Beberapa hari ini, digulirkan wacana soal mobil murah di Indonesia.
Menurut saya ini adalah ide yang amat sangat teramat super duper bodoh (biarin lebay).
Dulu kebijakan pajak mobil progresif itu dibuat untuk tujuan apa sih?
Salah satu tujuan tersiratnya kan untuk mengurangi kemacetan bukan...?
Lah sekarang, dengan wacana mobil murah, itu bukannya akan membuat orang-orang yang tadinya belum mampu membeli mobil, (mungkin) jadi mampu membeli mobil?
Lihat itu di jalan, jumlah motor yang berkeliaran sudah sedemikian banyak. Padahal sekitar 10-20 tahun yang lalu, jumlahnya tidak sebanyak itu.
Sudah rahasia umum juga kan kalau dari sekian banyak pengguna kendaraan bermotor itu, berapa banyak sih yang memang benar-benar lulus ujian SIM?
Berapa banyak juga yang sebenarnya cukup berkepala dingin untuk membawa kendaraan?
Tidak cukupkah jumlah angry drivers yang berkeliaran di jalan saat ini?
Saya bukan orang yang gampang naik darah (percayalah, menurut kenalan saya, saya orang yang sangat berdarah dingin), tapi ketika berada di jalanan Jakarta, seringkali saya sudah di ambang batas untuk mengacungkan jari tengah saya *maaf*. Yang menahan saya untuk tidak mengacungkan jari tengah hanyalah karena saya tidak mau ikutan berlaku kurang ajar juga.
Balik ke persoalan mobil murah.
Rasanya sangat sempit ketika mengukur tingkat kemakmuran penduduk Indonesia hanya dari mampu/tidaknya seseorang membeli kendaraan.
Memangnya tingkat daya beli masyarakat diukur dari mobil?
Bukannya kebutuhan pokok manusia itu Sandang, Pangan, Papan? (atau pelajaran di SD sekarang udah berubah ya? Jangan-jangan udah jadi Sandang, Pangan, Papan, handphone, mobil, dan lain sebagainya)
Saya pribadi lebih bangga jika saya bisa memiliki rumah sendiri, tidak mengontrak, ketimbang bisa membeli mobil.
Masalah lain dari mobil murah adalah soal bensin subsidi.
Sekarang aja pemerintah dah empot-empotan membiayai bensin subsidi.
Emangnya konsumsi bensin mobil murah itu sudah diperhitungkan?
Ntar ujung-ujungnya, mari kita naikkan harga bensin karena pemerintah sudah tekor APBN nya, yang secara ga langsung berarti kenaikan aneka harga barang dan jasa lain (tidaaaaaaakkkkk!)
Baca itu sebagai kenaikan harga makanan (Pangan lho), harga material rumah (Papan lho).
Yang murah terus apa dong?
Mobil?
Kagak bisa dimakan cuy...
Bisa sih dipake buat tempat tidur. Tapi mo diparkir di mana itu si mobil murah kalau ga punya rumah? Di pinggir jalan? Menuh-menuhin jalan dong ntar. Ujung-ujungnya bikin jalan ga berfungsi maksimal, macet.
Kalau jalan dah macet berat terus ngapain punya mobil? Kagak bisa dipake ke mana-mana juga toh. Daripada frustasi di jalan, ya sudah diam di rumah (kalau punya).
Saya mengerti sih memang tidak semua orang beruntung bisa mendapatkan lokasi tempat tinggal yang dekat dengan tempat aktivitas sehari-harinya.
Tapi mobil murah bukanlah solusi jangka panjang.
Sediakanlah transportasi massal yang nyaman dengan harga terjangkau.
Niscaya itu akan jauh lebih bermanfaat.
Menurut saya ini adalah ide yang amat sangat teramat super duper bodoh (biarin lebay).
Dulu kebijakan pajak mobil progresif itu dibuat untuk tujuan apa sih?
Salah satu tujuan tersiratnya kan untuk mengurangi kemacetan bukan...?
Lah sekarang, dengan wacana mobil murah, itu bukannya akan membuat orang-orang yang tadinya belum mampu membeli mobil, (mungkin) jadi mampu membeli mobil?
Lihat itu di jalan, jumlah motor yang berkeliaran sudah sedemikian banyak. Padahal sekitar 10-20 tahun yang lalu, jumlahnya tidak sebanyak itu.
Sudah rahasia umum juga kan kalau dari sekian banyak pengguna kendaraan bermotor itu, berapa banyak sih yang memang benar-benar lulus ujian SIM?
Berapa banyak juga yang sebenarnya cukup berkepala dingin untuk membawa kendaraan?
Tidak cukupkah jumlah angry drivers yang berkeliaran di jalan saat ini?
Saya bukan orang yang gampang naik darah (percayalah, menurut kenalan saya, saya orang yang sangat berdarah dingin), tapi ketika berada di jalanan Jakarta, seringkali saya sudah di ambang batas untuk mengacungkan jari tengah saya *maaf*. Yang menahan saya untuk tidak mengacungkan jari tengah hanyalah karena saya tidak mau ikutan berlaku kurang ajar juga.
Balik ke persoalan mobil murah.
Rasanya sangat sempit ketika mengukur tingkat kemakmuran penduduk Indonesia hanya dari mampu/tidaknya seseorang membeli kendaraan.
Memangnya tingkat daya beli masyarakat diukur dari mobil?
Bukannya kebutuhan pokok manusia itu Sandang, Pangan, Papan? (atau pelajaran di SD sekarang udah berubah ya? Jangan-jangan udah jadi Sandang, Pangan, Papan, handphone, mobil, dan lain sebagainya)
Saya pribadi lebih bangga jika saya bisa memiliki rumah sendiri, tidak mengontrak, ketimbang bisa membeli mobil.
Masalah lain dari mobil murah adalah soal bensin subsidi.
Sekarang aja pemerintah dah empot-empotan membiayai bensin subsidi.
Emangnya konsumsi bensin mobil murah itu sudah diperhitungkan?
Ntar ujung-ujungnya, mari kita naikkan harga bensin karena pemerintah sudah tekor APBN nya, yang secara ga langsung berarti kenaikan aneka harga barang dan jasa lain (tidaaaaaaakkkkk!)
Baca itu sebagai kenaikan harga makanan (Pangan lho), harga material rumah (Papan lho).
Yang murah terus apa dong?
Mobil?
Kagak bisa dimakan cuy...
Bisa sih dipake buat tempat tidur. Tapi mo diparkir di mana itu si mobil murah kalau ga punya rumah? Di pinggir jalan? Menuh-menuhin jalan dong ntar. Ujung-ujungnya bikin jalan ga berfungsi maksimal, macet.
Kalau jalan dah macet berat terus ngapain punya mobil? Kagak bisa dipake ke mana-mana juga toh. Daripada frustasi di jalan, ya sudah diam di rumah (kalau punya).
Saya mengerti sih memang tidak semua orang beruntung bisa mendapatkan lokasi tempat tinggal yang dekat dengan tempat aktivitas sehari-harinya.
Tapi mobil murah bukanlah solusi jangka panjang.
Sediakanlah transportasi massal yang nyaman dengan harga terjangkau.
Niscaya itu akan jauh lebih bermanfaat.
No comments:
Post a Comment