Thursday, August 13, 2015

My Kitchen Story part 1: Pisau

Sejak punya anak yang mesti makan, terpaksa yang namanya gw atau bapaknya neng O mesti rajin-rajin turun ke dapur untuk masak.
Semakin sering masak, entah mengapa itu membuat gw jadi sadar kenapa dulu Mama itu demen banget beli aneka peralatan masak.
Soalnya sedikit banyak, peralatan masak yang bagus itu membuat memasak itu jadi lebih ringan.

Benda pertama yang waktu itu gw incar pas udah mulai sering masak adalah....

PISAU

Ah?Pisau? Emangnya ga punya pisau? Punya sih, tapi gimana juga, si pisau ini ternyata emang ada harga ada rupa. Percayalah, ketika misalnya dalam kondisi bangun kesiangan dan terpaksa harus mengolah daging beku yang baru dikeluarkan dari freezer, kalau pakai pisau yang ga tajam, yang ada frustasi motongnya. (Jangan ditiru ye, gw tau perubahan suhu makanan yang terlalu drastis itu ga bagus, tapi kadang gw lupa nurunin daging dari freezer ke chiller).
Gw punya beberapa pisau, tapi pisau yang gw dah punya bertahun-tahun dan masih tajam banget itu paring knife nya Victorinox.
Jadi pas gw lagi mikir mo beli Chef's knife atau Santoku knife, tentunya akhirnya yang gw lirik si Victorinox ini.
Secara yang lagi promo warna yang genjreng-genjreng neon, jadi Chef's Knife dan Santoku Knife punyaku warnanya kuning dan orange neon, hihihi... Tadinya sih setengah hati mo beli pisau dengan gagang warna-warni begini, secara keliatan banget kagak 1 set. Tapi setelah membaca aneka review, daripada gw beli 1 set terus ada yang ga kepake, lebih baik membeli pisau yang emang jelas-jelas kepake saja. Jadi sekarang pisau Victorinox gw ada 4 dan semua warnanya beda, hahahaha...
*mestinya ada 6, tapi gw kehilangan 2 pisau Victorinox pas lagi renovasi rumah, hiks hiks...

Setelah membeli pisau, tentunya benda incaran berikutnya adalah knife block.
Kenapa perlu knife block? Soalnya gw ga pede kalau make gantungan pisau model magnet. Kesannya gore banget kalau majang pisau gede-gede di tembok dapur.
Sementara katanya sih, salah satu cara menjaga keawetan pisau itu adalah memiliki tempat penyimpanan pisau yang baik, tidak saling berbenturan baik antar pisau ataupun dengan peralatan masak/makan yang lain.
Masalahnya adalah.... mencari knife block universal itu tidak segampang judulnya yang "universal".
Hasil dari muter-muter beberapa toko offline maupun sekian toko online, gw hanya nemu knife block universal produknya IKEA.
RETRÄTT
Tampaknya kalau memang gw ga bisa nemu produk lain, maka gw akan membeli knife block ini.

Kayaknya sih untuk soal pisau, cukup ini dulu. Gw masih berdilemma, apakah gw perlu membeli pengasah pisau atau tidak. Soalnya pengasah pisau jika dipergunakan secara kurang tepat malah bisa bikin pisau kurang tajam. Saran lain mengatakan, lebih baik pisau dibawa ke pengasah pisau profesional (di mana pula di Jakarta ada profesi pengasah pisau untuk koki rumahan? Hahahaha)...

Wednesday, July 1, 2015

Ribut-ribut soal BPJS Ketenagakerjaan

Pertama-tama.....
aku tidak mau membela siapa-siapa ya....
cuman mau memberikan sudut pandangku sendiri.

Ketika kemarin banyak orang mulai ribut-ribut soal aturan baru BPJS yang mengatakan bahwa klaim JHT hanya bisa dilakukan setelah minimal 10 tahun kepesertaan dan kalau mau diambil utuh mesti ketika 56 tahun/ meninggal dunia/ cacat, tentunya reaksi orang-orang adalah "AH?".
Selain itu, hanya bisa diambil 10% atau 30% kalau untuk perumahan.

Reaksi aku sendiri sebenarnya juga "AH?".
Apalagi ketika mulai beredar ajakan untuk tandatangan petisi.
Tapi ya namanya aturan, tentunya ada dasarnya kan. Jadi tentunya aku mencoba mencari tahu apa sih sebenarnya aturannya.

Setelah membaca sekian artikel berita, akhirnya aku menemukan kalau dasar Undang Undang yang jadi referensi adalah UU no 40 tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Pasal-pasal mengenai JHT ada di pasal 35-38.
Yang menjadi bagian ribut-ributnya adalah pasal 37.

Pasal 37

  1. Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap
  2. Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembangannya. 
  3. Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun
  4. Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat jaminan hari tua. 
  5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. 
Supaya lebih lengkap, di bagian bawah Undang-Undang, ada juga penjelasannya di bawah dokumen Undang-Undang nya:

Pasal 37 
  • Ayat (1) Cukup jelas 
  • Ayat (2) Pemerintah menjamin terselenggaranya pengembangan dana jaminan hari tua sesuai dengan prinsip kehati-hatian minimal setara tingkat suku bunga deposito bank Pemerintah jangka waktu satu tahun sehingga peserta memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. 
  • Ayat (3) Sebagian jaminan hari tua dapat dibayarkan untuk membantu peserta mempersiapkan diri memasuki masa pensiun. 
  • Ayat (4) Cukup jelas 
  • Ayat (5) Cukup jelas
Poin-poin yang aku tebalin itu yang ternyata jadi dasar untuk munculnya perubahan aturan BPJS itu.
Poin yang aku garis miringkan itu untuk dibahas ntar selanjutnya.


Pertanyaan selanjutnya, wow, itu undang-undang ternyata sudah ada dari tahun 2004 ya? Kenapa baru ribut-ributnya sekarang di tahun 2015 ya?
Nah pas tahun 2004 itu belum ada yang namanya BPJS. Adanya Jamsostek dan beberapa badan lain.

Di penjelasan undang-undang disebutkan:
Dalam Undang-Undang ini diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk melalui iuran wajib pekerja. Programprogram jaminan sosial tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Undang-Undang ini adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembagan jaminan sosial.
Pasal 52 ayat 2 berbunyi
Semua ketentuan yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Undang-Undang ini paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. 
Kenyataannya adalah undang undang mengenai BPJS sendiri baru muncul di tahun 2011 yaitu di UU no 24 tahun 2011 mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Alias 7 tahun sejak tahun 2004.

Yang berkaitan dengan pembentukan BPJS Ketenagakerjaan ada di pasal 5 dan 6.
Pasal 5

  1. Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS
  2. BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: 
  • BPJS Kesehatan
  • BPJS Ketenagakerjaan 
Pasal 6
  1. BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
  2. BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b menyelenggarakan program:
  • jaminan kecelakaan kerja;
  • jaminan hari tua; 
  • jaminan pensiun;
  • jaminan kematian. 
Disebutkan juga soal salah satu kewajiban BPJS di 
Pasal 13 huruf e.

memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku; 


Balik lagi ke pertanyaan sebelumnya. Lho kalau sudah ada segitu lama, kenapa baru muncul ribut-ributnya sekarang?
Simpel, karena BPJS Ketenagakerjaan sendiri baru resmi beroperasi 1 Juli 2015 kemarin, makanya aturan yang sudah disebutkan di Undang-undang dari jaman baheula itu baru diterapkan mulai 1 Juli 2015 ini.

Kesalahan mendasar yang pertama terjadi adalah pembuat undang-undang tidak mensosialisasikan hal tersebut sampai dengan akhirnya aturannya benar-benar berlaku. Soalnya jujur saja, berapa banyak sih warga negara yang tahu dengan isi undang-undang negara ini sampai itu benar-benar berlaku?Aku pun baru mengulik-ulik isi UU nya sejak ada ribut-ribut ini.

Celah yang sebenarnya masih bisa diotak-atik adalah pasal 37 ayat 3.
Di situ tidak disebutkan secara pasti angka 10% dan 30% nya.

Kalau untuk minimal kepesertaan 10 tahun, itu sudah jelas disebutkan. Sayangnya, para pembuat Undang-undang lupa memberikan penjelasan lebih lanjut mengapa angka 10 tahun itu yang ditetapkan.
Ketika mereka mencantumkan angka 15 tahun untuk masalah Jaminan Pensiun, di Undang-undang dijelaskan mengapa mereka perlu 15 tahun.
(Ketentuan 15 (lima belas) tahun diperlukan agar ada kecukupan dari akumulasi dana untuk memberi jaminan pensiun sampai jangka waktu yang ditetapkan dalam bentuk Undang-Undang ini.)

Ngomong-ngomong, ada yang bertanya tidak sih siapa yang bikin aturannya?
Namanya Undang-Undang itu yang membuat Pemerintah dan .... DPR. (masih ingat pelajaran sekolah kan?)
Jadi ga cuman pemerintah sendiri lho, ada DPR juga..
Jadi buat yang bikin petisi, itu kayaknya alamat penerimanya mesti ditambahin juga lho... Jangan lupa DPR. -> ada kecenderungan orang-orang sukanya menyalahkan lembaga tinggi negara yang judulnya Presiden alias eksekutif, padahal lembaga tinggi negara itu ga cuman Presiden lho, masih ada yang lain  seperti legislatif, yudikatif....
Coba dicek dulu adakah peranan lembaga tinggi yang lain yang juga ada peranannya.

Menurut pendapatku pribadi sih, ini hal-hal yang perlu dikritisi:
  1. Sejak dari tahun 2004 ke 2011 ke 2015, mana sosialisasinya?
  2. Untuk poin 10 tahun, minimal berikan penjelasan mengapa angkanya diubah dari 5 tahun menjadi 10 tahun.
  3. Untuk angka 10% dan 30%, dari mana keluar angkanya segitu, secara di undang-undang tidak disebutkan secara spesifik.
  4. Aturan Jaminan Hari Tua yang disebutkan di undang-undang ini lebih cocok ditujukan bagi orang-orang yang kerja secara berkesinambungan hingga memasuki usia pensiun. Tapi tidak memberikan kejelasan yang cukup bagi orang-orang yang tidak bekerja hingga memasuki masa pensiun. Ketika seseorang sudah tidak bekerja karena entah pensiun dini atau diberhentikan, semestinya ada pilihan untuk mencairkan dana jaminan hari tua nya, baik sebagian atau pun seluruhnya. Toh disebutkan di bagian penjelasan bahwa dana dapat dicairkan sebagian untuk persiapan memasuki masa pensiun, semestinya peserta berhak juga untuk bisa menentukan juga seberapa besaran dana yang ingin dia ambil untuk diolah sendiri. Ini hal yang penting karena saat ini rakyat belum cukup percaya pada pemerintah bahwa besarnya pengembangan yang diberikan BPJS akan dapat mengimbangi nilai inflasi. Walaupun ada jaminan bahwa minimal pengembangan yang akan diperoleh akan minimal sama dengan bunga deposito bank pemerintah, tapi itu tetap belum menjamin nilai uangnya.

Hmm... untuk saat ini sih baru ini saja yang kepikiran olehku..









Tuesday, March 24, 2015

Firasat?

Pertama-tama ya, gw ini bukan orang yang 'berkemampuan'.
Titik.
Nol besar.
Gw hanya manusia biasa, normal, tanpa indra keenam atau pun aneka embel-embel lain.

Tapi, itu semua bukan berarti gw ga bisa dapat firasat ya...

Awalnya kita mulai dari yang bikin senyam senyum dulu..
Entah mengapa, dari siang hari gw pingin banget jajan sesuatu... Tepatnya, kue cubit green tea setengah matang..
Si kue cubit ini, ga gampang lho nemunya (buat gw)..Tapi dari jam 5 sore tadi, gw bilang ke suami gw 'Kamu tau ga klo kadang ada tukang kue cubit green tea lewat depan rumah di jam pulang kantor kita?'
Percaya atau tidak, tadi pas benar-benar baru sampai di rumah, benaran tukang kue cubit lewat!

Sungguh, Tuhan Maha Mengetahui kalau ada hamba-Nya yang lapar :)
Suami gw sampai bilang 'Mestakung tukang kue cubit' ^^!

Beranjak ke cerita berikutnya yang lebih suram...
Sekitar 10 tahun yang lalu, gw pernah bermimpi jelek.
Tepatnya, gw memimpikan menaiki suatu pesawat dan ternyata pesawat itu jatuh.
Yang membuat gw stress sendiri ketika gw terbangun adalah gw masih bisa mengingat apa rutenya..
Semakin shock adalah ketika beberapa hari kemudian, ternyata hal itu memang kejadian, dengan rute yang sama persis.
Sulit dipercaya?

Bagaimana jika gw bilang hal itu terjadi lagi?
Beberapa hari kemarin, gw memimpikan 2 hal yang aneh.
Yang pertama berkaitan dengan nama seseorang yang bisa dikatakan cukup terkenal.
Yang kedua berkaitan dengan pesawat jatuh (lagi).

Yang pertama, tidak gw ceritakan ke suami gw, karena gw menganggap, itu mimpi yang aneh secara biarpun itu orang yang tersohor, tapi apa hubungannya coba.

Yang kedua, karena berkaitan dengan pesawat jatuh, pas kebangun tengah malam, gw langsung ngomong ke suami gw 'Aku mimpi ada pesawat jatuh'.
Ceritanya sih, gw berharap dengan gw mengatakan itu keras-keras, gw membuat hal itu terdengar konyol dan 'mematahkan' firasat.

Tapi, gw mulai merasa ada yang aneh pas kemarin gw baca berita dan ternyata malah mimpi pertama menunjukkan wujudnya.
Gw cuman berharap mimpi yang kedua tidak ikut-ikutan menjadi kenyataan.
Dan ternyata, sirnalah harapan itu...
Malam ini gw membaca berita, dan ternyata mimpi itu kembali menjadi kenyataan. :(

*sekali lagi, gw bukan cenayang...

Malam ini, gw akan sulit untuk tidur...
------------------------------------------------------------------

24 Maret 2015

posted from Bloggeroid

Thursday, January 8, 2015

Hotel La Hasienda, Kupang

When I received the invitation of my friend's wedding in Kupang, the second thing that popped out in my head is "Where will I stay?" (Of course the first thing is the plane ticket).

I found La Hasienda in TripAdvisor.


me in the front of La Hasienda
My husband is a little picky about hotel cleanliness, so the reviews mentioned in TripAdvisor had been already a good point. For myself, I'm always try to look for a different atmosphere, so i usually try to avoid business hotel. La Hasienda could meet our expectation.

Michael, the owner himself picked up us from the airport. We even had a couple times for chit chat with him during our stay there.
this is the view from the balcony in the front of my room
We also like the decoration. It's not common to see mexican style here (hey, it's Kupang!) especially during this minimalist era (something that I always think as lack of personality). The bright orange color and the mozaic will surely attract you.
The bedroom and bathroom are very clean. Fluffy towels are available.
What do I also like is the strict non smoking policy in the room and at the public area like breakfast area. Since I was pregnant during my stay there, I felt very comfortable with this policy.

La Hasienda also has a rooftop area at the 4th floor. According to Michael, it would be a rooftop restaurant (not yet ready during our stay). You could see panoramic view of the hill and to the sea. The view is nice.
Rooftop area of La Hasienda, you could see the sea in the horizon


Power outage is still a problem at Kupang, and unfortunately they haven't had a generator yet, but it has been already on their list to be included in their service.
For the food, we tried macaroni goulash (40k IDR) and ikan goreng/ fried fish (20k). Delicious food and the price is quite reasonable.
Overall, if I have another opportunity to visit Kupang again in the future, I'll definitely stay here again.


disclaimer: I visited La Hasienda at October 2013, pardon me if something has been updated.

Wednesday, January 7, 2015

Blitar - Kota Putra Sang Fajar

Since elementary school, what I know about Blitar is only limited as the city where Soekarno, the first president of Indonesia, was born.
My father-in-law is from Blitar. So, like other Indonesian, I know that I have some obligation to visit Blitar for ziarah and visiting relatives.

As usual, before the trip I did some research for potential place to be visited.
This is very important since we were travelling with baby O (she's nearly 11 months old) and my parents-in-law.
My very short list consists of:
- Tugu Sri Lestari Hotel
- Kampung Coklat

That's all. I was very interested with Rambut Monte temple and Pantai Tambakrejo, but realizing that we have to travel in a very limited time, I thought that I had to keep everything as simple as possible to evade dissapointment. If we could visit other places, it would be as a nice bonus.

We departed from Singosari at Monday morning. My father-in-law suggested us to take the alternative road since it was still in the morning and the weather seemed nice.
If the weather is nice and you are not in a rush, the view is very beautiful to be enjoyed.
But if the weather isn't nice, I don't suggest you to take this road, since landslide could happen there.
The alternative road is via Batu-Pujon-Coban Rondo-Bendungan Selorejo-Krissik-Tulungredjo.

While in the journey, we passed Rambut Monte (!), but we couldn't stop there since it was raining.
It is approximately 40 km to Blitar.

Our first stop in Blitar is Warung Ayam Bakar Bu Mamik. 
It was under renovation, but they were still open.
You could order ayam bakar (grilled chicken), gurami bakar (grilled fish), etc.
The price is in the middle range for Jakarta's people. (we spent 175k IDR for 4 adults)

The second stop is of course Hotel Tugu Sri Lestari. For Hotel Tugu, I'll write in another post separately.
In the front fo Hotel Tugu Sri Lestari


Once in Blitar, you could see two common attributes used for decoration.
  • Merah-Putih (Red-White)
    • Blitar is known as the city where PETA (Pembela Tanah Air) under Soepriyadi's command did their first rebellion against Japanese on 14 February 1945. This rebellion inspired the other PETA's rebellion in other region. During this action, the Merah-Putih flag was raised for the first time in Indonesia. More detailed information could be found in this link (source: wisatadanbudaya.blogspot.com , in Bahasa)
Soepriyadi's statue in the frontyard of Pendapa Rangga Hadinegara (north side of Alun-alun)

  • Ikan Koi
    • Koi fish breeding is common to be found in Blitar, that's why Blitar is also known as The City of Koi. Koi fish is also the symbol of the ability to attain the highest goal.
Koi in Alun-Alun as Beringin tree pedestal
Koi as a decoration element at Blitar's pedestrian

Inside the city, Blitar's alun-alun is well maintained.
Around the grass area, the government provide fitness and gym facilities.
Fitness and gym facilities around the alun-alun
Playing football in the alun-alun
The area and the surrounding is very clean.
Jalan Merdeka area in the morning
If you like old styles bread, you could buy bread at Perusahan Roti Orion (Jl. Merdeka no 113). It is famous for its Roti Semir.

Orion
Roti Semir

After the morning breakfast, me and my family went to:

Bung Karno's Statue in the middle of alley

The way along to the tomb
Tombs area

    • Tips: 
      • there is no entrance fee, but if you signed the attendance list, the guarding will tell you to donate some money (the amount is up to you, it will be used for maintenance).
      • If you don't want to "nyekar" (honoring Bung Karno and his parents), you don't need to buy flower. Flower's seller could be a little bit pushy in the surrounding area.
      • parking fee (not official): 10000 IDR/car

    • located in countryside of Penataran, District Ngelegok, Sub Province Blitar, complex of Candi Penataran is first reported in History Java by Raffles. It is mentioned that in the year 1815 Dr Horsfield find a Hindu temple ruins in Penataran. From the remaining structure and artefact found in the temple area, it is found that the building development happen in several steps during a long period. The estimation is that the it was built during the 12th century until 15th century (since the Kediri's era, followed by the Singasari's era and finished in Majapahit's era). According to Prasasti Palah, this temple is used as ritual sites. Raja Srengga (one of Kediri's king) often did his ritual here. Candi Penataran (Palah) is also mentioned in Negarakertagama as Dharma Ipas (a site for Rsi Satwa-Sugata, built as holy ritual site).  
      Candi Penataran panoramic view from the main temple
      Tips: 
      • Bring an umbrella! The sun is very bright and since there is no tree,you can feel the sun on the top on your head. Umbrella rental is available there, but I don't know exactly how much is the fee.
      • The official entrance fee is 5000 IDR/car (the officer will ask you whether you are just passing through or going to Candi Penataran, so the fee will depend on the your honesty)
      • Like in Museum and Perpustakaan Bung Karno, if you sign the attendance list, you will be asked to donate some money. The amount is up to you, and it will be used for maintenance. 

  • Kampung Coklat
  • In the entrance area, you could see bag containing fermented cacao
    • This is an educational recreation sites. The owner is the leader of Paguyuban Santoso (that's why their chocolate product's name is GusSant, an acronym from Paguyuban Santoso). Paguyuban Santoso is a fair trade organization for cacao plantation across Blitar area. This organization buy fermented cacao from the local farmers around Blitar. From my father-in-law's friend (he is a cacao farmer), we got information that this organization are willing to buy 1000-2000 IDR higher than the local average price. Of course, they follow the SNI (Standar Nasional Indonesia) for the acceptance. The standard of cacao grading mention about the humidity (max 8%), fungi (max 5%), number of cacao per 100 gr (110 cacao seeds/100 gr or minimal grade B), others material (max 4%). Kampung Coklat was built to promote knowledge about cacao plantation. In the area, you could see how to produce chocolate and of course you could also buy their product. Unfortunately, I couldn't meet the owner since he was out on business trip.
Cacao's nursery
Drying fermented Cacao

    • If you are a dark chocolate's lover (like me), you could try dark chocolate ranging from 67%, 80%, 90%, even 100%. Milk chocolate is also available, but it's a little bit too sweet for me. When I paid, I was surprised that the cashier ask me if I'd already tried their sample since it is not common for local people to buy the 100% variant. 
    • Blitar's Chocolate Products: GuSant, LaChoco, Gloria, Pinonika, and fresh cacao from the plant

      • Tips: 
        • If you are interesting in cacao production, this place offers training. For further information please contact: 
        • Entrance fee: 5000 IDR/person
For culinary info, you could refer to this post.

Other than those places, I also want to share you something for thought.

I haven't explained why Blitar is also known as Kota Putra Sang Fajar.
For Indonesian, Blitar is known as the city where Soekarno was born.
Based on a Javanese belief, a person who was born during the sunrise has a predefined future. Since Soekarno was born during sunrise in the beginning of a new century (he was born on 1901), people said that he was born as a people who will bring change.

Anywhere you go around Blitar, you could easily find the spirit of "Merah Putih". The spirit of Merah Putih in my own term is the spirit to fight for a better life, not only for your own, but maybe also for the people around you.

In Jakarta, I often see beggar in the street. Sometimes, they are still young, but they only want to beg for your money.
Looking at these old lady in Blitar makes me feel ashamed. She is definitely not young, but she is still willing to work.

Old lady in Jl Soekarno

The owner at Paguyuban Santoso is another example of a people who want to give something meaningful for his surrounding. I know how hard life could be for a farmer if there isn't any fair trade organization that support them. For cacao, there is another problem. Sometimes the farmer aren't well educated, so they didn't process their cacao well. The price is not good since it can't achieve certain grade.
They will have to sell their cacao with under market price via the "tengkulak". The tengkulak will enjoy the benefit, while the farmer has to work hard without any benefit. That's a well known story of farmer's life in Indonesia. A sad story but that's a fact.
Paguyuban Santoso is willing to buy cacao with higher price, but the farmer has to learn how to process the cacao to achieve certain grade (minimum grade B). I think that's something good, you encourage people to growing together.

Last, I want to share this picture.
My husband standing with my daughter at Taman Makam Pahlawan (Heroes Cemetery) Blitar. (His grandfather was buried there).

Life is so short. 
But it doesn't mean that you just let it slip away.
Your path is still a long journey for you my daughter.
Just don't forget that it will have to end someday, like the people lying here.
Remember the fallen, pray for them.

Taman Makam Pahlawan Blitar graveyard area


posted from Bloggeroid

Tuesday, January 6, 2015

I Ate Mollusk..... (so many times)

An idea suddenly popped up in my mind while I was writing a post about Blitar.

Why don't I dedicate one posting about mollusk as a culinary dish?

So, here we are.

Note: this post will be updated as long as I eat other type of mollusk. Just pray that I won't get too many rash during the process. (LOL).

Escargot
As a person who was born in French, of course I know that there is the famous escargot.
Fortunately, in Jakarta you could find escargot in several French restaurant or international restaurant.
I ate this one at Boka Buka ( twitter, instagram)

Escargot from Boka Buka


The price is 75k IDR for 6 escargots, or 140k IDR 12 escargot (include tax and service charge).
The escargot at Boka Buka were cooked with garlic butter and parsley. They also served fried rice with escargot.

The other place that served escargot is Loteng Cikini.
Unfortunately, when I came to this place last year, it was not during their open time. Maybe I'll try it in another opportunity.

O2 Satay
My husband told me that in Blitar, there is a culinary dish named O2 satay.
Why is it named O2?
In Indonesia, there is a famous gambling method called "togel".
I'm not familiar enough with togel, but my husband told me that O2 is the symbol represented by "bekicot" (=snail)  in togel. That's why snail satay is known as O2 satay.

*update...
my sister sent me a picture of togel that she found (source: link )


The satay is seasoned with honey . For the sauce, not like the usual satay which use peanut sauce, O2 satay is accompanied by petis sauce.

Since the bekicot and petis sauce are high in protein, the food stall that served O2 satay usually sell kelapa ijo (green coconut) or degan (young coconut) also. Kelapa ijo is known as the natural remedy for allergy.

In Blitar, O2 satay could be found in the warung (food stall) at the front of Taman Makam Pahlawan Blitar.
The price is 3k IDR for 10 tusuk (one plastic bag)

 
O2 Satay
O2 Satay with Petis Sauce and Cabe Rawit




















Kupang Lontong
Another delicacy from East Java is Kupang Lontong.
Kupang isn't a snail like escargot and bekicot. It is actually more a shellfish.
Kupang Lontong is served in a plate with petis, kupang's broth, garlic cabay, salt, sugar, lentho (fried cassava) and of course lontong.
Depend on your preference, you could also add kerang satay. It is also common for the seller to provide degan and/or kelapa ijo since it's an allergen.

You could find it at Kupang Kraton in Malang city.
Or maybe you could find it from some local people who sell around.
My husband's long time favorite is buying from a seller who walk near his parent's house twice a week.
preparing the Kupang Lontong
Kupang Lontong

The price is only 7k IDR per portion (without the kerang satay)

Ốc
Another type of snail that I've ever eat is the Ốc (river snail) at Ho Chi Minh City during my trip in Vietnam. 
Unfortunately, I don't actually remember the taste and the price since it has been a long time ago.
I tried it at a little restaurant near Metropole Saigon hotel (near Tran Hung Dao Street, District 1, District 1 - Pham Ngu Lao / Tay Balo, Ho Chi Minh).

Ốc
courtesy of my sister


Just beware, my father got some rash after eating this snail. I'm not really sure if the place in Vietnam also sell coconut water or not. But if you are prone to allergy, be cautious.

Tutut
Tutut is another name of keong sawah in West Java.
This time, its my turn to got some rash T_T.


----to be continued-----




Monday, November 24, 2014

Demi Masa Depan yang Cerah di Timur Indonesia...

Sumba..

Apa sih yang terpikirkan ketika mendengar Sumba?

Sebagai seseorang yang mengaku suka menambah koleksi jejak kaki, Sumba adalah salah satu pulau yang ingin sekali saya datangi.
Awalnya sih mungkin karena saya sudah pernah ke Labuan Bajo dan Timor.
Rasanya seperti melihat Indonesia dengan nuansa alam dan orang-orang yang berbeda (yang anehnya adalah saya ini sering disangka sebagai orang dari kawasan Indonesia Timur).

Yang paling mencolok dari daerah NTT adalah matahari!
Matahari bersinar sangat terik (sunblock pun hanya mampu menahan biar kulit tak terbakar, dalam sekejap saya sudah berubah menjadi nona hitam manis :p kala berkunjung ke sono) dan mereka memiliki iklim yang sangat kering. Musim hujan hanya terjadi selama sekitar 2 bulan per tahun.
Jadi bayangkan tanaman seperti apa yang mesti kuat bertahan untuk ditanam di daerah sana, mengingat sulitnya mendapatkan air di sana.

Jujur saja, sebelum saya sampai ke NTT, saya tidak pernah membayangkan ada daerah di Indonesia yang sedemikian sulitnya memperoleh air.
Dari jaman sekolah, saya sudah terbiasa mendengar istilah Indonesia sebagai zamrud khatulistiwa. Untuk beberapa area, mungkin itu memang benar, tapi untuk beberapa area lain, itu tidak berlaku.
Hal itu baru saya sadari setelah saya bekerja dan sudah cukup banyak daerah di Indonesia yang sudah saya datangi. Namun sejauh ini, area paling kering yang pernah saya kunjungi memang berada di NTT.

Apa sih dampaknya kalau kita terpaksa tinggal di daerah yang mengalami kesulitan air?
Kalau yang terpikirkan oleh saya sih, kalau pun saya punya air bersih, akan saya prioritaskan untuk minum dan makan (misal sop?).
Setelah itu ya baru mandi, cuci, kakus alias MCK.
Bayangkan, sudah kering, berdebu, terus untuk bebersih pun susah. Kalau sudah kondisinya seperti itu, ancaman diare tentunya sudah di depan mata.
Diare merupakan penyebab kedua terbesar tingginya tingkat kematian anak balita di NTT.
Tingkat kematian anak balita di NTT saat ini mencapai 58 per 1000 kelahiran, sementara secara nasional saat ini tingkatannya adalah 40 per 1000 kelahiran. 
(sumber: http://nttprov.go.id/new/index.php/2014-03-13-05-54-55/informasi-kesehatan#angka-kematian-anak-balita-akaba)

Tentunya itu angka yang membuat miris bukan?
Bagaimana kehidupan di sana akan dapat berkembang jikalau generasi muda nya sakit, atau bahkan sampai ada yang meninggal karena masalah yang sebenarnya dapat diatasi dengan penyediaan air bersih dan pengetahuan sanitasi sederhana seperti mencuci tangan sebelum makan?
Anak-anak balita ini lah yang nantinya akan membangun area mereka, mengubah masa depan mereka menjadi lebih baik. Merekalah agen perubahan alias agent of change.

Tidak adakah sesuatu yang dapat kita lakukan bagi mereka?

Dari situlah saya merasa tertarik ketika mendapatkan kesempatan dari femaledaily.com untuk menghadiri acara campaign dari Unilever mengenai Project Sunlight.

Ada video yang sangat berkesan dan menurut saya sangat bernilai untuk disharing.

sumber: Youtube - Gagasan Anak Tentang Masa Depan Mengenai Sanitasi

Pembicara di video tersebut adalah Dira Noveriani, seorang siswi berusia 17 tahun.
Dia mengatakan "Tantangan terbesar kita adalah sifat apatis"
Apa sih sebenarnya yang dimaksud oleh Dira?

Dalam urusan kebersihan, ada contoh sederhana.
Sering bukan kita menyaksikan ada penumpang dari sebuah mobil mewah di depan kita yang tiba-tiba membuang sampah lewat jendela?
Tentunya sang penumpang itu sadar mengenai "Oh saya ingin mobil yang bersih", tapi dia tidak peduli itu sampah akan menghilang ke mana.

Atau yang juga selalu menggelitik saya adalah masalah kamar kecil di tempat umum.
Apa sih susahnya membuang tissue di tempat sampah yang sudah tersedia?
Atau menjaga kamar mandi tetap kering setelah kita pergunakan?
Atau apa susahnya membilas sisa BAK atau BAB?
Kadang di mall-mall mewah pun itu sering lho terjadi, di tempat yang sebenarnya tidak kesulitan air bersih. Hal ini terjadi di suatu tempat yang konsumennya kemungkinan besar dari orang-orang yang strata sosialnya cukup tinggi, dan bahkan kemungkinan besar berpendidikan tinggi.

Itulah contoh nyata sifat apatis.

Sebagai seorang ibu, saya sangat ingin bisa membesarkan seorang anak yang tidak apatis dengan lingkungan sekitarnya.
Karena saya percaya, kala saya bisa membesarkan seorang anak yang bisa peduli dengan sesamanya, maka akan ada seorang (atau lebih) anak di tempat dan waktu lain yang akan memperoleh manfaatnya ketika kelak anak saya dapat berbuat sesuatu. Apa yang saat ini baru menjadi gagasan seorang anak mengenai masa depan, tidak mustahil akan menjadi karya nyata buat anak lain.

Ada ga sih cara berpartisipasi yang mudah?
Tentunya ada dong, salah satunya dengan mendukung proyek yang sudah sempat saya singgung di atas, yaitu "Unilever Project Sunlight, Dukung Masa Depan Sehat".
Di situ disebutkan ada beberapa cara yang bisa kita ikuti:

  1. View : lihat contoh film inspiration yang tersedia di situs Project Sunlight. Untuk setiap kali film itu disaksikan, Unilever akan menyisihkan Rp 100,00.
  2. Act
    1. tuliskan ide Anda mengenai #brightfuture: untuk setiap ide yang dituliskan, Unilever akan menyisihkan Rp 1000,00.
    2. ajarkan kebiasaan sehat ke lingkungan sekitar, materi dapat didownload di situs Project Sunlight.
    3. jadilah relawan #brightfuture: untuk setiap relawan yang bergabung dalam program edukasi di sekolah mengenai sanitasi, Unilever akan menyisihkan Rp 100.000,00
    4. untuk setiap pembelian produk Unilever seperti Lifebuoy, Domestos atau Pepsodent di Lotte Mart, Unilever akan menyisihkan Rp 1000,00
  3. Share: tidak ada hal yang lebih bernilai daripada jika suatu hal baik dilakukan oleh lebih banyak orang, jadi jangan lupa share 
  4. Follow: ikuti terus kisah-kisah inspiratif yang dimuat di situs project Sunlight.
Semua dana yang disisihkan oleh Unilever akan disalurkan untuk program edukasi dan sanitasi di Sumba, NTT.

Info lebih detail mengenai bisa diakses melalui situs Project Sunlight atau pun Facebook Fan Page Unilever.


Sebagai penutup...
seorang kawan backpacker pernah mengatakan hal ini ketika kami sedang berada di area NTT.
Sev, gw sedih kalau pas lagi belanja di daerah sini (Kawasan Timur Indonesia). Kalau mereka ngasih kita uang kembalian, uang kertasnya itu lecek banget. Artinya perputaran uang di area ini dikit lho. Kalau ga ada orang-orang seperti kita yang datang untuk berwisata dan membelanjakan uang kita, bayangkan tingkat kesulitan hidup orang-orang ini.
Saya menitipkan sedikit harapan saya untuk menyambut masa depan yang lebih cerah di Timur Indonesia melalui project Sunlight ini.
Timur adalah tempat terbitnya mentari dan saya ingin ada secercah harapan yang terbit bagi masa depan anak-anak di sana.