h553-no/IMG_20141223_104030.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgW3W5VogabqZcbUGjQdgv-lC0vnENFKMKEmvx4FTWPE0aQWhfmq8NZb1wxsvzPpvZMzeJELsVz5zMGief01DzuhtccbprljSkBpmlK74iEJxD0vVAm0lbPLo7l_hBZ4VLkdK-Pgbp9PfU/w415-h553-no/IMG_20141223_104030.jpg" height="320" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Candi Penataran panoramic view from the main temple</td></tr>
</tbody></table>
Tips: </li>
<ul>
<li>Bring an umbrella! The sun is very bright and since there is no tree,you can feel the sun on the top on your head. Umbrella rental is available there, but I don't know exactly how much is the fee.</li>
<li>The official entrance fee is 5000 IDR/car (the officer will ask you whether you are just passing through or going to Candi Penataran, so the fee will depend on the your honesty)</li>
<li>Like in Museum and Perpustakaan Bung Karno, if you sign the attendance list, you will be asked to donate some money. The amount is up to you, and it will be used for maintenance. </li>
</ul>
</ul>
</ul>
<div>
<br /></div>
<ul style="text-align: left;">
<li><a href="https://foursquare.com/v/kampung-coklat/53994b93498ee8946de8305b">Kampung Coklat</a>: </li>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-left: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRj1ds5HkFkd6z-e9UOSTsh8iCd9ADUoC-rS962gGXZ8hghW1qU8JRi53Qy9vdz3TZ2oJwT0XhXo8-BSOmKDJJR5O42f9BFt4kajmQsVAhxDW6NlEiDlvLx-hDqckQvC7PHdYmy4ADBs8/w415-h553-no/IMG_20141223_140244.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRj1ds5HkFkd6z-e9UOSTsh8iCd9ADUoC-rS962gGXZ8hghW1qU8JRi53Qy9vdz3TZ2oJwT0XhXo8-BSOmKDJJR5O42f9BFt4kajmQsVAhxDW6NlEiDlvLx-hDqckQvC7PHdYmy4ADBs8/w415-h553-no/IMG_20141223_140244.jpg" height="320" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">In the entrance area, you could see bag containing fermented cacao</td></tr>
</tbody></table>
<ul>
<li>This is an educational recreation sites. The owner is the leader of Paguyuban Santoso (that's why their chocolate product's name is GusSant, an acronym from Paguyuban Santoso). Paguyuban Santoso is a fair trade organization for cacao plantation across Blitar area. This organization buy fermented cacao from the local farmers around Blitar. From my father-in-law's friend (he is a cacao farmer), we got information that this organization are willing to buy 1000-2000 IDR higher than the local average price. Of course, they follow the SNI (Standar Nasional Indonesia) for the acceptance. The standard of cacao grading mention about the humidity (max 8%), fungi (max 5%), number of cacao per 100 gr (110 cacao seeds/100 gr or minimal grade B), others material (max 4%). Kampung Coklat was built to promote knowledge about cacao plantation. In the area, you could see how to produce chocolate and of course you could also buy their product. Unfortunately, I couldn't meet the owner since he was out on business trip.</li>
</ul>
</ul>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-left: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXBvWBsHk3Ov3jWPT3zCYQI_MkJycGW6AfYoN5dpqa0Ba_TjjWmSIsEsZRcTmH5D47CEL5MJUbLXZ8IpIcjDG_gghFCp5LXUoVrf_xa5HULfarRjR88uZtz3bS3mj6Oj7rM6DDZdiHOtA/s197-p-no/" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXBvWBsHk3Ov3jWPT3zCYQI_MkJycGW6AfYoN5dpqa0Ba_TjjWmSIsEsZRcTmH5D47CEL5MJUbLXZ8IpIcjDG_gghFCp5LXUoVrf_xa5HULfarRjR88uZtz3bS3mj6Oj7rM6DDZdiHOtA/s197-p-no/" height="200" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Cacao's nursery</td></tr>
</tbody></table>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMQRnVQoMfe5uOCEqk5a_MVGcN1qIkYdq96_5kDtbq0wkEcWM1ZpDFKQiZd1aIpGZixDwXz13bkn8gOukHD-zvcv36FNhjIgLMN-YIROWUM5Wmbzwxrzre3CyJqVT8cgyG5C5C3qTtS6g/s197-p-no/" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMQRnVQoMfe5uOCEqk5a_MVGcN1qIkYdq96_5kDtbq0wkEcWM1ZpDFKQiZd1aIpGZixDwXz13bkn8gOukHD-zvcv36FNhjIgLMN-YIROWUM5Wmbzwxrzre3CyJqVT8cgyG5C5C3qTtS6g/s197-p-no/" height="200" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Drying fermented Cacao</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<br /></div>
<ul style="text-align: left;"><ul>
<li>If you are a dark chocolate's lover (like me), you could try dark chocolate ranging from 67%, 80%, 90%, even 100%. Milk chocolate is also available, but it's a little bit too sweet for me. When I paid, I was surprised that the cashier ask me if I'd already tried their sample since it is not common for local people to buy the 100% variant. </li>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdgvUoagJNUHE7RHHlh1SjMgL2ovcJDsHj-1WOmlAbPFvB0gl36SfcPgJeCpfbe65Vce3RmMIy5XYb5ivSIqyQWFPww65cgjbb6wnslznlW5aR1chyphenhyphenWQYBWq7aPfOXX2KswuwGsP-mnhs/s553-no/IMG_20141224_095025.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdgvUoagJNUHE7RHHlh1SjMgL2ovcJDsHj-1WOmlAbPFvB0gl36SfcPgJeCpfbe65Vce3RmMIy5XYb5ivSIqyQWFPww65cgjbb6wnslznlW5aR1chyphenhyphenWQYBWq7aPfOXX2KswuwGsP-mnhs/s553-no/IMG_20141224_095025.jpg" height="320" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Blitar's Chocolate Products: GuSant, LaChoco, Gloria, Pinonika, and fresh cacao from the plant</td></tr>
</tbody></table>
<br /><ul>
<li>Tips: </li>
<ul>
<li>If you are interesting in cacao production, this place offers training. For further information please contact: </li>
<li>Entrance fee: 5000 IDR/person</li>
</ul>
</ul>
</ul>
</ul>
For culinary info, you could refer to this <a href="http://b1ttersweetchoco.blogspot.com/2015/01/i-ate-mollusk-so-many-times.html">post</a>.<br />
<br />
Other than those places, I also want to share you something for thought.<br />
<br />
I haven't explained why Blitar is also known as<i> Kota Putra Sang Fajar</i>.<br />
For Indonesian, Blitar is known as the city where Soekarno was born.<br />
Based on a Javanese belief, a person who was born during the sunrise has a predefined future. Since Soekarno was born during sunrise in the beginning of a new century (he was born on 1901), people said that he was born as a people who will bring change.<br />
<br />
Anywhere you go around Blitar, you could easily find the spirit of "Merah Putih". The spirit of Merah Putih in my own term is the spirit to fight for a better life, not only for your own, but maybe also for the people around you.<br />
<br />
In Jakarta, I often see beggar in the street. Sometimes, they are still young, but they only want to beg for your money.<br />
Looking at these old lady in Blitar makes me feel ashamed. She is definitely not young, but she is still willing to work.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBupqJiwn1iwdTqZcTm9mmY2bisPxKqyVHGukSk67dcZBnzewyFlBo29RzGiqDhTlS13QRFniDDsB7fXuXKnve_-uc7I01S1kcz462XtCqjhhBWal7V5lAZIV1i2QTtdLMybnOfQYRmXY/w737-h553-no/IMG_20141223_095140.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBupqJiwn1iwdTqZcTm9mmY2bisPxKqyVHGukSk67dcZBnzewyFlBo29RzGiqDhTlS13QRFniDDsB7fXuXKnve_-uc7I01S1kcz462XtCqjhhBWal7V5lAZIV1i2QTtdLMybnOfQYRmXY/w737-h553-no/IMG_20141223_095140.jpg" height="240" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Old lady in Jl Soekarno</td></tr>
</tbody></table>
<br />
The owner at Paguyuban Santoso is another example of a people who want to give something meaningful for his surrounding. I know how hard life could be for a farmer if there isn't any fair trade organization that support them. For cacao, there is another problem. Sometimes the farmer aren't well educated, so they didn't process their cacao well. The price is not good since it can't achieve certain grade.<br />
They will have to sell their cacao with under market price via the "tengkulak". The tengkulak will enjoy the benefit, while the farmer has to work hard without any benefit. That's a well known story of farmer's life in Indonesia. A sad story but that's a fact.<br />
Paguyuban Santoso is willing to buy cacao with higher price, but the farmer has to learn how to process the cacao to achieve certain grade (minimum grade B). I think that's something good, you encourage people to growing together.<br />
<br />
Last, I want to share this picture.<br />
My husband standing with my daughter at Taman Makam Pahlawan (Heroes Cemetery) Blitar. (His grandfather was buried there).<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: right;">
<span style="color: orange;">Life is so short. </span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: right;">
<span style="color: orange;">But it doesn't mean that you just let it slip away.</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: right;">
<span style="color: orange;">Your path is still a long journey for you my daughter.</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: right;">
<span style="color: orange;">Just don't forget that it will have to end someday, like the people lying here.</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: right;">
<span style="color: orange;">Remember the fallen, pray for them.</span></blockquote>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhagxch55y-m5F96awAyvkgF0OwmTqcedWkIZlPP12w_vRLKo5xGnlzTm7f6M24gFDq8WY_qpROFOJLiohlzUqU6LKRDBwEZVn6RgThudR9h6-xuBk9_Nr_AdXd-Lk1QsJffdoVuDVbiuE/w415-h553-no/IMG_20141223_111913.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhagxch55y-m5F96awAyvkgF0OwmTqcedWkIZlPP12w_vRLKo5xGnlzTm7f6M24gFDq8WY_qpROFOJLiohlzUqU6LKRDBwEZVn6RgThudR9h6-xuBk9_Nr_AdXd-Lk1QsJffdoVuDVbiuE/w415-h553-no/IMG_20141223_111913.jpg" height="320" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Taman Makam Pahlawan Blitar graveyard area</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<br />
<div style="font-size: xx-small; text-align: left;">
posted from <a href="https://market.android.com/details?id=pl.przemelek.android.blogger">Bloggeroid</a></div>
</div>
</div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com1Blitar, Blitar City, East Java, Indonesia-8.0947855 112.17282829999999-8.2212285 112.0107798 -7.9683425 112.33487679999999tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-60454190811059458182015-01-06T00:41:00.000-08:002015-01-08T00:27:18.586-08:00I Ate Mollusk..... (so many times)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
An idea suddenly popped up in my mind while I was writing a post about <a href="http://b1ttersweetchoco.blogspot.com/2015/01/blitar-kota-putra-sang-fajar.html">Blitar</a>.<br />
<div>
<br /></div>
<div>
Why don't I dedicate one posting about mollusk as a culinary dish?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
So, here we are.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Note: this post will be updated as long as I eat other type of mollusk. Just pray that I won't get too many rash during the process. (LOL).</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b><u>Escargot</u></b></div>
<div>
As a person who was born in French, of course I know that there is the famous escargot.</div>
<div>
Fortunately, in Jakarta you could find escargot in several French restaurant or international restaurant.</div>
<div>
I ate this one at Boka Buka ( <a href="https://twitter.com/bokabuka">twitter</a>, <a href="http://instagram.com/bokabukaresto">instagram</a>)</div>
<div>
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzuVRF75y1bhl6oRhyphenhyphendDbf2MJILc9NebSuWegxUWSSYHs-_xEesgQorqwB9oFx6Kxvjq4Q6hHQAEU-b4aHtVWnaa5BQGy-eLCoFhNvZsVJh1ONvgPTCS0YSV-ALUw_XmjQvXHnRvV9kPI/w415-h553-no/IMG_20141128_124151.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzuVRF75y1bhl6oRhyphenhyphendDbf2MJILc9NebSuWegxUWSSYHs-_xEesgQorqwB9oFx6Kxvjq4Q6hHQAEU-b4aHtVWnaa5BQGy-eLCoFhNvZsVJh1ONvgPTCS0YSV-ALUw_XmjQvXHnRvV9kPI/w415-h553-no/IMG_20141128_124151.jpg" height="320" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Escargot from Boka Buka</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div>
The price is 75k IDR for 6 escargots, or 140k IDR 12 escargot (include tax and service charge).</div>
<div>
The escargot at Boka Buka were cooked with garlic butter and parsley. They also served fried rice with escargot.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
The other place that served escargot is Loteng Cikini.</div>
<div>
Unfortunately, when I came to this place last year, it was not during their open time. Maybe I'll try it in another opportunity.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
<b><u>O2 Satay</u></b></div>
<div>
My husband told me that in Blitar, there is a culinary dish named O2 satay.</div>
<div>
Why is it named O2?</div>
<div>
In Indonesia, there is a famous gambling method called "togel".</div>
<div>
I'm not familiar enough with togel, but my husband told me that O2 is the symbol represented by "<i>bekicot</i>" (=snail) in togel. That's why snail satay is known as O2 satay.<br />
<br />
*update...<br />
my sister sent me a picture of togel that she found (source: <a href="http://juve.wen9.net/mimpi_togel_2d.html">link</a> )<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://juve.wen9.net/mimpi2d/01-02.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://juve.wen9.net/mimpi2d/01-02.jpg" height="320" width="227" /></a></div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
The satay is seasoned with honey . For the sauce, not like the usual satay which use peanut sauce, O2 satay is accompanied by petis sauce.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Since the bekicot and petis sauce are high in protein, the food stall that served O2 satay usually sell <i>kelapa ijo</i> (green coconut) or <i>degan</i> (young coconut) also. Kelapa ijo is known as the natural remedy for allergy.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
In Blitar, O2 satay could be found in the warung (food stall) at the front of Taman Makam Pahlawan Blitar.</div>
</div>
<div>
The price is 3k IDR for 10 tusuk (one plastic bag)</div>
<div>
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><div style="text-align: left;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhD22sYmkdTiml-y1l4y_FOCIIEJ27NM2waQwl46EuJOTT42S8JEkFeTLsj_vF9JLXy-q4i-Kc2_8r8-1wk5zxH6oCzruU3sr8Tlnf-GabFgB_cKUNrurKmuiWZ6VmQtNsIUZln_WbFUec/s553-no/IMG_20141223_112449.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhD22sYmkdTiml-y1l4y_FOCIIEJ27NM2waQwl46EuJOTT42S8JEkFeTLsj_vF9JLXy-q4i-Kc2_8r8-1wk5zxH6oCzruU3sr8Tlnf-GabFgB_cKUNrurKmuiWZ6VmQtNsIUZln_WbFUec/s553-no/IMG_20141223_112449.jpg" height="320" width="320" /></a></div>
</td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">O2 Satay</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSsn00I9K5vXk4Cunl3QVYWEwacsgpHllUkJNXiN_-8CvT7m6upeIH2cD2zyUqzAITd9Knmk0Apb4cLWP6lK5YNGlDX26e7ceEsYjmnHwso83VtMG3vXZoOcM66nGyA4P31YonMaDbHdo/w415-h553-no/IMG_20141223_112936.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSsn00I9K5vXk4Cunl3QVYWEwacsgpHllUkJNXiN_-8CvT7m6upeIH2cD2zyUqzAITd9Knmk0Apb4cLWP6lK5YNGlDX26e7ceEsYjmnHwso83VtMG3vXZoOcM66nGyA4P31YonMaDbHdo/w415-h553-no/IMG_20141223_112936.jpg" height="320" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">O2 Satay with Petis Sauce and Cabe Rawit</td></tr>
</tbody></table>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<u><b>Kupang Lontong</b></u></div>
<div>
Another delicacy from East Java is Kupang Lontong.</div>
<div>
Kupang isn't a snail like escargot and bekicot. It is actually more a shellfish.</div>
<div>
Kupang Lontong is served in a plate with petis, kupang's broth, garlic cabay, salt, sugar, lentho (fried cassava) and of course lontong.</div>
<div>
Depend on your preference, you could also add kerang satay. It is also common for the seller to provide degan and/or kelapa ijo since it's an allergen.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
You could find it at <a href="https://foursquare.com/v/kupang-kraton/4c55044a4623be9a1675aff3">Kupang Kraton</a> in Malang city.</div>
<div>
Or maybe you could find it from some local people who sell around.</div>
<div>
My husband's long time favorite is buying from a seller who walk near his parent's house twice a week.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbfn6bWwc4I2ZV4-E5S2O7sdBEbmHd5pIEwSMbkiKTA5Mk1-Tq6AiCHL8AF3WmrilJz5GRSoownKd_b9C1EGXuYZFDtFLYwZ75yVkb-CpghThtfIc5iwa5ouW1L7X06vwZhyphenhyphenrCKio8fuA/w680-h510-no/Downloads2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbfn6bWwc4I2ZV4-E5S2O7sdBEbmHd5pIEwSMbkiKTA5Mk1-Tq6AiCHL8AF3WmrilJz5GRSoownKd_b9C1EGXuYZFDtFLYwZ75yVkb-CpghThtfIc5iwa5ouW1L7X06vwZhyphenhyphenrCKio8fuA/w680-h510-no/Downloads2.jpg" height="240" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">preparing the Kupang Lontong</td></tr>
</tbody></table>
</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJmkrGVOjLO-A-R5fYahcRo6QzGGqrlAQKTuDFObuWloh_q0EpYd7VjwMaleRFuP5ZGtHg7WUSNfh0eH5PE4ty2k0lubxvR7B_PRgJW6dFqtE5QhiVnH2IvhaMhcW3gGp2DG2pglIJ-r4/w383-h510-no/IMG_20141221_153146.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJmkrGVOjLO-A-R5fYahcRo6QzGGqrlAQKTuDFObuWloh_q0EpYd7VjwMaleRFuP5ZGtHg7WUSNfh0eH5PE4ty2k0lubxvR7B_PRgJW6dFqtE5QhiVnH2IvhaMhcW3gGp2DG2pglIJ-r4/w383-h510-no/IMG_20141221_153146.jpg" height="320" width="238" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kupang Lontong</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div>
The price is only 7k IDR per portion (without the kerang satay)</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b><u>Ốc</u></b></div>
<div>
Another type of snail that I've ever eat is the Ốc (river snail) at Ho Chi Minh City during my trip in Vietnam. </div>
<div>
Unfortunately, I don't actually remember the taste and the price since it has been a long time ago.</div>
<div>
I tried it at a little restaurant near Metropole Saigon hotel (near Tran Hung Dao Street, District 1, District 1 - Pham Ngu Lao / Tay Balo, Ho Chi Minh).</div>
<div>
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5clz-3mmbYBCNxv-C7Ihy-SGTUIuvdzgW4ICGYoFuCIUf4RY8UrMaHOY68eteykvEfugpPJQrOD2joVLD2ltjUieLduz1NRetWb4f1EBOyHdlz_M5PEZg_jzIK_Gus8D7Aa51gaWhUOY/s1600/41t.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5clz-3mmbYBCNxv-C7Ihy-SGTUIuvdzgW4ICGYoFuCIUf4RY8UrMaHOY68eteykvEfugpPJQrOD2joVLD2ltjUieLduz1NRetWb4f1EBOyHdlz_M5PEZg_jzIK_Gus8D7Aa51gaWhUOY/s1600/41t.jpg" height="240" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-size: small; text-align: left;">Ốc<br />courtesy of my sister</span></td></tr>
</tbody></table>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Just beware, my father got some rash after eating this snail. I'm not really sure if the place in Vietnam also sell coconut water or not. But if you are prone to allergy, be cautious.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<u><b>Tutut</b></u></div>
<div>
Tutut is another name of keong sawah in West Java.</div>
<div>
This time, its my turn to got some rash T_T.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
----to be continued-----</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
</div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-61775156584293659712014-11-24T02:00:00.000-08:002014-12-03T00:13:41.973-08:00Demi Masa Depan yang Cerah di Timur Indonesia...<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Sumba..<br />
<br />
Apa sih yang terpikirkan ketika mendengar Sumba?<br />
<br />
Sebagai seseorang yang mengaku suka menambah koleksi <a href="http://b1ttersweetchoco.blogspot.com/2013/05/propinsi-dan-pulau-seberapa-banyak.html">jejak kaki</a>, Sumba adalah salah satu pulau yang ingin sekali saya datangi.<br />
Awalnya sih mungkin karena saya sudah pernah ke <a href="http://b1ttersweetchoco.blogspot.com/2012/07/labuan-bajo-step-before-reaching-komodo.html">Labuan Bajo</a> dan <a href="http://b1ttersweetchoco.blogspot.com/2014/08/attending-timor-wedding.html">Timor</a>.<br />
Rasanya seperti melihat Indonesia dengan nuansa alam dan orang-orang yang berbeda (yang anehnya adalah saya ini sering disangka sebagai orang dari kawasan Indonesia Timur).<br />
<br />
Yang paling mencolok dari daerah NTT adalah matahari!<br />
Matahari bersinar sangat terik (sunblock pun hanya mampu menahan biar kulit tak terbakar, dalam sekejap saya sudah berubah menjadi nona hitam manis :p kala berkunjung ke sono) dan mereka memiliki iklim yang sangat kering. Musim hujan hanya terjadi selama sekitar 2 bulan per tahun.<br />
Jadi bayangkan tanaman seperti apa yang mesti kuat bertahan untuk ditanam di daerah sana, mengingat sulitnya mendapatkan air di sana.<br />
<br />
Jujur saja, sebelum saya sampai ke NTT, saya tidak pernah membayangkan ada daerah di Indonesia yang sedemikian sulitnya memperoleh air.<br />
Dari jaman sekolah, saya sudah terbiasa mendengar istilah Indonesia sebagai zamrud khatulistiwa. Untuk beberapa area, mungkin itu memang benar, tapi untuk beberapa area lain, itu tidak berlaku.<br />
Hal itu baru saya sadari setelah saya bekerja dan sudah cukup banyak daerah di Indonesia yang sudah saya datangi. Namun sejauh ini, area paling kering yang pernah saya kunjungi memang berada di NTT.<br />
<br />
Apa sih dampaknya kalau kita terpaksa tinggal di daerah yang mengalami kesulitan air?<br />
Kalau yang terpikirkan oleh saya sih, kalau pun saya punya air bersih, akan saya prioritaskan untuk minum dan makan (misal sop?).<br />
Setelah itu ya baru mandi, cuci, kakus alias MCK.<br />
Bayangkan, sudah kering, berdebu, terus untuk bebersih pun susah. Kalau sudah kondisinya seperti itu, ancaman diare tentunya sudah di depan mata.<br />
<blockquote class="tr_bq">
Diare merupakan penyebab kedua terbesar tingginya tingkat kematian anak balita di NTT.<br />
Tingkat kematian anak balita di NTT saat ini mencapai 58 per 1000 kelahiran, sementara secara nasional saat ini tingkatannya adalah 40 per 1000 kelahiran. </blockquote>
<span style="font-size: x-small;"><i>(sumber: http://nttprov.go.id/new/index.php/2014-03-13-05-54-55/informasi-kesehatan#angka-kematian-anak-balita-akaba)</i></span><br />
<br />
Tentunya itu angka yang membuat miris bukan?<br />
Bagaimana kehidupan di sana akan dapat berkembang jikalau generasi muda nya sakit, atau bahkan sampai ada yang meninggal karena masalah yang sebenarnya dapat diatasi dengan penyediaan air bersih dan pengetahuan sanitasi sederhana seperti mencuci tangan sebelum makan?<br />
Anak-anak balita ini lah yang nantinya akan membangun area mereka, mengubah masa depan mereka menjadi lebih baik. Merekalah agen perubahan alias <i><b>agent of change</b></i>.<br />
<br />
Tidak adakah sesuatu yang dapat kita lakukan bagi mereka?<br />
<br />
Dari situlah saya merasa tertarik ketika mendapatkan kesempatan dari femaledaily.com untuk menghadiri acara campaign dari Unilever mengenai <a href="https://www.projectsunlight.co.id/">Project Sunlight</a>.<br />
<br />
Ada video yang sangat berkesan dan menurut saya sangat bernilai untuk disharing.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen='allowfullscreen' webkitallowfullscreen='webkitallowfullscreen' mozallowfullscreen='mozallowfullscreen' width='320' height='266' src='https://www.youtube.com/embed/QDXSN3orBPk?feature=player_embedded' frameborder='0'></iframe></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: x-small;"><i>sumber: Youtube - Gagasan Anak Tentang Masa Depan Mengenai Sanitasi</i></span></div>
<br />
Pembicara di video tersebut adalah Dira Noveriani, seorang siswi berusia 17 tahun.<br />
Dia mengatakan "Tantangan terbesar kita adalah sifat apatis"<br />
Apa sih sebenarnya yang dimaksud oleh Dira?<br />
<br />
Dalam urusan kebersihan, ada contoh sederhana.<br />
Sering bukan kita menyaksikan ada penumpang dari sebuah mobil mewah di depan kita yang tiba-tiba membuang sampah lewat jendela?<br />
Tentunya sang penumpang itu sadar mengenai "Oh saya ingin mobil yang bersih", tapi dia <b>tidak peduli</b> itu sampah akan menghilang ke mana.<br />
<br />
Atau yang juga selalu menggelitik saya adalah masalah kamar kecil di tempat umum.<br />
Apa sih susahnya membuang tissue di tempat sampah yang sudah tersedia?<br />
Atau menjaga kamar mandi tetap kering setelah kita pergunakan?<br />
Atau apa susahnya membilas sisa BAK atau BAB?<br />
Kadang di mall-mall mewah pun itu sering lho terjadi, di tempat yang sebenarnya tidak kesulitan air bersih. Hal ini terjadi di suatu tempat yang konsumennya kemungkinan besar dari orang-orang yang strata sosialnya cukup tinggi, dan bahkan kemungkinan besar berpendidikan tinggi.<br />
<br />
Itulah contoh nyata sifat apatis.<br />
<br />
Sebagai seorang ibu, saya sangat ingin bisa membesarkan seorang anak yang tidak apatis dengan lingkungan sekitarnya.<br />
Karena saya percaya, kala saya bisa membesarkan seorang anak yang bisa peduli dengan sesamanya, maka akan ada seorang (atau lebih) anak di tempat dan waktu lain yang akan memperoleh manfaatnya ketika kelak anak saya dapat berbuat sesuatu. Apa yang saat ini baru menjadi gagasan seorang anak mengenai masa depan, tidak mustahil akan menjadi karya nyata buat anak lain.<br />
<br />
Ada ga sih cara berpartisipasi yang mudah?<br />
Tentunya ada dong, salah satunya dengan mendukung proyek yang sudah sempat saya singgung di atas, yaitu "Unilever Project Sunlight, Dukung Masa Depan Sehat".<br />
Di situ disebutkan ada beberapa cara yang bisa kita ikuti:<br />
<br />
<ol style="text-align: left;">
<li><i>View</i> : lihat contoh film inspiration yang tersedia di situs Project Sunlight. Untuk setiap kali film itu disaksikan, Unilever akan menyisihkan Rp 100,00.</li>
<li><i>Act</i>: </li>
<ol>
<li>tuliskan ide Anda mengenai #brightfuture: untuk setiap ide yang dituliskan, Unilever akan menyisihkan Rp 1000,00.</li>
<li>ajarkan kebiasaan sehat ke lingkungan sekitar, materi dapat didownload di situs Project Sunlight.</li>
<li>jadilah relawan #brightfuture: untuk setiap relawan yang bergabung dalam program edukasi di sekolah mengenai sanitasi, Unilever akan menyisihkan Rp 100.000,00</li>
<li>untuk setiap pembelian produk Unilever seperti Lifebuoy, Domestos atau Pepsodent di Lotte Mart, Unilever akan menyisihkan Rp 1000,00</li>
</ol>
<li><i>Share</i>: tidak ada hal yang lebih bernilai daripada jika suatu hal baik dilakukan oleh lebih banyak orang, jadi jangan lupa share </li>
<li><i>Follow</i>: ikuti terus kisah-kisah inspiratif yang dimuat di situs project Sunlight.</li>
</ol>
<div>
Semua dana yang disisihkan oleh Unilever akan disalurkan untuk program edukasi dan sanitasi di Sumba, NTT.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Info lebih detail mengenai bisa diakses melalui situs <a href="https://www.projectsunlight.co.id/">Project Sunlight</a> atau pun <a href="https://www.facebook.com/unileverid">Facebook Fan Page Unilever</a>.</div>
<br />
<br />
Sebagai penutup...<br />
seorang kawan backpacker pernah mengatakan hal ini ketika kami sedang berada di area NTT.<br />
<blockquote class="tr_bq">
<i>Sev, gw sedih kalau pas lagi belanja di daerah sini (Kawasan Timur Indonesia). Kalau mereka ngasih kita uang kembalian, uang kertasnya itu lecek banget. Artinya perputaran uang di area ini dikit lho. Kalau ga ada orang-orang seperti kita yang datang untuk berwisata dan membelanjakan uang kita, bayangkan tingkat kesulitan hidup orang-orang ini</i>.</blockquote>
Saya menitipkan sedikit harapan saya untuk menyambut masa depan yang lebih cerah di Timur Indonesia melalui project Sunlight ini.<br />
Timur adalah tempat terbitnya mentari dan saya ingin ada secercah harapan yang terbit bagi masa depan anak-anak di sana.<br />
<br /></div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-2267339527432748632014-11-19T18:42:00.000-08:002014-11-24T18:04:28.569-08:0070000 Langkah per Minggu? Harus Bisa!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Sekitar tahun 2010-2011, itu adalah masa kejayaan gw dalam urusan kebugaran.<br />
<div>
Gw masih rajin ngegym di Celfit, ataupun rutin berenang 2-3 kali per minggu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Memasuki tahun 2012, gw mulai memasuki periode kemalasan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Puncaknya adalah 2013, ketika gw menikah dan hamil, itu bentuk badan gw sudah di luar kendali.</div>
<div>
Bahkan setelah melahirkan, dari total 14 kg kenaikan, berat badan gw hanya turun 6 kg, alias gw masih berhutang 8 kg. Terasa lebih buruk lagi karena di luar 8 kg itu pun, sebenarnya gw masih berhutang 8 kg dibandingkan ketika sedang di masa kejayaan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mimpi buruk?</div>
<div>
Tentunya lah ya..</div>
<div>
Baju tidak muat itu cuman efek samping. Gw lebih ga demen ngeliat perubahan bentuk gw jadi seperti tumpukan lemak berjalan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Semakin memperburuk keadaan adalah nafsu makan gw tidak terkendali ketika sekitar 4-5 bulan pasca melahirkan. Bukannya mengurus, gw malah semakin menggemuk, melebihi ketika hamil.</div>
<div>
Sampai-sampai ya, gw pun malah dikira sedang hamil (lagi) T_T...</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Itulah saatnya gw memutuskan, saatnya harus berubah.</div>
<div>
Pergi ke gym atau ke kolam renang bukanlah hal yang mudah gw lakukan seperti dulu.</div>
<div>
Jadinya opsi yang ada buat gw adalah berolahraga di rumah atau paling jauh di sekitar rumah.</div>
<div>
Itu pun harus memikirkan bagaimana supaya tidak mengurangi waktu bersama anak.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jadi, gw memilih untuk jalan pagi di sekitar rumah dan beryoga...<br />
Kenapa jalan pagi? Soalnya biar sekalian memperkenalkan Oce ke kebiasaan berjalan kaki, sambil menjemur Oce biar kena matahari dan udara segar di pagi hari plus ya kapan lagi menikmati waktu sama anak secara 9 jam di kantor? (Sekali jalan, sekian tujuan tercapai, hidup multitasking!)<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbevKr-E8jSmNyWq83CQF6fPSi_JJd1Qzl4DZ7I5qACgJ70q8_cc-pIqJ3kezPpctNFGlK6Sapo1ArocIAk-zze-PgaB3OE_rnX3OLROj_736FsJxXshqFF3DQSC40bg_LPDJCVV4TMy8/s1600/IMG_20141020_062145-EFFECTS.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbevKr-E8jSmNyWq83CQF6fPSi_JJd1Qzl4DZ7I5qACgJ70q8_cc-pIqJ3kezPpctNFGlK6Sapo1ArocIAk-zze-PgaB3OE_rnX3OLROj_736FsJxXshqFF3DQSC40bg_LPDJCVV4TMy8/s1600/IMG_20141020_062145-EFFECTS.jpg" height="320" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Good morning sunshine!</td></tr>
</tbody></table>
<br /></div>
<div>
Soal yoga bakal gw bahas lain kali :P<br />
<br /></div>
<div>
Secara gw orang yang "rada-rada" demen mengukur sesuatu, tentunya mesti punya alat ukur dong...So, saatnya bongkar lemari untuk nyari Fitbit Ultra yang dibeli pas tahun 2012 dulu...<br />
Oh ya, buat yang belum tau Fitbit itu apa, bisa dilihat di <a href="http://www.fitbit.com/">sini</a> ya...<br />
Ultra itu salah satu produk generasi pertamanya Fitbit (dan buatan Indonesia lho yang Ultra ini)..<br />
Lumayan, masih nyala ternyata....<br />
Tapi, 2 hari kemudian mati gitu... soft reset, hard reset, semua kagak ada yang mempan...<br />
<br />
Terus iseng-iseng coba ngemail ke Fitbit Support, sapa tau masih ada cara untuk ngehidupin si Fitbit Ultra ini..<br />
Apa daya, setelah melakukan semua step yang dijabarkan Fitbit Support, sang Ultra tetap tidak mau hidup... hiks hiks...<br />
Surprise nya adalah ketika Fitbit Support meminta bukti pembelian Fitbit Ultra untuk kemudian menawarkan replacement unit dengan Fitbit One...<br />
<br />
Gw surprise karena:<br />
<br />
<ol style="text-align: left;">
<li>gw membeli Fitbit Ultra pada tahun 2012...artinya sudah lewat masa garansi yang hanya 1 tahun</li>
<li>Fitbit Ultra itu dibeli di ebay, alias tidak melalui dealer resmi, secara tidak ada dealer resmi Fitbit di Indonesia dan dealer resmi di negara lain tidak melayani pengiriman ke Indonesia</li>
</ol>
<div>
Singkat kata, setelah beberapa kali berkirim email dan menemukan orang yang bisa ditebengin alamat pengiriman di US (dan tentunya membawa ke Indonesia), akhirnya jreng jreng, inilah si Fitbit One di samping pendahulunya.</div>
<div>
<span id="goog_317750880"></span><span id="goog_317750881"></span><br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRjhUzp2PY4HoEhfqly4S2vPwtggBhC8N9gocDjw_5tjU8l0n2_h6qmLWTOuVT-IYw7bQUmXadaczKMNQb-UT32lG4YawsghIKLd7871f_1izCA9ZKKSi1zcs8mQB3aU9NzTSHXDMkh8s/s1600/IMG_20141120_084900.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRjhUzp2PY4HoEhfqly4S2vPwtggBhC8N9gocDjw_5tjU8l0n2_h6qmLWTOuVT-IYw7bQUmXadaczKMNQb-UT32lG4YawsghIKLd7871f_1izCA9ZKKSi1zcs8mQB3aU9NzTSHXDMkh8s/s1600/IMG_20141120_084900.jpg" height="320" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">(left) Fitbit Ultra (right) Fitbit One</td></tr>
</tbody></table>
Fibit One punya 2 pilihan warna, Black dan Burgundy.</div>
<div>
Secara Ultra dulu sudah yang Black-Blue, jadi kemarin gw mintanya yang Burgundy saja...</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Secara alasan gw memakai Fitbit ini adalah untuk mengukur, mari coba kita lihat bagaimana hasil pengukurannya... Ini tampilan dari Fitbit dashboard yang ada bisa dilihat di desktop.</div>
<div>
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-EUXMIfd9ROA/VG1K2ObhvJI/AAAAAAAAPa4/4WYnUcy3jxE/s1600/2014-11-20_08h57_06.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-EUXMIfd9ROA/VG1K2ObhvJI/AAAAAAAAPa4/4WYnUcy3jxE/s1600/2014-11-20_08h57_06.jpg" height="320" width="300" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">sebanyak apakah gw melangkah?</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div>
Yang dilingkari merah itu setelah gw memakai Fitbit selama hampir 24 jam tiap hari (tentunya pas mandi dilepas lah ya).</div>
<div>
Pas gw belum make Fitbit, jumlah langkahnya hanya bisa diukur dari total lama aktivitas yang gw ukur dengan <a href="http://runkeeper.com/">Runkeeper</a>.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kalau yang ada di aplikasi android, tampilannya seperti ini:</div>
<div>
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-0jzaFziEwmA/VG1Mcxea_UI/AAAAAAAAPbI/qrm_Z4bt5HE/s1600/Screenshot_2014-11-20-09-02-33.png" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-0jzaFziEwmA/VG1Mcxea_UI/AAAAAAAAPbI/qrm_Z4bt5HE/s1600/Screenshot_2014-11-20-09-02-33.png" height="320" width="180" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Fitbit Dashboard - Android</td></tr>
</tbody></table>
Setelah mengamati hasil pengukuran Fitbit selama hampir 2 minggu, gw berkesimpulan klo kerjaan gw cuma duduk di kantor, atau berhibernasi kala wiken, bisa dibilang pola pergerakan gw sekarang itu sangat sedentary. Ga usah heran kalau badan gw sampai ngegelembung gara-gara malas bergerak.</div>
<div>
Soalnya dengan gw jalan pagi bersama Oce selama 50 menit saja, itu baru bisa nyampe target berjalan 10000 langkah per hari.</div>
<div>
<br />
Saat ini sih, kalau secara progress, gw masih di batas terendah obesitas dalam skala BMI.. (yes, gw sampai jadi segendut itu).. tapi dibandingkan berat badan gw 5 bulan yang lalu, berat gw udah turun hampir 8 kg :D<br />
perjalanan masih panjang, tapi gw yakin pasti bisa.. Semangat :D</div>
</div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-41748962907576762022014-08-22T00:15:00.002-07:002015-02-06T18:35:40.317-08:00Attending a Timor Wedding<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<strike>(Two weeks ago)</strike> <strike>At October 2013, me and my husband got an opportunity to attend our friend's wedding at Kupang, NTT.</strike><br />
<strike>* sadly, I lost my pocket cam. This posting was delayed due to my maternity leave and my attempt to search my pocket cam. Unfortunately, until this day, my camera is still missing. :(</strike><br />
I found my camera! :D<br />
<br />
<br />
The groom-to-be is Javanese and the bride-to-be is Timorese.<br />
The tradition to be used is Timor tradition with a little bit touch of Javanese.<br />
<br />
For your information, the process itself had begun since last year with a "<i>Peminangan</i>".<br />
Unfortunately, I didn't attend this procession, so what I wrote in this post is what I saw during the procession in Kupang.<br />
<br />
The groom-to-be is my husband's best friend. So we were included into the groom-to-be group.<br />
The groom-to-be family has to prepared "<i>Belis</i>" to be given to the bride-to-be family.<br />
The Belis consists of:<br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li><i>Uang air susu</i>: money given to the family as an exchange of raising the daughter from baby until now</li>
<li><i>Uang AIUW</i> (I forgot to ask how to write it) or Uang Kayu: money given to the family as a thank you for the family who help to organize the wedding</li>
<li>Silver coins</li>
<li>Toiletries</li>
<li>Jenang</li>
</ul>
<br />
<br />
The groom-to-be group has to come to the bride-to-be's home at 5 PM. No more or less.<br />
Someone from the bride-to-be family will welcome the group at the front door.<br />
They said some greeting in Timor language and then the groom-to-be groups had to answer "Eeeee".<br />
Then the groom-to-be groups were allowed to enter the house.<br />
<br />
In the house,the bride-to-be group served the groom-to-be group with "Sirih-Pinang".<br />
After that, they served "Air Hangat" alias hot tea.<br />
The spoke person from the bride-to-be group will give an opening speech and asking about the "Penyelesaian Secara Adat" (traditional term of agreement) which has been agreed during the "Peminangan".<br />
Until this time, no one from the groom-to-be group is allowed to speak.<br />
The bride-to-be group will check the Belis brought up.<br />
Three person have to check the Belis. One from the grandparent generation, one from the parent generation, and one from the bride-to-be generation.<br />
If the contain of Belis match what have been agreed during the "Peminangan" then the spokeperson from the groom-to-be group will be allowed to talk.<br />
If not, then the groom-to-be group have to go back and trying to fulfill the requirement.<br />
<br />
The spoke person from the groom-to-be spoke about the gratitude of being welcomed by the bride-to-be family then the spoke person from the bride-to-be group replied the speech.<br />
At this moment, the groom-to-be is welcomed as "anak-mantu" (son in law).<br />
The bride-to-be group exchanged the Belis with two (2) sheets of fabric, one bag of rice and one pig (if the groom-to-be is Catholic or Christian, if moslem the pig could be swapped with a goat).<br />
<br />
The next procession was "Searching the Bride".<br />
The spoke person from the bride-to-be asked the groom-to-be to search the bride-to-be in the house.<br />
During the process, a pantun was read by the spokeperson from the bride-to-be group:<br />
<blockquote class="tr_bq">
Pelan-pelan, hati-hati.. (Slowly, be careful)</blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
Jangan sampai tersandung (Don't slip away)</blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
Itulah calon istrimu, jagalah dia kapan pun (That's your future wife, take care of her anytime)</blockquote>
Why do they have this pantun? Since if the groom-to-be choose the wrong girl, his family will be punished with a fee. It could be a long negotiation again to discuss the punishment.<br />
After the searching process was over, the procession was followed by prayer.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvesfaGa7-p4PKzb1MjzKKzEOkkn39b8lQmdx21HF1QyQFX1rBzb9c2cmT2KcR5UeG1628j-lbTpgNvCQZ_nY_FUfH5_sCFiJAcAIc0bXyNcV4LN0S_Fp-nRtbQRS03BV_lvEV3N4YpX4/s1600/DSC03016.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvesfaGa7-p4PKzb1MjzKKzEOkkn39b8lQmdx21HF1QyQFX1rBzb9c2cmT2KcR5UeG1628j-lbTpgNvCQZ_nY_FUfH5_sCFiJAcAIc0bXyNcV4LN0S_Fp-nRtbQRS03BV_lvEV3N4YpX4/s1600/DSC03016.JPG" height="240" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Javanese vs Timor </td></tr>
</tbody></table>
<br />
<br />
For the mass, it was an usual Roman Catholic's wedding mass.<br />
What is unique is the entrance procession and the sitting position. The entrance procession used Timor music and dancer to accompany the bride and the groom.<br />
For the sitting position, usually it is only the bride and the groom whom sit at the front of the altar.<br />
In Timor, the witnesses also sat beside them.<br />
It is a symbol that the witnesses also have a responsibility to be patron of the bride and the groom.<br />
<br />
For the reception, wedding reception in Timor used seating dinner system.<br />
The guest are seated in several tables. On each table, drinks, ice and cakes were prepared.<br />
Then the reception began with opening speech followed by wedding cake's cutting.<br />
After that the guess were allowed to take the dinner (buffet system), the sequence was arranged by usher.<br />
<br />
After the dinner, it's dancing time!<br />
The first dance is polonaise.<br />
I was surprised to know that the polonaise's song is "Potong Bebek Angsa".<br />
Do you know about this song?<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Potong bebek angsa, angsa di kuali (Cut the duck and the swan, put the swan in the wok)<br />
Nona minta dansa, dansa empat kali (The lady is asking for a dance, and dance four times)<br />
Sorong ke kiri, sorong ke kanan, (move to the left, move to the right)<br />
lalalalalalala (lalalalalala)</blockquote>
<br />
It's a famous children song in Indonesia. And honestly, I always think that the lyric of this song is a quite sadistic even the melody is cheerful. That's why I'm surprised.<br />
But it didn't stop the people to enjoy the polonaise.<br />
<br />
After the polonaise, it's the time for traditional Timor dance, known as <i>tebe-tebe</i>.<br />
People are standing in a circle formation, then they grab each other arm. The dancing is following some pattern for the feet's movement.<br />
Actually it's a very interesting dance. (I have the video, and I'll update this post later).<br />
<br />
They would dance all night long.<br />
But for me, it's the time to go back to the hotel. :)<br />
<br />
I would like to thank you Victor and Putri for the opportunity to watch their wedding's procession.<br />
Hope both you will enjoy marriage life and God bless you :)<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: left;">
<b><i>*disclaimer: if there is any correction regarding the Timor's custom, I would gladly accept any comment</i></b></div>
<br />
<blockquote class="tr_bq">
</blockquote>
<br />
<br /></div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-65670059780490736322014-02-10T20:01:00.001-08:002014-11-19T18:58:49.697-08:00Selamat datang ke dunia ini: OFS<div id="XTYFoPu2" title="U2FsdGVkX19j4VFC/38n4bD1qYTJSsZ+8NJqS91fqeaKdQy26zd4m3eMLNaoIskN6rac/99+5UhFrnGectsX54GXs9zcZXAtX098e+H7dCF6/IjLtYLVkK6/XCYGkbXZRXd/2dDm4wE0SEx7RQBbMfqxmAYoy/zSnt2X11KUjDdMdbdMX5ylp5dNS3+rlXGZJqE0oaotHF6/uBR1T7+E+GmxkBF4XxBtKlln2RMOXnmbdgaBDzXrqTXCeRgHiXZOjkdrpMiUPcoL0jfJeTDfko1uHN/mpAMBmsVyf3MhT+XZ2E93QbMZr0bghzekCdkiK21nXQKMKKzZs3rCTxbjLUWZLVrsXxkfPF/NjZgr7Sk/cqvAro0WPo6yMNZ2QnxTsJVTpjAo9zAEvIljDgxIgW5SM/cK/MX2frFD5cgZ5uQBsoRsQXC0lvjyayL5kDm3ecd+U0ZhXwIdxms7CcZBW3TS0O/v/sVBwYaYb/ILZp+uW3IBb7rJGgtA78MhSwGLyogNUVa8UCX3/Ofaec/kViq6xhsTsAwAOhvPPobdgvE+4+q1fxmha+fAH/ugaTaq1VqChR41bq1lrLbSTNyB8kw80daFPSG7Jf2A+8JFq04tyjq426F5zxkWvPTB/59EcYfSpVtFuYukY/Y6oWG2xOMr5doRPMSb8IfZxUj4n/ouvVSTwzAaSm39vkublZHaiP8TYP+jiAvqLHRLzawnLmk8lAiZE03G2UHPYL/9eDC1LDfSrxNJ5Oo1XFyTuEIzSAoea3apyMd+xX/L3826we3lKzxhVpLpKCdeST5q5LpHZH3v/8PXFjpbtGVthJcseBp94Wqs1CAo83gBtdSFglCnJD8RtoAF5jyly3B4YeSEG8oK6bGcWsjB8OX99SOjSlxOnDr8z5lVyMzQ+C/pVRz6E/DPiRNmqD7SE0pPMud4C2sMakR/h/Gy9n2mw3NtZ6xxnoYcO+WxV3bafVu1psqthWAzi7+xfZ4mijPiv28vWqPceWUC8nbWHXSwy8Z2fpeY07LXKYMB0+OQrAGrt7VWr9SGAknHXNGr9fdh/FFDNyW5E4QDG6Wbhkb6yTnEpdYhfRv9ToPQxzw2TZ30Ns8DFDLeb4nls+dXwh/naf17gdiTXpuwJp4cVEBL2cj40nU3yhBFT1xVG97h8c4PfJsMe7YrhgdjB9JTlfC02DQ7VyB7ejm58lJflKw99mNRTIB/0p7d/SfVtQqMgjUge3l48ncArjU/oia2Y0teRGQEj4sWKEUlUxtbAtU2s1Dnhrpt0pBbl8nc+A0c7VQnBodRwAxUIGkWzP6QzXOX1CYs35EpuTiMd6G2syPO6gArGrSPrqw9+NiKbnndizRbejQkJZz54ZKbttvp168+DkDeX45zhZbhozZ4KRbj1mUQFShSszKGwFrETWdIXLgVy8GcyRQqbtPxSBesNt0xzbCgqeB2WLpt5//F1zLmcJIg5yFwn7JZY9cGHtMY8OAtVtiIV9cVRQc19cxVImwpr8FlwnqsoDXGas3p4rEqOYFbfBN/aBtgVRncH7hOm+YIfCIlnBi1QkYGOD3cmb2VKntE9VlqZquODHO7wQVyQt14mz/CSlXTXXex3sEBcDu+DpPbFhGCX73J4IE2Qs0+Zc3SAV4KTnAkWu05pbxFe6CUMjDAE8NF3z1msgNd1aFj6zHGRiF6VfRqrCEb9shlhkUp1PKwNM6JQi26dnsaTFoHKppLjFLDmeBKJGx8UMk7iEqKW5iNK5lhgPkSRy/3szERl8iyyXOk1bIl0uG9WHJRsG/fcnZdxU+ihTFSF1JibdcIFvr1sRK8sqR78QfSAkccvi5hUDqRPH7N+sWcFKj+NJD6j9oxPO718TXsJ8z4bmCGoCZ1A9h3LJ+ou+D9p/Mkx1haJMBjspqXXQzViyPjITaYwpJO+V9OrWJeGvHAt74bzCrO9Ihg6HB6Q2Zd5WsA3ng+ZLmr+4g0fB52phzad/FYB/r/r9jmtpan0+CUgBAppUAqh/KPYteXpirBAzRKfs5RmndWVYvF7AbtYwtwpdcMPg0P6FqLyskjPUvyIKHpuraurM3rrImrbJEfsrKhjoUJTf/GVex1SBCcjCt9MQ0m98j6Ud8CUTuyppZYCiQiKoddp6a8u0T5wNBj3XZj1lSH3cmf+iTAwZpN12uSV7b2ddVdyCVtOkk6FXhwMWEgszsyEzeSDnOANxe57QBrAAtcPoyrPjMuymsKBnUCgHDUDgpv2li6OeLRXybIQ094dxeyvKt5KEp0yw4vEzKuxT2kVXUyCE/uq5/NNkd9KwsDQS5igrA0ABYxid8lHusspj9er+/aL3P2QN87VoUr0d8GPG73RmgASuPE1laVatf9O32qn6PynSWryoYkMgnyEzcH3Je/vJRJax+zDn6QneABqrMc2PFewmxwxhXRNuDpLIqe47bIO6dz2luAXs1tHCE9MQHv7Zlc60NyqrB8Vkh96g3tpzsp50Jm5uLVJRj0o14w1JlqCsnInSvB66GIRT3Pgx6wUgyae5kF695mKBi8OGlRyC+yi2amU4FNZTS/PcYciX02QrkcQ5NMhatcuapGkf0ofha2ywOl6epWdD4BkJ+V3tDdMWfBrSvX6ycIKwt2N0NBOp3vR5qm2Z/B1uz+heptFS/aELDsFMkd1qdzkPuJtXlRAbtwfH7XOg+Y5xt51MpUMDFw1YHe2QaK793M3Lw7X1imc3krO76R6w31CwCGPbIys4WBk1q9mmz/EyJoqYBPPUXWFty3gszyfNUezVORw2vCTUVvUYnOa0VQkHJoXWK7/ig6+nxnYrJPTH5gE2CRBPCWgUWsVLAaIrgTuGYLMyWTP36ANjIpNZRnBeim9eMU8ETWqiEbVgV/dFMmsH+daRTRnHRVm0NU91UG7MQ3KQyufIu9MMQ=">
<a href="javascript:decryptText('XTYFoPu2')">Please ask the password to me</a>
</div>Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-72527090267304133642014-01-23T07:34:00.001-08:002014-01-23T07:34:30.360-08:00Dalam Penantian..<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Hari ini tanggal 23 Januari... yang berarti hari ini usia kehamilan gw menginjak w38d5..<br />
hal yang juga berarti dalam beberapa hari ke depan kemungkinan gw akan melahirkan seorang anak..<br />
Kadang gw masih sulit percaya hal itu, terlebih kalau mengingat gw ini tipe cuek bebek..<br />
Gw bukan tipe yang telaten, juga bukan tipe yang dekat ama anak kecil..<br />
<br />
walaupun begitu, sejak momen 2 garis pink, gw tahu kalau gw akan menyayangi makhluk mungil ini..<br />
Untunglah keberadaan suami, keluarga beserta teman-teman yang selalu mendukung membuat gw kuat selama menjalani masa kehamilan (yang tidak mudah) ini..<br />
Gw ga akan lupa rasanya mual sepanjang hari selama 3 bulan, sekian kali isi perut keluar. Juga ga akan lupa rasanya menjadi oon karena tampaknya kapabilitas otak gw diserap.<br />
Juga ga kan lupa masa ketika duduk, jalan, berdiri, tidur menjadi hal yang sulit dilakukan karena sakit pinggang.<br />
Atau ketika pandangan berkunang-kunang plus sesak nafas, namun untungnya selalu ketangkap suami sebelum collapse.<br />
Atau masa ketika gw harus merelakan kesempatan bagus untuk karir gw karena gw ga mungkin pergi keluar negeri selama 2-3 bulan dalam kondisi hamil..<br />
Atau masa ketika perut gw mesti disuntik tiap hari demi memastikan asupan gizi sang bayi bagus..<br />
<br />
Tapi rasanya semua hal itu sebanding dengan senyuman jahil yang tampak kala kontrol rutin.<br />
errr... ini mungkin agak aneh sih, tapi sang bayi ini memang rada jahil.. lebih dari 3x pas USG, dia yang tadinya cemberut atau lempeng, bisa tiba-tiba tersenyum nyengir ^^!<br />
Bener-bener bikin gemes.. :))<br />
<br />
Sekarang, gw hanya berharap semoga sang makhluk mungil ini mau menunggu bapaknya menyeberangi lautan sebelum dia menarik nafas pertamanya di dunia..<br />
<br />
Sabar ya nak, kami menantimu...<br />
<br />
God bless u my daughter..<br />
<br /></div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-59524726165539813232013-12-19T19:30:00.000-08:002014-11-19T19:36:55.288-08:00How To: Mengurus Pemindahan Meteran Listrik<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Ketika melakukan renovasi rumah kemarin, saya dan suami meminta tembok fasad depan dimundurkan sekitar 1.5 meter.<br />
<div>
Otomatis, meteran listrik harus dipindah juga.</div>
<div>
Sebenarnya sih ada tetangga yang menawarkan jasa pemindahan meteran itu, tapi daripada nanti ada kenapa-kenapa dengan segelnya yang malah bisa membuat kami terkena denda, maka kami memutuskan untuk menghubungi PLN.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Prosedurnya:</div>
<div>
<ol style="text-align: left;">
<li>Lakukan pembayaran tagihan bulan berjalan terlebih dahulu.</li>
<li>Hubungi 123, sebutkan nama Anda</li>
<li>Sebutkan layanan yang diinginkan, dalam hal ini Pindah Meter</li>
<li>Sebutkan nomor pelanggan, lokasi, kemudian juga nomor KTP dan telpon akan dicatat.</li>
<li>PLN akan memberikan nomor registrasi layanan dan memberitahukan PLN cabang mana yang akan bertanggung jawab.</li>
<li>Petugas akan melakukan survey ke lapangan. ( Dalam hal ini, petugas datang ke rumah kami berselang 3 hari kerja. Sebenarnya 2 hari kerja sih, tapi petugasnya kesulitan menemukan rumah kami, jadi baru kembali lagi esok harinya.)</li>
<li>Selesai survey, petugas akan memberikan 1 slip bewarna biru berisi rincian perkiraan biaya pekerjaan dan material. </li>
<li>Lembaran biru tersebut dibawa ke PLN cabang seperti yang disebutkan di nomor 5.</li>
<li>Lampirkan fotokopi KTP, dan lakukan pembayaran untuk jasa pemindahan dan biaya material. (Detail per SoW disebutkan dengan cukup jelas di bukti pembayaran)</li>
<li>Tunggu 3-10 hari kerja hingga petugas datang.</li>
</ol>
<div>
<br /></div>
</div>
<div>
Total biaya yang keluar: sekitar 500k</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Terlampir:</div>
<div>
-slip berwarna biru yang diberikan pasca survey</div>
<div>
- bukti pembayaran</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Semoga bisa membantu :)</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
</div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-82905398241011157582013-11-28T19:13:00.002-08:002013-11-28T19:13:47.686-08:00Jangan jadi Pasien Sotoy ah!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Tau kan sotoy itu apa?<br />
<div>
Orang yang sotoy tentunya pasti tahu apa itu sotoy, hehehe.</div>
<div>
Ini cuman sekedar melanjutkan postingan gw yang tentang <a href="http://b1ttersweetchoco.blogspot.com/2013/10/tenggelam-dalam-informasi.html">Tenggelam Dalam Informasi</a> .</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kebenaran beberapa hari ini kan emang lagi pada heboh ngomongin soal aksi mogok dokter.</div>
<div>
Beberapa hari ini, gw banyak berbincang-bincang dengan mertua gw yang sedang berkunjung ke Jakarta dalam rangka 7 bulanan kehamilan gw.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Nah mertua gw bukan dokter sih, tapi seorang pensiunan kepala bidan di salah satu RSIA. Jadi ya lumayan banyak tahu mengenai dunia medis.</div>
<div>
Kebetulan lagi, nyokap gw sendiri juga eks bidan dan perawat.</div>
<div>
Jadi bisa dibilang sedari gw kecil hingga sekarang, kalau gw sakit atau apa, gw bisa dapat saran dan perawatan gratis dari orang yang pernah mempelajari ilmu medis.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Gimana pun juga, berada dekat dengan orang-orang tersebut, itu membuat gw mungkin cukup paham kalau yang namanya ilmu pengetahuan (di bidang apa pun), bukanlah sesuatu yang mudah diperoleh. Yang namanya teori kalau tidak dibekali dengan pengalaman, tentunya tidak akan berguna dalam kehidupan nyata.</div>
<div>
Sikap dan tindakan seseorang yang dulunya setiap hari terbiasa melihat kasus begini-begitu dan harus bisa memberi saran dan tindakan, tentunya berbeda dengan pengetahuan orang awam yang mungkin cuman sekedar membaca saja.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Makanya, sejujurnya gw merasa sangat terusik ketika di era "just ask google" ini, muncul fenomena pasien dan keluarga pasien yang "sotoy".</div>
<div>
Apa sebenarnya itu?</div>
<div>
Saking banyaknya informasi yang bisa tersedia apabila kita mengklik suatu search engine, kadang kita merasa "Gw mencari info tentang topik ABC, kemudian google menunjukkan ada A, B, C, D, E, F, G, sampe Z. Gw baca A sampe Z itu, artinya gw sudah memahami."</div>
<div>
Salah.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Gw mencoba membuka beberapa web berisikan informasi kesehatan dan membuka "Terms and Condition" dari web-web tersebut.</div>
<div>
Yang muncul adalah:</div>
<blockquote class="tr_bq">
<blockquote class="tr_bq">
*** provides medical information for use as <b>information</b> or for <b>educational</b> purposes. We do not warrant that information we provide will meet your health or medical requirements. It is up to you to contact a health professional if you are concerned about your health.</blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
*** does not give medical advice in relation to any individual case or patient, nor does *** provide medical or diagnostic services. </blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
If you are a medical or health professional then you are encouraged to use *** for general information purposes. However, you should not rely on material included on *** and we do not accept any responsibility if you do.</blockquote>
</blockquote>
<div>
atau:</div>
<blockquote class="tr_bq">
The contents of the ***, such as text, graphics, images, information obtained from ***'s licensors, and other material contained on the *** Site ("Content") are for<b> informational</b> purposes only. The Content is not intended to be a substitute for professional medical advice, diagnosis, or treatment. <i><b>Always seek the advice of your physician or other qualified health provider with any questions you may have regarding a medical condition. Never disregard professional medical advice or delay in seeking it because of something you have read on the *** Site!</b></i></blockquote>
<div>
atau:<br />
<blockquote class="tr_bq">
<blockquote class="tr_bq">
THE CONTENT AVAILABLE VIA THE WEB SITE IS PROVIDED WITH THE UNDERSTANDING THAT NEITHER *** NOR ITS SUPPLIERS OR USERS ARE ENGAGED IN RENDERING MEDICAL, COUNSELING, LEGAL, OR OTHER PROFESSIONAL SERVICES OR ADVICE.</blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
SUCH CONTENT IS INTENDED SOLELY AS A GENERAL <b>EDUCATIONAL</b> AID. <b><i>IT IS NOT INTENDED AS MEDICAL OR HEALTHCARE ADVICE, OR TO BE USED FOR MEDICAL DIAGNOSIS OR TREATMENT, FOR ANY INDIVIDUAL PROBLEM</i></b>. IT IS ALSO NOT INTENDED AS A SUBSTITUTE FOR PROFESSIONAL ADVICE AND SERVICES FROM A QUALIFIED HEALTHCARE PROVIDER FAMILIAR WITH YOUR UNIQUE FACTS. ALWAYS SEEK THE ADVICE OF YOUR PHYSICIAN OR OTHER QUALIFIED HEALTHCARE PROVIDER REGARDING ANY MEDICAL CONDITION AND BEFORE STARTING ANY NEW TREATMENT.</blockquote>
</blockquote>
atau<br />
<blockquote class="tr_bq">
While some of the information on this site is about medical issues, <b>it is not medical advice and should not be construed as such</b>. If you are concerned about your health or your child's health, contact your health care provider and/or seek medical care immediately.</blockquote>
<br />
*gw copas T&C dari beberapa website yang seringsekali dijadikan referensi oleh orang awam.<br />
<br /></div>
<div>
Berapa banyak orang yang benar-benar memahami arti T&C yang tertulis di situ?</div>
<div>
Coba saja tanyakan ke diri Anda sendiri.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kembali ke perbincangan gw dengan ibu mertua.</div>
<div>
Beliau bercerita, saat ini sulit sekali buat tenaga medis untuk mencoba memberikan penjelasan atas saran dan tindakan yang mereka lakukan.</div>
<div>
Sebabnya ya itu, banyak pasien atau pun keluarga pasien yang membekali diri dengan terlalu banyak informasi (terutama dari internet) dan bersikap sotoy.<br />
Masih mendingan kalau informasinya diambil dari web-web organisasi kesehatan. Kalau hanya berdasarkan opini di forum? Menurut gw pribadi, apa yang ditulis orang di forum itu bersifat subjektif berdasarkan pengalaman pribadi yang belum tentu cocok untuk setiap orang.<br />
Gampangnya begini deh, misal ada 2 orang yang menampakkan gejala yang mirip, tapi bisa saja sebenarnya penyebabnya bisa 2 hal yang berbeda. Kita sebagai orang awam tidak terlatih untuk menganalisa sedalam itu. Bahkan tenaga medis pun membutuhkan hal yang namanya wawancara dengan pasien dan pemeriksaan fisik (plus mungkin pemeriksaan lab) sebelum dapat memberikan prognosis.<br />
<br />
Bersikap kritis itu perlu. Tapi bedakanlah antara kritis dan sotoy.<br />
Kalau memang Anda merasa lebih tahu dari para tenaga medis, lalu mengapa Anda datang ke mereka?<br />
<br />
Jadilah pasien yang cerdas dan kritis, tapi jangan sotoy ya...</div>
</div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-70835734680217427192013-11-22T01:07:00.000-08:002013-11-22T01:07:17.345-08:00Ironi Sang Paspor yang Miskin Cap<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Sekitar awal Oktober 2010, gw memperpanjang paspor gw.<div>
Benernya sih paspor gw itu baru bakalan expired akhir April 2011, tapi secara gw ada plan untuk ngetrip ke Hanoi di awal November, jadinya gw perlu memperpanjang itu paspor daripada ntar kejadian gw ketahan di bandara karena masa berlaku kurang dari 6 bulan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Entah kenapa, begitu sang paspor baru ini kelar, dimulai lah rentetan "tidak berjodoh dengan luar negeri"</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tentu saja dimulai dari trip Hanoi itu tuh...</div>
<div>
Gw udah megang tiket, tapi karena urusan kerjaan alias meeting besar tahunan, gw terpaksa membatalkan trip itu. (Paling ga tiket pesawat gw diganti duit tunai ama si boss)</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tahun 2012, gw ditawarin training ke Manila ama pak boss. Gw udah senyam-senyum senang, sampe gw ngeliat judul materi training nya. Itu kan yang baru bulan lalu ada training lokal di Jakarta?</div>
<div>
Pas memeriksa detail material, aduh, positif sama 100%! Trainernya pun sama pula.</div>
<div>
Setelah bergumul antara keinginan ingin pergi versus kejujuran itu penting, akhirnya gw memutuskan kalau kejujuran gw kagak bisa dibeli biarpun gw mupeng ke Manila. So bye bye..</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tahun 2013, gw ditawarin on job training di Thailand. Kali ini gw kagak sempet senyum-senyum, udah langsung mengkerut di kursi. Kenapa? </div>
<div>
Tentunya karena gw tahu kalau gw ga mungkin pergi karena gw sedang hamil.</div>
<div>
Apalagi pas trimester 1 itu kehamilan gw mayan bikin senewen karena mual-mual ga keruan.</div>
<div>
Biarpun berangkatnya pas trimester 2, tapi gw tau ga mungkin suami gw setuju, dan gw juga ogah membayangkan lagi hamil dengan perut membesar sendirian di negeri orang yang bahasanya pun gw ga mudeng. So bye bye..</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Belum juga sampe gw kelar hamil, sekarang gantian gw ngedengerin orang-orang pada mo meeting besar di Batam (baca sebagai batu lompatan ke Singapore)</div>
<div>
Ah? setelah bertahun-tahun gembor-gembor mo meeting besar di A, di B, di C, tapi ujung-ujungnya selalu balik ke gedung tercinta di Gatsu itu, sekarang mereka malah beneran berangkat ke Batam?</div>
<div>
Tepok jidat lagi deh gw, secara gw kan lagi digrounded di Jakarta. So bye bye..</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Nah....</div>
<div>
sebenarnya yang lucu adalah ironi sang paspor yang miskin cap ini juga menular antara gw dan suami gw.</div>
<div>
Jadi sebelum kita berdua officially barengan, dia juga tipe yang udah sempet mengisi paspornya.</div>
<div>
Tapi begitu kita jadian (sampe sekarang nikah), rezeki buat mengisi cap di paspor langsung seret abis.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dia ditawarin ke Swedia, tapi ga mau ngambil karena terlalu mepet sebelum nikah.</div>
<div>
Dia ditawarin ke Italia, tapi ga mau ngambil karena terlalu mepet setelah hanimun.</div>
<div>
Dia ditawarin ke Hanoi, terus ke Doha, tapi ga mau ninggalin gw yang lagi hamil muda.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tau-tau, minggu lalu dia ditawarin ke San Jose.</div>
<div>
Tapiiiiiii..... kok tanggalnya itu, minus 2 minggu sebelum HPL nya anak kita berdua.</div>
<div>
Itu kan dah masuk masa siaga?</div>
<div>
Emang sih acaranya cuman 3 hari, tapi klo tau-tau sang bayi dah pingin nongol, ga lucu bener gw lagi mulas-mulas mo lahiran sementara oknum satunya ada di benua seberang?</div>
<div>
Atau misal kebalikan... ternyata gw lahiran sebelum dia berangkat, ntar ga lucu juga dia kelop-kelop di bandara sendirian membayangkan istri dan anaknya yang baru lahir...</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jadi... tampaknya cerita ironi sang paspor yang miskin cap ini masih akan berlanjut sampai entah kapan...^_^!</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kalau kata adik gw sih, itu pertanda kalau gw ama suami disuruh mencintai dalam negeri dulu sebelum jalan-jalan di luar.</div>
<div>
Benarkah?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Waktu yang akan menjawab, hehehe...</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
</div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-83696432309967995222013-10-09T19:17:00.002-07:002013-10-09T19:17:20.134-07:00Tenggelam dalam Informasi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Saat ini kita hidup di suatu era di mana gampang sekali mendapatkan aneka informasi.<br />
<div>
<br /></div>
<div>
Mau tau sesuatu? Tinggal tanya mbah Google, maka akan ada banyak sekali link menuju informasi yang ingin diketahui.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tapi apakah memang semudah itu untuk mendapatkan informasi?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Menurut gw, justru saat ini lebih susah untuk mendapatkan informasi yang <b>reliable</b>.</div>
<div>
Mengapa?</div>
<div>
Soalnya banyak sekali orang-orang yang mencoba menganalisa/mereview sesuatu dari sisi orang awam. Susahnya, review dari sisi orang awam seringkali menghasilkan review yang subjektif, tidak lagi objektif.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sebagai konsumen, gw sih bingung karena ada banyak sekali macam barang yang tersedia. Dari yang super murah sampai dengan super mahal, semua ada.</div>
<div>
Dari yang kualitasnya entah kenapa bisa lolos seleksi sampai yang sudah super canggih sampai sudah bingung gimana cara makenya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tanya sana sini, mencari informasi, makin bingung karena kok banyak sekali pendapat.</div>
<div>
<br />
Sebagai orang yang (ngakunya) kerja sebagai engineer, gw tau kok pentingnya memahami konsep dasar dalam proses dan sistem, tapi untuk <i>aplikasi</i> sehari-hari, terlalu banyak teori itu malah akan membuat mumet.<br />
<br />
Jadi gampangnya, biasanya gw memfilter informasi seperti ini:<br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li>sumber teori -> artikel ilmiah akan lebih valid ketimbang review</li>
<li>siapa yang menulis artikel/review beserta karakter penulis: orang yang sotoy, hobi nakut-nakutin -> coret!</li>
</ul>
<div>
selebihnya... mari biarkan logika dan insting yang bekerja dan semoga gw ga kelelep duluan, hihihi...</div>
</div>
</div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-86568529294942173392013-10-01T20:39:00.000-07:002013-10-01T20:39:08.631-07:00How to: Mengkalkulasi Kebutuhan Lampu Suatu Ruangan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Mumpung saat ini gw lagi merenovasi rumah, gw berpikir untuk sekalian mengganti lampu-lampu yang ada dengan lampu LED.<br />
<br />
Kebetulan jumlah titik lampu di rumah juga berubah, jadi kayaknya ini saat yang tepat untuk menghitung-hitung lagi.<br />
<br />
Biasanya sih, kalau pas kita beli lampu, yang kita perhatikan itu Watt-nya.<br />
Ga salah sih, karena konsumsi watt nya itu ntar bakal mempengaruhi tagihan listrik bulanan (or pulsa listrik buat yang prabayar).<br />
Tapi jadi agak-agak kurang pas kalau watt nya itu yang dijadikan patokan untuk emisi cahaya.<br />
Unit untuk emisi cahaya adalah lux.<br />
<br />
Setiap lampu, baik pijar, CFL, LED, memiliki illuminence dengan unit satuan lumen alias lux x meter persegi.<br />
Biasanya ketika kita membeli lampu CFL atau LED, di kemasannya tercantum keterangan seperti ini "sebanding dengan lampu pijar sekian watt".<br />
Maknanya adalah lampu CFL atau LED itu memiliki jumlah lumen yang sama dengan lampu pijar.<br />
Akan terlihat bahwa watt lampu CFL atau pun LED lebih kecil daripada watt yang diperlukan oleh lampu pijar dengan tingkat lumen yang sama.<br />
<br />
Contoh cara membaca spesifikasi suatu lampu:<br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li>lampu LED keluaran produsen A </li>
<ul>
<li>Wattage: 8 W</li>
<li>Lumen: 400 lmn</li>
</ul>
<li>lampu LED keluaran produsen B</li>
<ul>
<li>Wattage: 9 W</li>
<li>Lumen: 600 lmn</li>
</ul>
<li>lampu LED keluaran produsen B (tapi untuk market negara X)</li>
<ul>
<li>Wattage: 7 W</li>
<li>Lumen: 600 lmn</li>
</ul>
</ul>
<br />
<br />
lampu LED keluaran produsen B memiliki tingkatan lumen yang sama-sama 600 lmn, namun pemakaian daya listrik akan lebih hemat jika kita menggunakan yang memiliki wattage 7 W ketimbang 9W.<br />
Sayangnya, tidak semua produsen mencantumkan secara eksplisit berapa lumen lampu yang mereka produksi. Pas terakhir gw cek di sebuah toko lampu, ada yang hanya mencantumkan kalimat "ekivalensi nya", kadang ada yang lengkap dengan lumen nya, kadang ada juga lumen/watt dan watt nya (artinya monggo hitung sendiri tuh itu berapa lumen, hehehe).<br />
<br />
Informasi lain yang mungkin perlu diketahui adalah efisiensi luminous secara umum: (<i>sumber: wikipedia</i>)<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Incandescent bulb: 12-18 lumens / watt<br />Halogen incandescent: 24 lumens / watt<br />Compact fluorescent: 45-75 lumens / watt<br />LED: 60-100+ lumens / watt</blockquote>
<br />
Terlihat bahwa <i>tidak semua</i> lampu LED lebih efisien daripada lampu CFL.<br />
<br />
Setelah kita mengetahui spesifikasi lampu, sekarang saatnya melihat kebutuhan cahaya.<br />
Masing-masing negara biasanya memiliki standar berapa lux yang dibutuhkan untuk suatu jenis ruangan.<br />
Contoh untuk standar AUS: (sumber: <a href="http://brightgreen.com/au/leds-and-lighting">Brightgreen.com</a> )<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRfC-PGOxdiSP5U3YDU-yIDM1X-QqwRE9_bWeAjahp2EaBNFSf1KX4_ps76Q_9-VO1ajaNEmlt-WhosO6KTQn6P12SQtjZBoc3suQNM8iCnBbvLcbILpQYhQqIVERGSnhBfKY2oIgcVyg/s1600/2013-10-02_10h01_59.png" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="361" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRfC-PGOxdiSP5U3YDU-yIDM1X-QqwRE9_bWeAjahp2EaBNFSf1KX4_ps76Q_9-VO1ajaNEmlt-WhosO6KTQn6P12SQtjZBoc3suQNM8iCnBbvLcbILpQYhQqIVERGSnhBfKY2oIgcVyg/s640/2013-10-02_10h01_59.png" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Lux Level Standard (AU)</td></tr>
</tbody></table>
<br />
Step berikutnya adalah menghitung lumen yang dibutuhkan dengan rumusan:<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
lumen= lux x luas</blockquote>
<br />
Contoh: misal ada dapur berukuran 3 m x 3 m, maka lumen yang dibutuhkan: 160 x 3 x 3 = 1440 lumen<br />
Jika misalnya yang dipergunakan adalah lampu dari produsen B (600 lumen), maka akan dibutuhkan 2-3 buah lampu.<br />
<br />
Sebenarnya selain lumen ini, masih ada satuan satuan lain seperti CRI (colour rendering index), tapi tampaknya terlalu rumit untuk dibahas :)<br />
<br />
Jadi sudah bisakah Anda menghitung berapa titik lampu dan jenis lampu yang akan dipasang?<br />
<br /></div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-71100017613522824292013-09-23T18:28:00.001-07:002013-09-23T18:28:48.507-07:00Mobil Murah? *Tepok Jidat*<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Beberapa hari ini, digulirkan wacana soal mobil murah di Indonesia.<br />
<br />
Menurut saya ini adalah ide yang amat sangat teramat super duper bodoh (biarin lebay).<br />
<br />
Dulu kebijakan pajak mobil progresif itu dibuat untuk tujuan apa sih?<br />
Salah satu tujuan tersiratnya kan untuk mengurangi kemacetan bukan...?<br />
<br />
Lah sekarang, dengan wacana mobil murah, itu bukannya akan membuat orang-orang yang tadinya belum mampu membeli mobil, (mungkin) jadi mampu membeli mobil?<br />
<br />
Lihat itu di jalan, jumlah motor yang berkeliaran sudah sedemikian banyak. Padahal sekitar 10-20 tahun yang lalu, jumlahnya tidak sebanyak itu.<br />
<br />
Sudah rahasia umum juga kan kalau dari sekian banyak pengguna kendaraan bermotor itu, berapa banyak sih yang memang benar-benar lulus ujian SIM?<br />
Berapa banyak juga yang sebenarnya cukup berkepala dingin untuk membawa kendaraan?<br />
Tidak cukupkah jumlah angry drivers yang berkeliaran di jalan saat ini?<br />
<br />
Saya bukan orang yang gampang naik darah (percayalah, menurut kenalan saya, saya orang yang sangat berdarah dingin), tapi ketika berada di jalanan Jakarta, seringkali saya sudah di ambang batas untuk mengacungkan jari tengah saya *maaf*. Yang menahan saya untuk tidak mengacungkan jari tengah hanyalah karena saya tidak mau ikutan berlaku kurang ajar juga.<br />
<br />
Balik ke persoalan mobil murah.<br />
<br />
Rasanya sangat sempit ketika mengukur tingkat kemakmuran penduduk Indonesia hanya dari mampu/tidaknya seseorang membeli kendaraan.<br />
Memangnya tingkat daya beli masyarakat diukur dari mobil?<br />
Bukannya kebutuhan pokok manusia itu Sandang, Pangan, Papan? (atau pelajaran di SD sekarang udah berubah ya? Jangan-jangan udah jadi Sandang, Pangan, Papan, handphone, mobil, dan lain sebagainya)<br />
<br />
Saya pribadi lebih bangga jika saya bisa memiliki rumah sendiri, tidak mengontrak, ketimbang bisa membeli mobil.<br />
<br />
Masalah lain dari mobil murah adalah soal bensin subsidi.<br />
Sekarang aja pemerintah dah empot-empotan membiayai bensin subsidi.<br />
Emangnya konsumsi bensin mobil murah itu sudah diperhitungkan?<br />
Ntar ujung-ujungnya, mari kita naikkan harga bensin karena pemerintah sudah tekor APBN nya, yang secara ga langsung berarti kenaikan aneka harga barang dan jasa lain (tidaaaaaaakkkkk!)<br />
Baca itu sebagai kenaikan harga makanan (Pangan lho), harga material rumah (Papan lho).<br />
Yang murah terus apa dong?<br />
Mobil?<br />
Kagak bisa dimakan cuy...<br />
Bisa sih dipake buat tempat tidur. Tapi mo diparkir di mana itu si mobil murah kalau ga punya rumah? Di pinggir jalan? Menuh-menuhin jalan dong ntar. Ujung-ujungnya bikin jalan ga berfungsi maksimal, macet.<br />
Kalau jalan dah macet berat terus ngapain punya mobil? Kagak bisa dipake ke mana-mana juga toh. Daripada frustasi di jalan, ya sudah diam di rumah (kalau punya).<br />
<br />
Saya mengerti sih memang tidak semua orang beruntung bisa mendapatkan lokasi tempat tinggal yang dekat dengan tempat aktivitas sehari-harinya.<br />
Tapi mobil murah bukanlah solusi jangka panjang.<br />
Sediakanlah transportasi massal yang nyaman dengan harga terjangkau.<br />
Niscaya itu akan jauh lebih bermanfaat.<br />
<br />
<br /></div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-20653157115498183412013-09-19T19:28:00.000-07:002014-11-19T19:29:46.100-08:00Gelap dan Terang<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Terang tidak selalu berarti aman.<br />
Gelap tidak selalu berarti tidak aman.<br />
<br />
Jikalau tidak ada gelap, bagaimana kamu mengetahui adanya terang?<br />
Jikalau tidak ada terang, bagaimana kamu mengetahui adanya gelap?<br />
<br />
------------------------------------------------------------------------------------------------------------<br />
<br />
Dua kalimat yang terakhir itu sesuatu yang saya peroleh ketika membaca sebuah manga Jepang, Garasu no Kamen.<br />
Menurut saya pribadi, kedua kalimat tersebut memiliki makna yang dalam.<br />
Kadang kita melihat sesuatu hanya dari 1 sisi saja, yaitu dari sisi yang kita anggap paling benar.<br />
Janganlah lupa kalau sisi yang kita anggap benar itu seringkali hanyalah sesuatu berdasarkan subjektivitas pribadi kita.<br />
Cobalah melihat dari sisi yang berbeda.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /></div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-51093349776567763422013-09-19T18:56:00.002-07:002013-09-19T18:56:49.074-07:00Otak Kiri? Otak Kanan?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Selama ini, gw berpikir kalau gw ini orang yang cenderung dominan otak kiri.<br />
<div>
<br /></div>
<div>
Why?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Soalnya dari jaman sekolah dulu sampe sekarang, gw ga ada nemu masalah dengan yang namanya angka.</div>
<div>
Kalau kata orang-orang pun, untuk cewek, gw termasuk yang logis.</div>
<div>
Kerjaan pun sekarang kan seorang telco engineer.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Intinya, gw berpendapat gw orang yang yang dominan otak kiri.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sabtu kemarin, acara family gathering dari kantor membawa gw dan suami ke Trans Studio Bandung. Di dalamnya, terdapat Science Center. Salah satu fitur di Science Center adalah tes dominan otak kiri atau kanan.</div>
<div>
Output dari tes tersebut adalah: dominan kiri, dominan kanan, seimbang cenderung kiri atau seimbang cenderung kanan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
*kalau mau iseng nyobain, cobain test <a href="http://sommer-sommer.com/braintest/">ini</a> deh..</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ternyata, jreng-jreng, gw dominan kanan (33% otak kiri, 67% otak kanan)</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Reaksi pertama gw tentunya adalah menolak hal itu karena kok rasanya kagak matching ama gw ya.</div>
<div>
Tapi setelah dipikir-pikir, hmm, mungkin perlu dilihat lebih detail...</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Coba kita intip kutipan artikel di bawah ini soal left brain vs right brain.</div>
<blockquote class="tr_bq">
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-size: x-small;">The Right Brain</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-size: x-small;">According to the left-brain, right-brain dominance theory, the right side of the brain is best at expressive and creative tasks. Some of the abilities that are popularly associated with the right side of the brain include:</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-size: x-small;">Recognizing faces</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Expressing emotions</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Music</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Reading emotions</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Color</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Images</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Intuition</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Creativity</span></li>
</ul>
</blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-size: x-small;"><br /></span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-size: x-small;">The Left Brain</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-size: x-small;">The left-side of the brain is considered to be adept at tasks that involve logic, language and analytical thinking. The left-brain is often described as being better at:</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-size: x-small;">Language</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Logic</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Critical thinking</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Numbers</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Reasoning</span></li>
</ul>
</blockquote>
</blockquote>
<div>
source: <a href="http://psychology.about.com/">http://psychology.about.com</a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Hmm, setelah berpikir, sebenarnya sih mungkin ada benarnya juga.</div>
<div>
Walaupun saat ini gw punya title pekerjaan yang sepertinya menuntut logika, tapi mungkin memang apa yang benar-benar pingin gw lakukan bukanlah apa yang ingin gw lakukan sekarang.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Gw jauh lebih menyukai hal-hal yang berkaitan dengan kesenian.</div>
<div>
Dari kerajinan tangan sampai seni musik, itu semua suka saya lakukan dan bisa saya nikmati. (Gw kagak mau pamer bisa ngapain aja, ntar dibilang som-se)<br />
<br />
Bahkan saya sempat bercita-cita, kalau sudah pensiun dari jadi telco engineer, mau jadi guru musik saja ah, hehehehe...Atau mo buka toko kerajinan tangan begitu, walaupun sampai sekarang gw belum tahu pasti kerajinan tangan apa yang bisa gw kerjain secara kontinu. Atau mau jadi penulis?<br />
<br />
Tapi bagaimana pun juga, gw tau kalau gw ga bisa banting setir semudah itu sih.<br />
Biar hasilnya otak kanan dominan, gw yakin 1/3 otak kiri gw juga cukup kuat untuk bilang "ayo berpikirlah dengan logika".<br />
<br />
Jadi, biarlah air mengalir saja, ntar lama-lama juga bakal keliatan bakal ke mana. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
</div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-53811899112218121162013-08-22T19:28:00.001-07:002013-08-22T19:28:25.205-07:00Tidak Berbakat Melanggar Aturan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Sedari saya kecil, entah mengapa, saya sepertinya tidak berbakat untuk melanggar aturan.<br />
<br />
Mengapa?<br />
<br />
Karena begitu saya melakukan sesuatu yang rada menyimpang, biasanya sih, perbuatan saya akan cepat sekali terbongkar (atau mungkin karena saya kurang pandai menyembunyikannya ya? hahaha)<br />
Kadang malah ada "bonus", saya mendapatkan kesialan tidak lama setelah saya melakukan hal yang menyimpang tersebut.<br />
<br />
Sebagai contoh:<br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li>Sebagai anak kecil, saya pernah iseng-iseng mencoret wallpaper rumah dengan pensil. Hanya coretan kecil bergambar bunga. Berselang beberapa hari, entah mengapa, inspeksi dari pemilik rumah datang. Hal ini terjadi ketika saya masih belum tinggal di Indonesia, dan tentu saja kita belum tentu bisa mengharapkan toleransi khas Indonesia "tidak apa-apa". Singkat kata, dicarilah siapa pelakunya, dan tentunya saya mengaku. Saya lupa apa hukumannya, tapi yang pasti "kejahatan" saya hanya berumur beberapa hari.</li>
<li>Ketika saya baru datang di Indonesia, salah satu hal yang tidak bisa saya lakukan adalah berbahasa Indonesia. Baik secara lisan maupun tulisan, sama-sama nol besar. Jadi bisa dibayangkan apa yang terjadi ketika saya mengikuti ulangan dikte untuk pertama kali. Angka 0 tertulis besar di kertas ulangan. Sebelum saya pindah ke Indonesia, saya dikategorikan siswa dengan nilai cukup baik (tidak menyombong). Tentunya saya terpukul dengan nilai 0 ini. Semakin bingung karena kertas ulangan harus ditandatangani oleh orang tua. Maka saya melakukan hal paling sederhana yang terpikir oleh saya. <i>Memalsukan tanda tangan (<b>jangan ditiru!</b>)</i>. Dasar amatir, tentu saja tanda tangan palsu itu teridentifikasi oleh guru saya, dilingkari besar-besar dengan bolpen merah, dikasih tulisan, dan saya harus benar-benar meminta tandatangan orang tua saya yang asli. Untunglah reaksi orang tua saya adalah memaklumi, dan guru pun akhirnya sadar kalau memang saya tidak mengerti bahasa Indonesia, sehingga akhirnya selama 2 caturwulan saya mendapatkan les tambahan Bahasa Indonesia sepulang sekolah</li>
</ul>
<div>
Masih ada beberapa lagi perilaku menyimpang yang pernah saya lakukan sih. Tapi ya itu, kebanyakan berakhir dengan ketahuan dalam tempo sesingkat-singkatnya, atau malah sekalian mendapatkan "bonus" hukuman. Lucunya adalah kadang saya melakukan sesuatu tidak dengan sengaja pun, tahu-tahu saya bisa mendapatkan "bonus" tersebut. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Coba tolong jelaskan pada saya, bagaimana caranya ketika saya lupa membayar makan siang saya, kemudian dalam waktu kurang dari 24 jam saya mengalami gatal-gatal yang baru hilang setelah saya akhirnya membayar makan siang tersebut? *memutar bola mata*</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kadang saya dan suami saya bercanda bahwa saya ini "dikutuk" karma instan. Jadinya begitu saya mau melakukan sesuatu yang buruk, siap-siaplah ntar kejatuhan "bonus" sesuatu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Merugikan? Tidak juga, karena itu berfungsi sebagai pengingat buat diri saya untuk berusaha tetap berada di jalan yang lurus.</div>
<br />
<br /></div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-33383843837162709342013-08-17T19:51:00.002-07:002013-08-17T19:51:36.733-07:00'Terkhianati' pada 17 Agustus-an<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Kedua orang tua saya WNI.<br />
Hanya saja, kebetulan dulu saya numpang lahir di negeri orang lain.<br />
Sebagai anak kecil, saya hanya tahu kalau saya bukan penduduk asli, mungkin karena secara fisik saja memang kelihatan berbeda.<br />
Saya tahu bahwa ada suatu tempat bernama Indonesia, karena kadang orang tua saya berbicara dengan bahasa Indonesia (sehari-hari kami mempergunakan bahasa setempat).<br />
Pokoknya bagi saya, Indonesia itu suayi tempat yang jauh di awang-awang.<br />
<br />
Hingga ketika Juni 1989, akhirnya kami sekeluarga pindah ke Indonesia.<br />
<br />
Cultural shock tentunya terjadi, terutama mengenai kendala berbahasa.<br />
Bahasa Indonesia saya bisa dibilang nol besar.<br />
<br />
Di saat saya masih meraba-raba, apa ini, apa itu, tahu-tahu sudah bulan Agustus.<br />
<br />
Tentunya ada momen 17 Agustus-an dong. Orang tua saya mencoba memperkenalkan saya dengan budaya itu, jadi mereka mendaftarkan saya untuk mengikuti lomba di RT atau RW tempat tinggal kami.<br />
<br />
Terdaftarlah saya sebagai peserta 'Balap Kipas Balon'.<br />
Dengan pemahaman saya yang terbatas akan bahasa Indonesia, say berpikir bahwa kipas tentunya berarti mengipasi balon dari garis start hingga ke garis finish.<br />
Tolong dikoreksi jika pemahaman saya salah.<br />
Mengipasi saya artikan sebagai memberikan efek hembusan angin yang diakibatkan oleh gerakan melambaikan kipas.<br />
Tentunya ketika kita mengipasi sesuatu, tidak ada kontak fisik antara kipas dengan benda yang dikipasi bukan?<br />
<br />
Nah, bayangkan betapa saya terpana, ketika saya sedang mengipasi balon berdasarkan pemahaman yang saya punya, dan melihat para peserta lain memukulkan kipas mereka ke balon supaya balon itu bergerak!<br />
Lebih terpana lagi karena orang-orang menyoraki para 'pemukul' balon itu, sementara saya masih berjuang mengipasi balon saya, dan seperti sudah ditebak, tentunya balon saya masoh jauh dari garis finish ketika dinyatakan sudah ada pemenang.<br />
<br />
Terpatah-patah dengan bahasa Indonesia yang tidak jelas digabung bahasa isyarat ala Tarzan, saya mencoba bertanya, 'Bukannya ini mestinya mengipasi balon?itu tadi pukul balon?'<br />
<br />
Reaksi orang-orang adalah melihat saya dengan heran kemudian tertawa.<br />
Dan saya tidak pernah mendapatkan jawabannya di hari itu.<br />
<br />
Perasaan saya?<br />
Terkhianati.<br />
<br />
Di peringatan kemerdekaan Indonesia yang pertama saya ikuti, saya merasa usaha saya untuk mengerti bahasa Indonesia telah dipatahkan.<br />
Saya tidak mengerti, apakah orang-orang memang mengganggap hal itu sepele karena itu hanyalah sekedar lomba kecil untuk perayaan.<br />
Atau memang itu suatu pertanda bagi saya untuk waspada terhadap kata-kata ala orang Indonesia? Di mana orang tanpa sadar seringkali meremehkan pentingnya perkataan sekecil apa pun?<br />
<br />
Hampir seperempat abad telah berlalu, namun saya masih selalu memikirkan kejadian itu setiap tanggal 17 Agustus tiba.<br />
Kita merdeka secara negara.<br />
Namun manusia Indonesia belum merdeka selama masih ada seorang anak bertanya 'Kenapa yang menang dalam lomba kipas balon adalah orang yang memukul balon?'<br />
<br />
Dirgahayu Indonesia.<br />
<br />
Semoga hanya saya saja yang 'terkhianati'.<br />
<br /></div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-1255921267460236632013-08-12T02:25:00.000-07:002013-08-27T19:44:33.604-07:00Balada (Susah) Makan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Makan apa ya?<br />
Itu pertanyaan yang kayaknya sering banget ada di pikiran gw saat ini.<br />
<br />
Pertanyaan simpel sih, tapi rasanya ribet bener menjawabnya.<br />
Udah pada dasarnya gw punya bakat hipersensitivitas ke sekian makanan (juga beberapa obat-obatan), ditambah juga ada pantangan tertentu berkaitan tingkat hormon gw, sekarang ditambah pula lagi hamil.<br />
<br />
Gw ga perlu menyebutkan list makanan yang ga boleh gw makan, daripada membuat prihatin yang membacanya saking panjang listnya.<br />
Gw cukup mensyukuri kenyataan bahwa gw masih boleh mengkonsumsi susu, telur dan kacang (tentunya bersama aneka turunannya).<br />
Kalau ketiga bahan itu juga ga bisa gw makan, bah, ribet bener... Mana gw doyan banget lagi ama susu, yoghurt, dan keju-kejuan.<br />
<br />
Kalau ditanya, susah ga sih ga boleh makan ini itu?<br />
Jawabannya mah, susah-susah gampang kali ya.<br />
Selama gw sendiri yang nyari makanan sih ga ada masalah.<br />
Ibaratnya tinggal tutup mata dan terutama hidung.<br />
Godaan mata lebih bisa dihalau ketimbang godaan wangi masakan yang menggiurkan.<br />
Yang jadi masalah itu kalau misal ada undangan makan-makan.<br />
Pilihan masakan terbatas, kadang malah ga ada yang bisa gw makan (hiks).<br />
Masalah berikutnya itu kalau gw sedang travelling.<br />
Gw termasuk orang yang suka nyicipin masakan aneh-aneh (lidah universal, alias gw kagak picky picky soal makanan, dan ini ternyata sudah sedari balita), dengan syarat tentunya makanan tersebut ada dalam kategori safe ingredient buat gw.<br />
Amannya sih, biasanya pas travelling gw selalu nyiapin cadangan antihistamin, buat jaga-jaga kalau ternyata bibir dower atau mata panda atau entah bakalan ada bengkak muncul di mana.<br />
<br />
Makanya, ketika ada salah satu temen gw bercerita, ada temannya yang sedang menerapkan diet dengan semangat 45, rasanya gimana ya..<br />
Kalau gw boleh berandai-andai, gw kadang berharap badan gw ga "semanja" ini, yang cuman bisa dikasih supply makanan terbatas. Walaupun emang sih, jadinya opsi makanan yang terbatas ini bisa dibilang cukup sehat.<br />
Tetep aja, makan itu selain merupakan salah satu kebutuhan hidup, juga merupakan salah satu kenikmatan hidup.<br />
<br />
Selama kondisi kesehatan memang memungkinkan, rileks lah... nikmati setiap suapan makanan sebelum makan itu dilarang :D<br />
<br />
---- penulis tidak bertanggung jawab atas resiko yang diakibatkan makanan yang Anda makan ----<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /></div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-28538034355846809332013-07-31T23:18:00.000-07:002013-07-31T23:18:22.013-07:00Apa sih Bedanya Sotong dan Cumi?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Ini post yang tidak penting sebenarnya.<br />
Cuman sekedar iseng-iseng memenuhi rasa penasaran.<br />
<br />
Kemarin saya mendapatkan undangan berbuka bareng bersama rekan-rekan 1 departemen.<br />
Tempatnya di Seroeni, Street Gallery Pondok Indah Mall.<br />
(tenang, saya bukan mau mereview makanan, karena namanya juga ini iseng-iseng, hihihi).<br />
<br />
Salah satu menu yang keluar adalah Singapore Crispy Sotong.<br />
Tentunya karena semua menu sudah dipesankan sebelumnya, ketika itu sampai di meja, pertanyaan saya adalah "Apakah itu?"<br />
Teman-teman saya mengatakan "Cumi".<br />
Okay, saya tidak alergi cumi, jadi bolehlah saya mengicip itu sedikit, supaya menu makan malam saya tidak hanya brokoli tumis bawang putih dan tumis buncis.<br />
<br />
Satu gigit, kemudian saya bertanya lagi , "Ini sotong bukannya?"<br />
Teman saya,"Emang apa bedanya sotong dan cumi?"<br />
Saya, "Kayaknya sih beda, biasanya sotong lebih asin." -> saya mulai bergaya sotoy sembari ga yakin..<br />
<br />
Ketika ada buku menu, saya mencoba mengintip sebenarnya apa yang saya icip itu. Ternyata di buku menu tertulis Singapore Crispy Sotong. Di list menu juga ada beberapa menu cumi. Saya berkesimpulan Sotong dan Cumi tampaknya dua makhluk yang berbeda. Paling tidak secara jenis olahan pangan, namanya berbeda.<br />
<br />
Jadi karena penasaran, pagi ini saya mengoogling dong apa bedanya Sotong dan Cumi.<br />
Secara saya ga tau pasti istilah bahasa inggrisnya sotong, ya sudah saya masukkan "sotong cumi" sebagai keyword.<br />
Muncullah wikipedia bahasa Indonesia.<br />
<br />
Sotong:<br />
<blockquote class="tr_bq">
Sotong atau "ikan" nus adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai maupun laut atau danau. Hewan ini dapat ditemukan di hampir semua perairan yang berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Sotong juga merupakan makanan sejenis seafood.<br />Sotong sering kali disalahtafsirkan sebagai cumi-cumi. Keduanya berbeda karena sotong bertubuh pipih, sementara cumi-cumi lebih berbentuk silinder. Selain itu, cangkang dalam sotong tersusun dari kapur yang keras, sedangkan pada cumi-cumi lunak.</blockquote>
Cumi-cumi:<br />
<blockquote class="tr_bq">
Cumi-cumi adalah kelompok hewan cephalopoda besar atau jenis moluska yang hidup di laut.[1] Nama itu Cephalopoda dalam bahasa Yunani berarti "kaki kepala", hal ini karena kakinya yang terpisah menjadi sejumlah tangan yang melingkari kepala.[2] Seperti semua cephalopoda, cumi-cumi dipisahkan dengan memiliki kepala yang berbeda. Akson besar cumi-cumi ini memiliki diameter 1 mm. Cumi-cumi banyak digunakan sebagai makanan.[rujukan?]</blockquote>
source: <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sotong">http://id.wikipedia.org/wiki/Sotong</a> dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Cumi-cumi">http://id.wikipedia.org/wiki/Cumi-cumi</a><br />
<br />
Jangan tanya saya apa maksud detailnya ya, soalnya saya bukan ahli biologi :p<br />
Tapi ternyata sotong dan cumi memang berbeda dan jangan pula ikuti kesotoyan saya yang mengatakan bedanya ada di rasa asin :))<br />
<br />
Oh ya, sotong = cuttlefish, cumi-cumi = squid.<br />
<br />
Kalau masih belum puas dengan postingan ini, ketika blogwalking saya menemukan ada blogger lain yang telah mengupas perbedaan sotong, cumi-cumi dan gurita secara lebih detail. Monggo dicek terlebih dahulu di link <a href="http://republik-tawon.blogspot.com/2012/03/perbedaan-antara-cumi-cumi-sotong.html">ini</a> kalau masih penasaran.<br />
<br /></div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-16779679377416397412013-07-30T00:45:00.001-07:002013-07-30T00:45:48.040-07:00"Terbiasa" dan "Bangga" menjadi Kancil<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Siapa sih orang Indonesia yang tidak tahu mengenai dongeng-dongeng si Kancil?<div>
<br /></div>
<div>
Kancil terkenal sebagai hewan yang biarpun kecil secara fisik, namun memiliki kecerdikan, sehingga bisa bertahan di dunia belantara (melebihkan). Entah dalam menghadapi buaya atau pun petani.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya tidak suka dengan karakter si Kancil ini.</div>
<div>
Menurut pendapat saya pribadi, apa yang dilakukan Kancil ini tidaklah cerdik, melainkan curang.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Apa yang curang?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Misal dalam cerita Kancil dan Buaya.</div>
<div>
Kancil ingin menyeberangi sungai, dan dia mengakali sang Buaya demi mendapatkan keinginannya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Hal itu pula yang terjadi di sekian dongeng Kancil yang lain.</div>
<div>
Dia "mengakali" untuk mendapatkan keinginan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Yang patut disayangkan, dongeng-dongeng Kancil ini cukup lekat dengan pendidikan anak di Indonesia. Dongeng Kancil seringkali dipergunakan untuk bacaan singkat dalam pelajaran bahasa.</div>
<div>
Kalaupun ada pembahasan mengenai karakter si Kancil, yang ditekankan adalah kecerdikan.</div>
<div>
Sangat jarang ada pembahasan mengenai hal yang dilakukan si Kancil adalah "mengakali".</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Apa jadinya jikalau tokoh Kancil menjadi sosok teladan?</div>
<div>
Yang akan melekat adalah "tidak apa-apa kita mengakali sesuatu demi mendapatkan keinginan".</div>
<div>
Sesuatu itu bisa berarti peraturan, orang yang dianggap jahat, atau siapa pun itu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Itulah yang sepertinya cukup banyak terjadi saat ini.</div>
<div>
Orang sebegitu terbiasa mengakali peraturan, dan yang paling aneh, ada orang-orang yang "bangga" kalau berhasil mengakali peraturan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Bagi saya, mengetahui kalau ada orang-orang yang terbiasa mengakali peraturan saja sudah merupakan suatu hal yang membuat dahi saya berkerut. Bangga? Tampaknya memang ada sesuatu yang salah.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Contoh mengenai "terbiasa":</div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li>saking seringnya orang di Indonesia terbiasa mempergunakan jasa calo dalam mengurus entah SIM, STNK, dan lain sebagainya, maka akan sulit mencari informasi bagaimana sebenarnya prosedur yang memang resmi.</li>
<li>pembajakan: di Indonesia, pemahaman mengenai hak kekayaan intelektual belum benar-benar dipahami. Alasan biaya yang lebih ekonomis dijadikan justifikasi yang "membenarkan" penggunaan barang bajakan. Saya tidak munafik, pernah ada masa ketika saya menikmati mengunduh sekian GB Mp3 atau pun MKV. Namun sejak saya kehilangan semua "koleksi" sekian GB tersebut, saya merasa bahwa saya harus merubah, karena toh bukannya saya tidak mampu untuk membeli. Sejak itu saya hanya mendengarkan lagu dari radio, atau saya akan membeli CD lagu tersebut, atau membeli lagu tersebut di iTunes. </li>
</ul>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Contoh mengenai "kebanggaan"</div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li>kecepatan di jalan tol: berapa banyak orang yang menyadari bahwa batas kecepatan di jalan tol itu rata-rata 60-80 km/jam? Saya hanya menemukan 1 ruas tol yang memperbolehkan batas kecepatan maksimum 100 km/jam, yaitu di ruas Cikampek. Logikanya, dengan batas kecepatan segitu, waktu tempuh Jakarta Bandung akan mencapai minimal 2 jam. Nah, seringkali saya mendengar cerita "bangga" kalau bisa menempuh Jakarta- Bandung hanya dalam sekian jam (bahkan ketika belum ada tol Purbaleunyi lho). Atau misal di posting saya yang lain, pernah ada kejadian suami saya menyetir dengan kecepatan 80 km/jam dan malah diklakson, disiram air, dikepet? What's wrong? Batas kecepatan di suatu jalan tentunya telah dibuat dengan mempertimbangkan aspek keselamatan. Untuk apa Anda perlu merasa bangga jika bisa melewati batas itu? Jikalau Anda ternyata mengalami kecelakaan, maaf ya, saya tidak akan bersimpati pada Anda.</li>
<li>ini yang paling baru saya baca ya... Indonesia tidak menganut dual citizenship kecuali bagi anak-anak di bawah 17 tahun yang berasal dari perkawinan campur. Ternyata ada beberapa orang yang menceritakan dengan "bangga" nya kalau mereka memiliki dua paspor. Saya kurang paham juga sebenarnya mengapa pemerintah membatasi jumlah kewarganegaraan, tapi aturan dibuat pasti ada tujuannya. Dan selama Anda memegang paspor RI, berarti Anda tunduk terhadap undang-undang RI, yang berarti Anda tidak boleh memegang 2 kewarganegaraan. Patuhilah, atau buanglah paspor RI tersebut.</li>
</ul>
<div>
Masih ada sekian banyak cerita mengenai "terbiasa" dan "bangga" menjadi Kancil. (Ya, BANYAK).</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saat ini saya sedang mengandung seorang anak. Saya hanya berharap, moga-moga nanti dia tidak menjadi seorang Kancil.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
</div>
</div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6443230452977942838.post-66296587397189092122013-07-11T19:51:00.000-07:002013-07-11T19:51:07.178-07:00Pagi yang Tidak Menyenangkan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Pagi ini, saya dan suami mengalami kejadian yang sangat tidak menyenangkan dalam perjalanan menuju kantor.<br />
Beberapa minggu ini, untuk sementara kami menetap di Serpong, dikarenakan rumah kami yang di Radio Dalam sedang direnovasi.<br />
Akibatnya, setiap hari kami harus melalui perjalanan komuter.<br />
Untuk berangkat, kami melewati tol BSD, kemudian keluar di pintu tol Tanah Kusir.<br />
<br />
Pagi ini cerah. Saya pun mengira ini akan menjadi perjalanan santai seperti biasa.<br />
Tetapi ternyata tidak demikian.<br />
Di sekitar km 00-02, mobil kami diklakson tanpa henti oleh seorang pengemudi dari mobil yang tepat di belakang kami.<br />
Siapa pun yang sering melewati jalan tol BSD, pasti mengetahui bahwa di sekitar km itu, biasa terjadi antrian yang cukup panjang karena tikungan yang cukup tajam. Kalau pun tidak sampai merayap, pada umumnya para pengemudi akan menurunkan kecepatan mobil.<br />
Itu juga yang dilakukan oleh suami saya, supaya jarak dengan kendaraan di depan tetap terjaga.<br />
<br />
Namun, tampaknya ada pengemudi mobil lain yang berpikiran lain. Entah mungkin dia berpikir kami terlalu pelan, or dia merasa untuk apa orang mesti menjaga jarak.<br />
Maka yang dia lakukan adalah mengklakson non stop, kemudian menyelip dari kiri, membuka jendelanya, dan meneriaki kami "Kalau mau jalan pelan, di tengah sana!".<br />
Ingat, kondisi sedang padat merayap, jadi semua mobil berjalan pelan.<br />
<br />
Kemudian, selepas tikungan, suami saya berpindah ke kiri dong, secara kami kan mau keluar juga di pintu tol tanah kusir. Pengemudi mobil tadi mengambil posisi ke kanan mobil kami, membuka jendelanya, kemudian menyiram kaca mobil kami dengan air.<br />
Di saat itu saya akhirnya tidak kuat menahan emosi, saya geram dan bergetar kemudian menangis.<br />
<br />
Belum puas juga, pengemudi itu kemudian kembali mengepet kami dari kiri, kemudian tetap dengan jendela nya terbuka, kembali memaki maki kami.<br />
"Makanya kalau nyetir lihat-lihat, lihat tuh lu bawa cewek!"<br />
Kemudian dia mengebut ke depan.<br />
Saya? Menangis semakin keras...<br />
Suami saya? Mencoba menenangkan saya.<br />
<br />
Coba sekarang Anda bayangkan, pengemudi tadi, posisinya sempat di belakang kami, ke kiri kami, ke kanan kami, ke kiri lagi kemudian di depan kami.<br />
Plus, dia sempat-sempatnya menyiram kaca mobil kami dengan air, dan memaki maki kami.<br />
<br />
Ingat juga, ketika kejadian dia pertama kali mengklakson dan meneriaki kami, hampir semua kendaraan berjalan pelan karena sedang berbelok, dan jarak yang dijaga oleh suami saya itu sama juga dengan yang dilakukan kendaraan depan kami.<br />
<br />
Apakah kami hanya sekedar apes karena kebetulan kami yang persis di depan mobilnya pengemudi itu?<br />
<br />
Apakah mungkin karena kami membawa mobil plat D jadinya dianggap tidak layak menyetir di Jakarta ya?<br />
<br />
Apakah dia emosi melihat kami berjalan kurang cepat (menurut dia) karena dia sedang buru-buru karena mungkin ada keadaan darurat?<br />
<br />
Entahlah....<br />
<br />
Yang pasti, ini merupakan pagi yang tidak menyenangkan...</div>
Sevy Bhttp://www.blogger.com/profile/07043340204761056701noreply@blogger.com1