Thursday, November 28, 2013

Jangan jadi Pasien Sotoy ah!

Tau kan sotoy itu apa?
Orang yang sotoy tentunya pasti tahu apa itu sotoy, hehehe.
Ini cuman sekedar melanjutkan postingan gw yang tentang Tenggelam Dalam Informasi .

Kebenaran beberapa hari ini kan emang lagi pada heboh ngomongin soal aksi mogok dokter.
Beberapa hari ini, gw banyak berbincang-bincang dengan mertua gw yang sedang berkunjung ke Jakarta dalam rangka 7 bulanan kehamilan gw.

Nah mertua gw bukan dokter sih, tapi seorang pensiunan kepala bidan di salah satu RSIA. Jadi ya lumayan banyak tahu mengenai dunia medis.
Kebetulan lagi, nyokap gw sendiri juga eks bidan dan perawat.
Jadi bisa dibilang sedari gw kecil hingga sekarang, kalau gw sakit atau apa, gw bisa dapat saran dan perawatan gratis dari orang yang pernah mempelajari ilmu medis.

Gimana pun juga, berada dekat dengan orang-orang tersebut, itu membuat gw mungkin cukup paham kalau yang namanya ilmu pengetahuan (di bidang apa pun), bukanlah sesuatu yang mudah diperoleh. Yang namanya teori kalau tidak dibekali dengan pengalaman, tentunya tidak akan berguna dalam kehidupan nyata.
Sikap dan tindakan seseorang yang dulunya setiap hari terbiasa melihat kasus begini-begitu dan harus bisa memberi saran dan tindakan, tentunya berbeda dengan pengetahuan orang awam yang mungkin cuman sekedar membaca saja.

Makanya, sejujurnya gw merasa sangat terusik ketika di era "just ask google" ini, muncul fenomena pasien dan keluarga pasien yang "sotoy".
Apa sebenarnya itu?
Saking banyaknya informasi yang bisa tersedia apabila kita mengklik suatu search engine, kadang kita merasa "Gw mencari info tentang topik ABC, kemudian google menunjukkan ada A, B, C, D, E, F, G, sampe Z. Gw baca A sampe Z itu, artinya gw sudah memahami."
Salah.

Gw mencoba membuka beberapa web berisikan informasi kesehatan dan membuka "Terms and Condition" dari web-web tersebut.
Yang muncul adalah:
*** provides medical information for use as information or for educational purposes. We do not warrant that information we provide will meet your health or medical requirements. It is up to you to contact a health professional if you are concerned about your health.
*** does not give medical advice in relation to any individual case or patient, nor does *** provide medical or diagnostic services. 
If you are a medical or health professional then you are encouraged to use *** for general information purposes.  However, you should not rely on material included on *** and we do not accept any responsibility if you do.
atau:
The contents of the ***, such as text, graphics, images, information obtained from ***'s licensors, and other material contained on the *** Site ("Content") are for informational purposes only. The Content is not intended to be a substitute for professional medical advice, diagnosis, or treatment. Always seek the advice of your physician or other qualified health provider with any questions you may have regarding a medical condition. Never disregard professional medical advice or delay in seeking it because of something you have read on the *** Site!
atau:
THE CONTENT AVAILABLE VIA THE WEB SITE IS PROVIDED WITH THE UNDERSTANDING THAT NEITHER *** NOR ITS SUPPLIERS OR USERS ARE ENGAGED IN RENDERING MEDICAL, COUNSELING, LEGAL, OR OTHER PROFESSIONAL SERVICES OR ADVICE.
SUCH CONTENT IS INTENDED SOLELY AS A GENERAL EDUCATIONAL AID. IT IS NOT INTENDED AS MEDICAL OR HEALTHCARE ADVICE, OR TO BE USED FOR MEDICAL DIAGNOSIS OR TREATMENT, FOR ANY INDIVIDUAL PROBLEM. IT IS ALSO NOT INTENDED AS A SUBSTITUTE FOR PROFESSIONAL ADVICE AND SERVICES FROM A QUALIFIED HEALTHCARE PROVIDER FAMILIAR WITH YOUR UNIQUE FACTS. ALWAYS SEEK THE ADVICE OF YOUR PHYSICIAN OR OTHER QUALIFIED HEALTHCARE PROVIDER REGARDING ANY MEDICAL CONDITION AND BEFORE STARTING ANY NEW TREATMENT.
atau
While some of the information on this site is about medical issues, it is not medical advice and should not be construed as such. If you are concerned about your health or your child's health, contact your health care provider and/or seek medical care immediately.

*gw copas T&C dari beberapa website yang seringsekali dijadikan referensi oleh orang awam.

Berapa banyak orang yang benar-benar memahami arti T&C yang tertulis di situ?
Coba saja tanyakan ke diri Anda sendiri.

Kembali ke perbincangan gw dengan ibu mertua.
Beliau bercerita, saat ini sulit sekali buat tenaga medis untuk mencoba memberikan penjelasan atas saran dan tindakan yang mereka lakukan.
Sebabnya ya itu, banyak pasien atau pun keluarga pasien yang membekali diri dengan terlalu banyak informasi (terutama dari internet) dan bersikap sotoy.
Masih mendingan kalau informasinya diambil dari web-web organisasi kesehatan. Kalau hanya berdasarkan opini di forum? Menurut gw pribadi, apa yang ditulis orang di forum itu bersifat subjektif berdasarkan pengalaman pribadi yang belum tentu cocok untuk setiap orang.
Gampangnya begini deh, misal ada 2 orang yang menampakkan gejala yang mirip, tapi bisa saja sebenarnya penyebabnya bisa 2 hal yang berbeda. Kita sebagai orang awam tidak terlatih untuk menganalisa sedalam itu. Bahkan tenaga medis pun membutuhkan hal yang namanya wawancara dengan pasien dan pemeriksaan fisik (plus mungkin pemeriksaan lab) sebelum dapat memberikan prognosis.

Bersikap kritis itu perlu. Tapi bedakanlah antara kritis dan sotoy.
Kalau memang Anda merasa lebih tahu dari para tenaga medis, lalu mengapa Anda datang ke mereka?

Jadilah pasien yang cerdas dan kritis, tapi jangan sotoy ya...

Friday, November 22, 2013

Ironi Sang Paspor yang Miskin Cap

Sekitar awal Oktober 2010, gw memperpanjang paspor gw.
Benernya sih paspor gw itu baru bakalan expired akhir April 2011, tapi secara gw ada plan untuk ngetrip ke Hanoi di awal November, jadinya gw perlu memperpanjang itu paspor daripada ntar kejadian gw ketahan di bandara karena masa berlaku kurang dari 6 bulan.

Entah kenapa, begitu sang paspor baru ini kelar, dimulai lah rentetan "tidak berjodoh dengan luar negeri"

Tentu saja dimulai dari trip Hanoi itu tuh...
Gw udah megang tiket, tapi karena urusan kerjaan alias meeting besar tahunan, gw terpaksa membatalkan trip itu. (Paling ga tiket pesawat gw diganti duit tunai ama si boss)

Tahun 2012, gw ditawarin training ke Manila ama pak boss. Gw udah senyam-senyum senang, sampe gw ngeliat judul materi training nya. Itu kan yang baru bulan lalu ada training lokal di Jakarta?
Pas memeriksa detail material, aduh, positif sama 100%! Trainernya pun sama pula.
Setelah bergumul antara keinginan ingin pergi versus kejujuran itu penting, akhirnya gw memutuskan kalau kejujuran gw kagak bisa dibeli biarpun gw mupeng ke Manila. So bye bye..

Tahun 2013, gw ditawarin on job training di Thailand. Kali ini gw kagak sempet senyum-senyum, udah langsung mengkerut di kursi. Kenapa? 
Tentunya karena gw tahu kalau gw ga mungkin pergi karena gw sedang hamil.
Apalagi pas trimester 1 itu kehamilan gw mayan bikin senewen karena mual-mual ga keruan.
Biarpun berangkatnya pas trimester 2, tapi gw tau ga mungkin suami gw setuju, dan gw juga ogah membayangkan lagi hamil dengan perut membesar sendirian di negeri orang yang bahasanya pun gw ga mudeng. So bye bye..

Belum juga sampe gw kelar hamil, sekarang gantian gw ngedengerin orang-orang pada mo meeting besar di Batam (baca sebagai batu lompatan ke Singapore)
Ah? setelah bertahun-tahun gembor-gembor mo meeting besar di A, di B, di C, tapi ujung-ujungnya selalu balik ke gedung tercinta di Gatsu itu, sekarang mereka malah beneran berangkat ke Batam?
Tepok jidat lagi deh gw, secara gw kan lagi digrounded di Jakarta. So bye bye..

Nah....
sebenarnya yang lucu adalah ironi sang paspor yang miskin cap ini juga menular antara gw dan suami gw.
Jadi sebelum kita berdua officially barengan, dia juga tipe yang udah sempet mengisi paspornya.
Tapi begitu kita jadian (sampe sekarang nikah), rezeki buat mengisi cap di paspor langsung seret abis.

Dia ditawarin ke Swedia, tapi ga mau ngambil karena terlalu mepet sebelum nikah.
Dia ditawarin ke Italia, tapi ga mau ngambil karena terlalu mepet setelah hanimun.
Dia ditawarin ke Hanoi, terus ke Doha, tapi ga mau ninggalin gw yang lagi hamil muda.

Tau-tau, minggu lalu dia ditawarin ke San Jose.
Tapiiiiiii..... kok tanggalnya itu, minus 2 minggu sebelum HPL nya anak kita berdua.
Itu kan dah masuk masa siaga?
Emang sih acaranya cuman 3 hari, tapi klo tau-tau sang bayi dah pingin nongol, ga lucu bener gw lagi mulas-mulas mo lahiran sementara oknum satunya ada di benua seberang?
Atau misal kebalikan... ternyata gw lahiran sebelum dia berangkat, ntar ga lucu juga dia kelop-kelop di bandara sendirian membayangkan istri dan anaknya yang baru lahir...

Jadi... tampaknya cerita ironi sang paspor yang miskin cap ini masih akan berlanjut sampai entah kapan...^_^!

Kalau kata adik gw sih, itu pertanda kalau gw ama suami disuruh mencintai dalam negeri dulu sebelum jalan-jalan di luar.
Benarkah?

Waktu yang akan menjawab, hehehe...