Kedua orang tua saya WNI.
Hanya saja, kebetulan dulu saya numpang lahir di negeri orang lain.
Sebagai anak kecil, saya hanya tahu kalau saya bukan penduduk asli, mungkin karena secara fisik saja memang kelihatan berbeda.
Saya tahu bahwa ada suatu tempat bernama Indonesia, karena kadang orang tua saya berbicara dengan bahasa Indonesia (sehari-hari kami mempergunakan bahasa setempat).
Pokoknya bagi saya, Indonesia itu suayi tempat yang jauh di awang-awang.
Hingga ketika Juni 1989, akhirnya kami sekeluarga pindah ke Indonesia.
Cultural shock tentunya terjadi, terutama mengenai kendala berbahasa.
Bahasa Indonesia saya bisa dibilang nol besar.
Di saat saya masih meraba-raba, apa ini, apa itu, tahu-tahu sudah bulan Agustus.
Tentunya ada momen 17 Agustus-an dong. Orang tua saya mencoba memperkenalkan saya dengan budaya itu, jadi mereka mendaftarkan saya untuk mengikuti lomba di RT atau RW tempat tinggal kami.
Terdaftarlah saya sebagai peserta 'Balap Kipas Balon'.
Dengan pemahaman saya yang terbatas akan bahasa Indonesia, say berpikir bahwa kipas tentunya berarti mengipasi balon dari garis start hingga ke garis finish.
Tolong dikoreksi jika pemahaman saya salah.
Mengipasi saya artikan sebagai memberikan efek hembusan angin yang diakibatkan oleh gerakan melambaikan kipas.
Tentunya ketika kita mengipasi sesuatu, tidak ada kontak fisik antara kipas dengan benda yang dikipasi bukan?
Nah, bayangkan betapa saya terpana, ketika saya sedang mengipasi balon berdasarkan pemahaman yang saya punya, dan melihat para peserta lain memukulkan kipas mereka ke balon supaya balon itu bergerak!
Lebih terpana lagi karena orang-orang menyoraki para 'pemukul' balon itu, sementara saya masih berjuang mengipasi balon saya, dan seperti sudah ditebak, tentunya balon saya masoh jauh dari garis finish ketika dinyatakan sudah ada pemenang.
Terpatah-patah dengan bahasa Indonesia yang tidak jelas digabung bahasa isyarat ala Tarzan, saya mencoba bertanya, 'Bukannya ini mestinya mengipasi balon?itu tadi pukul balon?'
Reaksi orang-orang adalah melihat saya dengan heran kemudian tertawa.
Dan saya tidak pernah mendapatkan jawabannya di hari itu.
Perasaan saya?
Terkhianati.
Di peringatan kemerdekaan Indonesia yang pertama saya ikuti, saya merasa usaha saya untuk mengerti bahasa Indonesia telah dipatahkan.
Saya tidak mengerti, apakah orang-orang memang mengganggap hal itu sepele karena itu hanyalah sekedar lomba kecil untuk perayaan.
Atau memang itu suatu pertanda bagi saya untuk waspada terhadap kata-kata ala orang Indonesia? Di mana orang tanpa sadar seringkali meremehkan pentingnya perkataan sekecil apa pun?
Hampir seperempat abad telah berlalu, namun saya masih selalu memikirkan kejadian itu setiap tanggal 17 Agustus tiba.
Kita merdeka secara negara.
Namun manusia Indonesia belum merdeka selama masih ada seorang anak bertanya 'Kenapa yang menang dalam lomba kipas balon adalah orang yang memukul balon?'
Dirgahayu Indonesia.
Semoga hanya saya saja yang 'terkhianati'.
Hanya saja, kebetulan dulu saya numpang lahir di negeri orang lain.
Sebagai anak kecil, saya hanya tahu kalau saya bukan penduduk asli, mungkin karena secara fisik saja memang kelihatan berbeda.
Saya tahu bahwa ada suatu tempat bernama Indonesia, karena kadang orang tua saya berbicara dengan bahasa Indonesia (sehari-hari kami mempergunakan bahasa setempat).
Pokoknya bagi saya, Indonesia itu suayi tempat yang jauh di awang-awang.
Hingga ketika Juni 1989, akhirnya kami sekeluarga pindah ke Indonesia.
Cultural shock tentunya terjadi, terutama mengenai kendala berbahasa.
Bahasa Indonesia saya bisa dibilang nol besar.
Di saat saya masih meraba-raba, apa ini, apa itu, tahu-tahu sudah bulan Agustus.
Tentunya ada momen 17 Agustus-an dong. Orang tua saya mencoba memperkenalkan saya dengan budaya itu, jadi mereka mendaftarkan saya untuk mengikuti lomba di RT atau RW tempat tinggal kami.
Terdaftarlah saya sebagai peserta 'Balap Kipas Balon'.
Dengan pemahaman saya yang terbatas akan bahasa Indonesia, say berpikir bahwa kipas tentunya berarti mengipasi balon dari garis start hingga ke garis finish.
Tolong dikoreksi jika pemahaman saya salah.
Mengipasi saya artikan sebagai memberikan efek hembusan angin yang diakibatkan oleh gerakan melambaikan kipas.
Tentunya ketika kita mengipasi sesuatu, tidak ada kontak fisik antara kipas dengan benda yang dikipasi bukan?
Nah, bayangkan betapa saya terpana, ketika saya sedang mengipasi balon berdasarkan pemahaman yang saya punya, dan melihat para peserta lain memukulkan kipas mereka ke balon supaya balon itu bergerak!
Lebih terpana lagi karena orang-orang menyoraki para 'pemukul' balon itu, sementara saya masih berjuang mengipasi balon saya, dan seperti sudah ditebak, tentunya balon saya masoh jauh dari garis finish ketika dinyatakan sudah ada pemenang.
Terpatah-patah dengan bahasa Indonesia yang tidak jelas digabung bahasa isyarat ala Tarzan, saya mencoba bertanya, 'Bukannya ini mestinya mengipasi balon?itu tadi pukul balon?'
Reaksi orang-orang adalah melihat saya dengan heran kemudian tertawa.
Dan saya tidak pernah mendapatkan jawabannya di hari itu.
Perasaan saya?
Terkhianati.
Di peringatan kemerdekaan Indonesia yang pertama saya ikuti, saya merasa usaha saya untuk mengerti bahasa Indonesia telah dipatahkan.
Saya tidak mengerti, apakah orang-orang memang mengganggap hal itu sepele karena itu hanyalah sekedar lomba kecil untuk perayaan.
Atau memang itu suatu pertanda bagi saya untuk waspada terhadap kata-kata ala orang Indonesia? Di mana orang tanpa sadar seringkali meremehkan pentingnya perkataan sekecil apa pun?
Hampir seperempat abad telah berlalu, namun saya masih selalu memikirkan kejadian itu setiap tanggal 17 Agustus tiba.
Kita merdeka secara negara.
Namun manusia Indonesia belum merdeka selama masih ada seorang anak bertanya 'Kenapa yang menang dalam lomba kipas balon adalah orang yang memukul balon?'
Dirgahayu Indonesia.
Semoga hanya saya saja yang 'terkhianati'.
No comments:
Post a Comment